Usaha Rintisan Didorong Berperan di Logistik Perikanan
Usaha rintisan logistik perikanan dinilai memiliki kemampuan mengurai masalah distribusi produk perikanan. Pemerintah mendorong para pelaku usaha untuk memanfaatkan peluang yang besar di sektor tersebut.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
Kompas/Totok Wijayanto
Ikan tongkol yang baru mendarat di Pelabuhan Muara Angke, Penjaringan, Jakata Utara, dinaikkan ke atas angkutan untuk kemudian disimpan ke gudang berpendingin, Rabu (11/8/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Distribusi produk perikanan menghadapi tantangan karena membutuhkan kemasan yang baik guna menjaga kualitas. Usaha rintisan logistik perikanan didorong untuk berperan lebih dalam proses distribusi.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, distribusi berperan besar di sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Namun, ada tantangan dalam prosesnya, yakni waktu pengiriman yang harus sesuai jadwal dan kualitas produk yang dikirim harus terjaga agar daya saingnya di pasar tidak menurun.
”Start up (usaha rintisan) masih butuh berkembang,” ujar Menteri Trenggono, dalam keterangan tertulis, seusai bertemu dengan sejumlah pelaku usaha rintisan bidang logistik, Jumat (3/9/2021).
Ia mengajak pelaku usaha untuk memanfaatkan peluang. Peran distribusi dinilai besar apabila kebijakan penangkapan ikan terukur diimplementasikan dengan baik. Sebab, pendaratan ikan tak lagi berpusat di Jawa, tetapi di pelabuhan sekitar area penangkapan. Saat ini, sentra perikanan tangkap terpusat di wilayah timur Indonesia, sedangkan pasar domestik terpusat wilayah barat Indonesia.
”Jadi, kalau ikannya ditangkap di sana, didaratkan di sana, dan ekonominya berputar disana. Tetapi, bukan berarti daerah Jawa tidak bisa membeli. Nah, di sanalah dibutuhkan peran logistik,” ujarnya.
Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef), hambatan logistik masih menghantui, antara terkait tingginya biaya logistik, yakni 23 persen dari produk domestik bruto. Konsep Tol Laut dinilai belum optimal untuk logistik antarpulau.
Secara terpisah, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik, berpendapat, konsep Tol Laut tidak boleh berdiri sendiri. Penambahan kapal logistik berukuran besar perlu diintegrasikan dengan kapal-kapal pengangkut yang lebih kecil sebagai agregator antarpulau.
Dengan demikian, proses mobilisasi barang atau komoditas jadi lebih efisien dan memenuhi skala ekonomi. “Tidak cukup hanya kapal Tol Laut berukuran besar. Harus ada kapal kecil sebagai penghubung dan agregator,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University Yonvitner mengemukakan, salah satu pemicu biaya logistik tinggi adalah kapal angkut yang tidak efisien serta ketimpangan pengangkutan, yakni kapal angkutan berangkat penuh muatan, tetapi pulang kosong muatan.
Upaya mengoptimalkan Tol Laut bukan dengan memperbanyak pelabuhan di sejumlah wilayah, tetapi melalui pengembangan ekonomi berbasis sumber daya, yakni produksi andalan di setiap pulau.
Belakangan jumlah kapal ikan berukuran besar terus bertambah. Dampaknya, penghasilan nelayan makin tertekan. Di sisi lain, utilitas industri perikanan rata-rata 40-60 persen. Itu mengindikasikan industri kekurangan bahan baku.