Kenaikan harga minyak mentah dunia ke level 70 dollar AS per barel mendorong meningkatnya pendapatan Pertamina. Hal ini memengaruhi besaran setoran penerimaan negara.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menyetorkan Rp 110,6 triliun sebagai penerimaan negara pada semester I-2021. Setoran itu terdiri dari Rp 70,7 triliun berupa pajak, penerimaan negara bukan pajak atau PNBP, dan dividen, serta Rp 39,9 triliun berupa bagi hasil produksi hulu minyak dan gas bumi yang menjadi bagian negara.
Tahun lalu, Pertamina menyetor Rp 126,7 triliun kepada negara. Setoran itu terdiri dari pajak Rp 92,7 triliun, PNBP Rp 25,5 triliun, dan dividen Rp 8,5 triliun.
”Pencapaian tersebut merupakan hasil restrukturisasi solid. Hal ini sejalan dengan arahan pemegang saham untuk memastikan agar Pertamina terus berinovasi guna mendorong peningkatan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi dalam setiap proses operasi dari hulu ke hilir,” ujar Pejabat Sementara Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman dalam siaran pers, Selasa (31/8/2021).
Saat dihubungi, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan, setoran Pertamina tersebut patut diapresiasi karena pemerintah tengah menggenjot pendapatan negara di masa pandemi Covid-19. Menurut dia, nilai setoran Pertamina banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak mentah. Ini seiring dengan naiknya permintaan dunia yang mulai pulih dari dampak pandemi.
Tahun lalu, Pertamina menyetor Rp 126,7 triliun kepada negara. Setoran itu terdiri dari pajak Rp 92,7 triliun, PNBP Rp 25,5 triliun, dan dividen Rp 8,5 triliun.
Namun, dia menyoroti beban biaya yang ditanggung Pertamina dalam menjalankan penugasan negara, seperti program bahan bakar minyak (BBM) satu harga.
”Ke depan, kami berharap penerimaan negara dari Pertamina meningkat sekaligus beban operasional yang diterima dari penugasan negara menurun. Dengan demikian, Pertamina tetap bisa menyalurkan BBM bersubdisi, tetapi mampu berkompetisi secara komersial dengan pemain lainnya,” kata Eddy.
Pertamina juga melaporkan capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk operasi hulu-hilir yang sebesar 57 persen atau lebih tinggi daripada target sebesar 30 persen. Jumlah tenaga kerja langsung di Pertamina sebanyak 1,2 juta orang dan serapan tenaga kerja tidak langsung 20 juta orang.
Jumlah tenaga kerja langsung di Pertamina sebanyak 1,2 juta orang dan serapan tenaga kerja tidak langsung 20 juta orang.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, TKDN sebesar 57 persen umumnya sulit untuk dicapai oleh perusahaan hulu migas. ”Bisnis migas biasanya mengimpor barang modal. Oleh sebab itu, TKDN sebesar 57 persen merupakan pencapaian yang bagus karena menandakan orientasi Pertamina tak hanya bisnis, tetapi menggerakkan perekonomian nasional yang berdampak ganda secara domestik,” katanya.
Meskipun demikian, imbuh Komaidi, Pertamina sebaiknya tak hanya berfokus pada angka pencapaian TKDN, tetapi juga standar kualitasnya. Standar minimal komponen-komponen yang digunakan dalam lini usaha Pertamina dari hulu ke hilir tetap harus dipenuhi dengan kualitas yang terjaga.