Restrukturisasi Utang Topang Transformasi PTPN Group dan Waskita Karya
PTPN Group telah merampungkan kesepakatan restrukturisasi utang senilai Rp 41 triliun. Sementara itu, Waskita Karya menandatangani kesepakatan restrukturisasi utang senilai Rp 21,9 triliun dengan tujuh kreditor.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Restrukturisasi utang menopang transformasi dan kinerja PT Perkebunan Nusantara atau PTPN Group dan PT Waskita Karya Persero Tbk. Seiring dengan hal itu, kedua perusahaan milik negara ini berkomitmen melanjutkan transformasi bisnis yang berorientasi pada pertumbuhan berkelanjutan.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Abdul Ghani, Kamis (26/8/2021), mengatakan, PTPN Group telah merampungkan kesepakatan restrukturisasi utang senilai Rp 41 triliun melalui penandatanganan amendemen perjanjian pinjaman dengan 39 kreditor pada 19 April 2021. Hal ini turut menopang kinerja perusahaan.
Laba bersih PTPN Group pada triwulan I-2021 tumbuh 227,81 persen secara tahunan menjadi Rp 1,45 triliun. Tahun lalu, PTPN Group merugi Rp 1,1 triliun. Selain itu, pendapatan (revenue) perseroan tumbuh 36,37 persen menjadi Rp 21,26 triliun dibandingkan capaian tahun lalu.
Pendapatan itu juga sudah mencapai 120,34 persen dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2021. Kenaikan pendapatan tersebut turut berpengaruh pada kenaikan margin pendapatan sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) sebesar 245,34 persen menjadi Rp 5,46 triliun.
”Kinerja yang positif ini tidak tidak terlepas dari restrukturisasi kredit, peningkatan produksi dan produktivitas, serta peningkatan nilai tambah produk melalui hilirisasi,” ujar Ghani melalui siaran pers.
Kinerja yang positif ini tidak tidak terlepas dari restrukturisasi kredit, peningkatan produksi dan produktivitas, serta peningkatan nilai tambah produk melalui hilirisasi.
Menurut Ghani, produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) PTPN Group per Juni 2021 tumbuh 19 persen secara tahunan. Beban biaya produksi juga telah turun sebesar 14 persen. Hal itu turut mendongkrak upaya perseroan memasuki lini bisnis industri hilir CPO, yaitu minyak goreng.
Pada 17 Agustus 2021, PTPN Group semakin memperkuat brand (merek) di pasar ritel dengan meluncurkan produk nasional Nusakita. Produk-produk yang menyandang brand tersebut antara lain minyak goreng, gula pasir, teh, dan kopi.
”Hal ini juga dalam rangka memenuhi ketersediaan bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat dengan harga yang terjangkau dan berkualitas premium,” ujarnya.
PTPN Group atau Holding Perkebunan Nusantara ini terdiri atas 13 perusahaan dengan PTPN III sebagai perusahaan induk. Perusahaan-perusahaan itu antara lain PTPN I hingga PTPN XIV; perusahaan di bidang pemasaran produk perkebunan, PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT KPBN); serta perusahaan di bidang riset dan pengembangan komoditas perkebunan, PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN).
Produk komoditasnya mencakup kelapa sawit, karet, tebu, teh, kopi, tembakau, dan kakao serta beragam produk hilir. Per 21 Juni 2021, PTPN memiliki areal tanaman kelapa sawit seluas 463.000 hektar (ha), karet 160.000 ha, teh 29,5 ha, dan tebu 35,2 ha.
Pada 25 Agustus 2021, Waskita Karya telah menyepakati perjanjian restrukturisasi induk atau master restructuring agreement (MRA) dengan tujuh kreditor untuk merestrukturisasi utang senilai Rp 21,9 triliun. Nilai tersebut merupakan 75 persen dari total utang Waskita yang akan direstrukturisasi.
Ketujuh kreditor itu adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk, PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, dan Bank DKI.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo berharap, dengan perjanjian restrukturisasi itu, BUMN yang bergerak di sektor infrastuktur ini dapat memulihkan kondisi keuangan perusahaan. Restrukturisasi ini juga perlu diikuti dengan perbaikan fundamental perusahaan dengan melakukan transformasi bisnis yang berorientasi pada pertumbuhan berkelanjutan.
”Momentum penting ini diharapkan tidak hanya mempercepat pemulihan perusahaan, tapi juga bisa mendorong Waskita semakin berkontribusi positif pada perekonomian nasional yang tengah berusaha bangkit dari dampak pandemi Covid-19,” kata Kartika dalam siaran pers.
Momentum penting ini diharapkan tidak hanya mempercepat pemulihan perusahaan, tapi juga bisa mendorong Waskita semakin berkontribusi positif pada perekonomian nasional yang tengah berusaha bangkit dari dampak pandemi Covid-19.
Sebelumnya, dalam rapat kerja Kementerian BUMN dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat secara virtual di Jakarta, 8 Juli 2021, terungkap, Waskita termasuk dalam empat BUMN yang berstatus tidak sehat. Kartika menjelaskan, kondisi keuangan Waskita Karya saat ini tertekan lantaran mengambil alih proyek-proyek pembangunan jalan tol yang tidak kelar digarap swasta pada 2015-2016.
Hal ini menyebabkan utang Waskita Karya membengkak menjadi Rp 64,942 triliun dan pendapatannya tergerus sebesar 48,42 persen pada 2020. Oleh karena itu, pemerintah akan mengusulkan skema restrukturisasi menyeluruh terhadap Waskita Karya dengan dana yang dibutuhkan sebesar Rp 22,9 triliun.
”Sebesar Rp 15 triliun untuk penjaminan penyelesaian proyek-proyek yang sudah ada dan Rp 7,9 triliun untuk memperkuat permodalan yang sebelumnya banyak terserap lantaran mengambil alih proyek-proyek pembangunan jalan tol,” kata Kartika (Kompas, 9 Juli 2021).