Restrukturisasi Berlanjut, Krakatau Steel Bentuk ”Subholding” Baja Konstruksi
Restrukturisasi bisnis di BUMN berlanjut untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. PT Krakatau Steel membentuk ”subholding” Krakatau Baja Konstruksi, sementara PT Pertamina merampungkan pembentukan enam ”subholding”.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah restrukturisasi perseroan di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berlanjut. Setelah membentuk subholding Krakatau Sarana Infrastruktur, Krakatau Steel kembali merampingkan anak usahanya dan membentuk subholding Krakatau Baja Konstruksi.
Subholding Krakatau Baja Konstruksi yang dibentuk pada 31 Agustus 2021 merupakan penggabungan empat anak perusahaan, yaitu PT Krakatau Wajatama, PT KHI Pipe Industries, PT Krakatau National Resources, termasuk di dalamnya PT Krakatau Niaga Indonesia.
Ini adalah subholding kedua Krakatau Steel setelah dibentuk subholding Krakatau Sarana Infrastruktur pada Juni 2021. Adapun subholding Krakatau Sarana Infrastruktur menggabungkan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon, PT Krakatau Daya Listrik, PT Krakatau Tirta Industri, dan PT Krakatau Bandar Samudera.
Subholding Krakatau Sarana Infrastruktur bergerak di bidang layanan kawasan industri terintegrasi dengan empat ranah utama, yaitu kawasan industri, penyediaan energi, penyediaan air industri, dan pelabuhan.
Sementara subholding Krakatau Baja Konstruksi bergerak sebagai penyedia baja dari material baja hingga produk jadi. Subholding ini juga bergerak di bidang trading dan distribusi besi dan baja untuk mendukung pemasaran dan pengembangan bisnis baja hilir.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, tujuan pembentukan subholding itu untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui penggabungan anak usaha. Selain itu, mengoptimalisasi kinerja lewat inisiatif program efisiensi, operational excellence, digitalisasi, penguatan pangsa pasar melalui strategi hilirisasi, serta membangun bisnis model yang lebih baik.
Subholding Krakatau Baja Konstruksi memiliki beberapa fasilitas produksi. Beberapa di antaranya pabrik baja tulangan dan baja profil dengan kapasitas 300.000 ton per tahun. Ada pula produk wire rod (kawat besi baja gulungan) dengan kapasitas 500.000 ton per tahun, dan produk pipa baja dengan kapasitas 230.000 ton per tahun.
”Keunggulan subholding Krakatau Baja Konstruksi ini antara lain menyediakan solusi aplikasi baja yang lengkap dan kompetitif kepada konsumen, baik untuk manufaktur, fabrikasi, maupun proyek-proyek custom (pesanan),” kata Silmy dalam keterangan resminya, Senin (13/9/2021).
Produk subholding ini antara lain baja profil (H dan I beam), baja tulangan beton (termasuk baja siku, pipa baja spiral, pipa baja electric welding resistance atau ERW), serta produk-produk jadi seperti tower, jembatan baja, bangunan baja, tiang listrik baja, dan lain-lain. Sementara, produk hilirnya, seperti baja Welded I Beam dan H Beam, pelat baja custom, baja ringan Galvalume, pelat talang, pipa Hollow, dan atap.
Silmy mengatakan, anak perusahaan yang tergabung dalam subholding Krakatau Baja Konstruksi memiliki beragam portofolio pengalaman bisnis yang baik. Beberapa proyek yang pernah ditangani antara lain, pembangunan taxiway (landasan gelinding) east connection di Bandara Soekarno-Hatta dengan PT Hutama Karya, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan Takengon dengan PT Pembangunan Perumahan, proyek water line pipe di Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Gresik, proyek Kereta Cepat Indonesia-China, serta berbagai proyek nasional dan swasta lainnya.
Adpaun kinerja subholding baja konstruksi ini sampai Agustus 2021 mencatat penjualan Rp 3,4 triliun dan laba bersih Rp 111,9 miliar. ”Proyek infrastruktur di Indonesia yang bernilai 470 miliar dollar AS sepanjang tahun 2020-2023 menjadi potensi bagi subholding Krakatau Baja Konstruksi sebagai penyedia material baja terlengkap,” kata Silmy.
Transformasi
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, selama delapan bulan terakhir, Kementerian BUMN terus melakukan transformasi sebagai bagian dari komitmen 88 proyek strategis BUMN hingga tahun 2023. Transformasi terbanyak dilakukan di PT Pertamina (Persero). ”Dari target 88 proyek itu, 90 persen sudah terjadi di tahun ini, banyak dari transformasi itu ada di Pertamina,” katanya.
Seperti diketahui, pada 10 September 2021 lalu, PT Pertamina (Persero) telah merampungkan restrukturisasinya dengan membentuk enam subholding yang mengurusi bisnis perseroan tersebut dari hulu ke hilir.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, transformasi yang dilakukan Pertamina ini sejalan dengan transisi global yang sedang terjadi, sesuai dengan komitmen pemerintah untuk melakukan transisi energi sesuai Perjanjian Paris.
Pertamina memiliki tiga tugas yang harus dilakukan paralel, yaitu menyediakan dan mendistribusikan energi untuk seluruh masyarakat Indonesia serta kebutuhan industri, tetapi Pertamina juga ditantang untuk melakukan pengembangan dan menjawab kebutuhan transisi energi.
”Bagaimana kita melaksanakan itu? (Ibaratnya), kita membagi kapal besar Pertamina dengan membuat enam kapal-kapal kecil yang disebut subholding. Ada yang bertugas hari ini, ada yang bertugas untuk transisi menjajaki di laut yang berbeda, dan ada yang harus memindahkan kapalnya ke lautan sebelah,” ujar Nicke.
Sebagai gambaran, tiga subholding, yakni subholding upstream, subholding refining and petrochemical, dan subholding commercial and Trading, tetap menjalankan tugas saat ini. Sementara, subholding gas akan bergerak mengelola energi transisi dari bahan bakar fosil ke energi baru dan terbarukan, yaitu gas dengan porsi bauran energi tetap di angka 22-25 persen.
Subholding Power dan NRE (New and Renewable Energy) telah bergerak menuju energi terbarukan. Saat ini, pemerintah mulai mengintegrasikan geotermal (panas bumi) yang akan menjadi kapasitas terpasang ketiga terbesar di dunia. Selain kelima subholding itu, Pertamina juga memiliki subholding integrated marine logistic yang bergerak di bidang angkutan laut, logistik, dan marine services.
Erick Thohir berharap PT Pertamina bisa membangun ekosistem yang tepat untuk bersaing dan mendorong nilai tambah. ”Buktikan kepada dunia, Indonesia juga bisa punya perusahaan dengan valuasi mencapai 100 miliar dollar AS,” kata Erick.