Pembangunan Transportasi di Perbatasan Kalimantan Masih Menantang
Pembangunan sarana transportasi di perbatasan Kalimantan masih sangat menantang di tengah rencana pemerintah membangun ibu kota negara yang baru. Pembangunan infrastruktur masih perlu mendapat perhatian pemerintah.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
KOMPAS/SUCIPTO
Mobil melintas di jalan rusak di Jalan Raya Samboja-Sepaku Desa Suko Mulyo, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Wilayah ini berada di perbatasan Kabupaten Kutai Kartanegara yang disebut menjadi lokasi ibu kota baru.
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan sarana transportasi di perbatasan Kalimantan masih sangat menantang. Kondisi jalan yang belum bagus akan mempersulit pembangunan bandara.
Akses jalan ke Kabupaten Mahakam harus segera terhubung, baik dari Samarinda maupun ke jalan paralel perbatasan. Angkutan umum menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sekitarnya perlu diberikan subsidi atau insentif. Fenomena yang terjadi saat ini bus angkutan kota dalam provinsi (AKDP) dari Entikong mati karena angkutan umum pelat hitam semakin banyak melayani penumpang.
Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono dalam webinar ”Menilik Transportasi di Kawasan Perbatasan Kalimantan”, Rabu (29/9/2021), mengatakan, ”Layanan transportasi yang diharapkan masyarakat di kawasan perbatasan Kalimantan masih sangat minimal. Angkutan kota masih menyedihkan. Jalan paralel yang dibangun tampaknya lebih ditujukan untuk pertahanan negara daripada kepentingan ekonomi.”
Menurut Ateng, jika dilihat secara cermat, kabupaten yang berada di sekitar perbatasan masih sangat kecil untuk melahirkan faktor tarikan terjadinya pergerakan masyarakat baik antar-negara maupun yang terjadi di dalam negeri. Di Kabupaten Kapuas dan Sanggau, misalnya, tampaknya transportasi masih menjadi bagian kecil. Kurang dari 4 persen kontribusinya untuk pergerakan produk domestik bruto (PDB).
”Kami melihat kawasan perbatasan masih relatif tertinggal. Dinamika ekonomi di kawasan perbatasan masih dirasakan kurang. Karena itu, Organda mengusulkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat ataupun pemerintah pusat melakukan penelitian mendalam tentang mobilitas penduduk di kawasan perbatasan di masing-masing kabupaten, termasuk pergerakan logistik,” ujar Ateng.
Kompas/Emanuel Edi Saputra
Presiden Joko Widodo meninjau sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, ”Saya pernah menilik Pulau Sebatik pada tahun 2008 dan 2018. Dilihat perkembangannya, sebetulnya banyak sekali perubahan, sudah ada jalan lingkar dan dermaga penyeberangan, termasuk kapal penyeberangan.”
Ada juga bus umum yang tampaknya sisa dari Sulawesi Selatan yang terlihat dari pelat nomornya. Gerakan kehidupan masyarakatnya sudah terlihat sampai malam. Perbatasan ini sudah cukup ramai. Kemudian, di Nunukan, bandaranya sudah melayani penerbangan komersial. Indonesia memiliki pos lintas batas laut (PLBL) sebagai satu-satunya yang dimiliki Indonesia.
Menurut Djoko, salah satu jalan paralel perbatasan di Kalimantan, antara lain, Malinau-Seimanggaris, masih terlihat perkebunan sawit. Bus perintis rute Malinau-Desa Sanur juga sudah ada dengan tarif sekitar Rp 50.000 per orang. Fasilitas logistik untuk mengirim hasil perkebunan sawit masih menggunakan angkutan sungai.
”Angkutan kotanya masih sama dengan kota-kota lain. Sekarang, angkutan kota sudah semakin berkurang, karena tidak ada pembaruan. Mereka sangat mengandalkan angkutan sungai, terutama dari Tarakan,” ujar Djoko.
PLBN Entikong dikenal cukup ramai dibandingkan PLBN lain di Indonesia. Terminal tipe C sudah tersedia di sana. Tahun 2018, bus AKDP lebih banyak mengangkut barang. Masyarakat lebih banyak menggunakan angkutan mobil plat hitam, dengan tarif sekitar Rp 100.000 per orang. Bus lintas antar-negara Pontianak-Kuching (Malaysia) dan Pontianak-Brunei Darussalam juga sudah tersedia. Terminal angkutan barang sudah dibangun dan ada rencana pula pembangunan terminal penumpang. Akses jalan sudah lebih baik, ada empat lajur.
Menurut Djoko, dibandingkan negara tetangga, mereka sudah memiliki angkutan lanjutan walaupun bentuknya sederhana. Yang pasti, tidak ada angkutan pelat hitam. Bus-bus yang mengarah ke Kuching sudah lebih baik, begitu juga terminalnya sudah lebih bagus.
Djoko sempat memperlihatkan peta Kabupaten Mahakam Ulu. Kabupaten ini termasuk salah satu dari 122 daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Padahal, kabupaten ini posisinya dekat dengan ibu kota negara yang baru. Di sana memang ada bandara Datah Dawai, tetapi hanya untuk penerbangan perintis.
BPBD SANGGAU
Banjir bandang menerjang dua dusun di perbatasan di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Rabu (8/7/2020). Banjir bandang tersebut merusak sejumlah infrastruktur, salah satunya jembatan penghubung.
Perjalanan dari bandara menuju daerah Ujong Bilah masih harus melewati sungai dengan menggunakan kapal selama 1-2 jam. Jika kondisi airnya surut, perjalanan pun akan mengalami kesulitan. Sesungguhnya, bandara ini dekat dengan jalan paralel perbatasan, tetapi sayangnya belum terbangun.
”Jangan sampai nantinya kabupaten ini benar-benar tertinggal,” ujar Djoko.
Ahmad Yani, Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, mengatakan, pembangunan transportasi di kawasan perbatasan Kalimantan sedang dalam pembahasan. Pihaknya masih menunggu dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara untuk mendorong pelayanan sektor transportasi.
”Dukungan pelayanan angkutan perintis saat ini memang masih berkonsep lelang. Belum bersifat penugasan. Tentunya, kriteria terhadap angkutan bersubsidi angkutan jalan memiliki persyaratan yang harus dipenuhi,” ujar Ahmad.
Peranan angkutan penyeberangan perintis, antara lain, harus menyiapkan konektivitas angkutan orang ataupun barang. Pembangunan penyeberangan perintis ini kelak dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas harga barang ataupun tarif layanan yang disesuaikan kemampuan masyarakat.