Tiga Srikandi PT Kereta Api Indonesia
Tanggung jawab operasional kereta api tidak hanya ada di tangan kaum lelaki, meski bidang ini kerap dipandang berkesan maskulin. Di PT KAI juga ada srikandi-srikandi yang tangguh.
Perjalanan yang tak mudah. Tanggung jawab dalam pengoperasian kereta api memang tak selamanya berada di tangan kaum lelaki. Tiga srikandi dalam perkeretaapian Indonesia ini juga membuktikan loyalitas dan kemampuan dalam memimpin di bidang yang kadang dianggap terkesan maskulin.
”Saya sangat menikmati selama berkarier di perkeretaapian,” ujar Wiwik Widayanti, Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang baru saja memasuki masa purnatugas, dalam Talkshow Series-4 ”Perempuan dan Kereta Api” dalam rangka Hari Perhubungan Nasional, beberapa pekan lalu. Perempuan kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 19 Agustus 1963 ini bergabung dengan PT Kereta Api Indonesia selama 31 tahun.
Selain Wiwik, dua srikandi KAI lainnya adalah perempuan kepala stasiun pertama di Indonesia, yaitu Murti Marasih yang kini menjabat Kepala Stasiun Besar Poncol Semarang dan Erni Basri selaku Kepala Balai Teknik Perkeretapian Kelas-1 Wilayah Jawa Bagian Barat Ditjen Perkeretaapian.
Memasuki masa purnatugas, Wiwik diajak kembali bernostalgia. Sejak awal tahun 1990, ia sudah berkecimpung di bidang perkeretaapian. Selesai studi sarjana manajemen Universitas Diponegoro, Semarang, Wiwik mendaftarkan diri untuk berkarya di PT KAI (ketika itu masih disebut Perusahaan Jawatan Kereta Api).
”Cita-cita saya sederhana saja. Karena PJKA berkantor pusat di Bandung, lalu saya tinggal juga di Bandung, ya saya pikir enggak akan ke mana-mana, cukup di kantor pusat saja. Masa itu, PNS murni dengan jam kerja yang tetap, masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 14.00. Saya masih punya banyak waktu untuk mengatur keluarga di luar pekerjaan,” kata Wiwik tentang persepsi awal ia bergabung di PJKA.
Dunia kereta api saat itu sudah identik dengan maskulinitas. Banyak masalah teknis, mulai sarana dan prasarana, operasional, hingga waktu yang tidak terbatas. Pada masa itu, lebih banyak laki-laki yang berkiprah di sana. Belum banyak perempuan yang tertarik, selain bekerja di bidang administrasi.
Dalam perjalanannya, Wiwik tidak menyangka. Dia ditugaskan di bidang-bidang yang cukup sibuk. Awalnya, ia ditempatkan di bagian anggaran. Kesibukannya memuncak di pertengahan tahun untuk menyusun anggaran berikutnya, sekaligus menyiapkan laporan pertanggungjawaban tahunan.
Pernah dipindahtugaskan ke Jakarta selama tiga tahun. Kemudian, diminta untuk mengikuti Studi Magister Manajemen Perkeretaapian di Institut Teknologi Bandung. Beberapa waktu kembali ke kantor pusat, ternyata Wiwik ditempatkan di bagian Sekretaris Korporat KAI mulai tahun 2014.
”Saya pikir, tadinya akan sampai pensiun di kantor pusat. Ternyata, saya ditawari lagi ke lapangan, bahkan perempuan pun diperlakukan sama dengan lelaki untuk memimpin daerah operasional,” ujar Wiwik.
Dari posisi Executive VP di Daop 6 Yogyakarta selama enam bulan, Wiwik pindah tugas menjadi Kepala Daop 8 Surabaya. Kemudian, menjabat sebagai Kepala Daops 4 Semarang. Berikutnya, Wiwik diminta untuk menjadi Direktur Utama PT KCI pada tahun 2018. Masa kepemimpinannya berakhir pada Maret 2021.
Perempuan diasumsikan lebih kuat membangun relasi, bersikap inklusif, komunal, dan keibuan. Dengan sifat-sifat yang dimiliki, tetap saja perempuan bisa memimpin, tanpa harus kehilangan ketegasannya.
Mengutip pandangan konsultan sumber daya manusia, Wiwik mengatakan, laki-laki kerap diyakini memiliki kepercayaan diri lebih besar, tegas, asertif, berani menyampaikan pendapat. Adapun, perempuan diasumsikan lebih kuat membangun relasi, bersikap inklusif, komunal, dan keibuan. Dengan sifat-sifat yang dimiliki, tetap saja perempuan bisa memimpin, tanpa harus kehilangan ketegasannya.
Sementara, Murti Marasih, kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 5 Desember 1975, sudah mengawali kariernya setelah lulus SMA sebagai pegawai kontrak kantor daerah operasional. Setelah sembilan tahun, tahun 2006 Murti diberi kesempatan sebagai pegawai organik KAI. Kantor operasional itu didominasi pegawai pria dengan sistem tiga sif jam kerja.
”Dukungan suami membuat saya berani mencoba menekuni. Enam tahun saya banyak belajar di Stasiun Semarang Poncol dan Tawang tentang langsiran kereta, pengawas peron, kondektur, administrasi, dan operasional stasiun,” kata Murti.
Tahun 2013, Murti pun ditunjuk menjadi Kepala Stasiun Alas Tua, Semarang. Kemudian, Kepala Stasiun Brumbung dan dimutasi lagi menjadi Wakil Kepala Stasiun Besar Poncol Semarang. Berikutnya, ia harus berjauhan dengan keluarga, hanya bisa pulang satu pekan sekali, ketika menjabat sebagai Kepala Stasiun Besar Pekalongan selama sekitar tiga tahun.
Sejak Mei 2021, Murti diberi amanah untuk menjabat Kepala Stasiun Besar Poncol Semarang. Selain penghargaan Team Best Passion Award, Murti dikukuhkan sebagai Kepala Stasiun Perempuan Pertama di Indonesia.
Begitu banyak persoalan teknis perkeretaapian, sehingga kebutuhan hard skill memang banyak dibutuhkan, sementara perempuan biasanya dianggap lebih memiliki kemampuan soft skill. Namun, tenyata semua bisa saja dilakukan perempuan asal berbekal kemauan untuk belajar.
Murti mengakui, begitu banyak persoalan teknis perkeretaapian, sehingga kebutuhan hard skill memang banyak dibutuhkan, sementara perempuan biasanya dianggap lebih memiliki kemampuan soft skill. Namun, ternyata semua bisa saja dilakukan perempuan asal berbekal kemauan untuk belajar.
Menangani teknis kereta
Erni Basri, wanita kelahiran Luwu, Sulawesi Selatan, 13 Agustus 1976, tak menyangka bahwa ia bakal menangani bidang teknis kereta api di Indonesia. ”Bayangan saya, bisa naik kereta api, tidur nyenyak, dan sampai di tujuan di stasiun lain. Padahal, kereta dulu-dulunya kurang bagus,” kata Erni, perantau yang sebelumnya bekerja di proyek pelabuhan.
Erni bergabung di KAI sejak 15 tahun lalu. Berbekal pengalaman menangani proyek pelabuhan di daerahnya, lulusan sarjana teknik sipil transportasi Univesitas Diponegoro, Semarang, ini baru bergabung saat UU Perkeretapian dibentuk tahun 2007.
Ketika itu, Erni turut berperan membuat cetak biru perkeretapian Indonesia untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Dari pagi hingga malam, segala perencanaan desain cetak biru perkeretapian digarap dalam timnya.
Karakteristik Erni yang tegas dipandang begitu powerful, terlebih basis kemampuannya di bidang teknik sipil. Karena kerap dicap ”galak”, Erni merasa perlu juga menyeimbangkan diri dengan cara-cara bijak dalam bertutur.
”Dalam perjalanannya, tahun 2017 saat persiapan Pelabuhan Patimban, saya sempat diminta pimpinan untuk menyiapkan proyek besar itu. Begitu proyek sudah mulai dijalankan, saya harus balik lagi menangani perkeretaapian,” kata Erni.
Ia menuntaskan pendidikan pascasarjana transportation engineering di Universitas Hirosima, Jepang, dengan beasiswa. Selain itu, ia juga menempuh pendidikan profesi insinyur profesional madya di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Pengalaman di bidang permesinan, khususnya bidang pelabuhan dan perkeretaapian, menempatkan Erni berturut-turut menduduki jabatan sebagai Kasubdit Kelaikan Fasilitas Operasi, Kasubdit Kelaikan Jalur dan Bangunan Perkeretaapian, Kasubdit Pengelolaan Sarana Milik Negara, hingga Kasubdit Jalur dan Bangunan Kereta Api Wilayah-1 Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian.
Sejak Agustus 2020, Erni pun dilantik menjadi Kepala Balai Teknik Perkeretapian Kelas-1 Wilayah Jawa Bagian Barat Ditjen Perkeretaapian.
Baca juga : Pandemi Menjadi Tantangan bagi Sektor Transportasi
Erni mengakui, tantangan dunia perkeretaapian amat besar. Panjang jalur kereta api yang aktif saat ini sudah mencapai 5.900 kilometer dari awalnya hanya 400 kilometer. Dalam 10 tahun terakhir, KAI pun banyak berbenah.
”Saya sudah berbuat apa saja? Saya membenahi regulasi, men-support pimpinan dalam menyiapkan proyek-proyek baik lokal APBN maupun bantuan luar negeri. Luar biasa, termasuk jalur ganda lintas utara Jawa yang sekarang sudah jadi, semua hasil kerja tim besar KAI. Dan sekarang, kita ditantang untuk menyelesaikan jalur ganda lintas selatan,” papar Erni.
Dia menceritakan, tahun 2015 setelah lulus dari studi di Jepang, Indonesia semakin agresif menyiapkan LRT dan MRT. Kemudian, ia pun diminta ikut berperan agar semua proyek pembangunan tersebut segera selesai dan beroperasi. ”Sebagai perempuan, kadang-kadang di tengah tantangan pekerjaan, kita juga kadang serasa mau menangis,” kata Erni.
Kita mengejar karier yang tinggi, tanpa harus dibatasi stereotif. Mental yang kuat harus dibangun dari diri sendiri. Mental yang kuat akan membuat energi positif.
Erni tak pernah memikirkan kesan maskulinitas dalam organisasi KAI. Yang terpenting, kata Erni, di depan sana ada target untuk menciptakan pelayanan prima bagi masyarakat. Misalnya, target pembangunan jalur ganda harus jadi pada tahun tertentu sesuai perencanaan.
Endang Budi Karya Sumadi, Ibu Asuh Taruna-Taruni Kementerian Perhubungan, mengingatkan, ”Kita mengejar karier yang tinggi, tanpa harus dibatasi stereotif. Mental yang kuat harus dibangun dari diri sendiri. Mental yang kuat akan membuat energi positif.”