Dari 192 sumur, hari ini baru sekitar 100 sumur yang bisa dibor. Padahal, waktu alih kelola tinggal sekitar dua minggu.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
SUMBER: PERTAMINA
Kegiatan hulu migas PHE Offshore North West Java di laut lepas bagian utara Jawa Barat, Jumat (10/4/2020). Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini memilih tetap beroperasi di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung.
JAKARTA, KOMPAS — Produksi minyak dari Blok Rokan di Riau berpotensi merosot menjelang alih kelola dari PT Chevron Pasific Indonesia ke PT Pertamina (Persero) mulai 9 Agustus 2021. Penyebabnya adalah dari 192 sumur yang harus dibor, sejauh ini baru tercapai sekitar 100 sumur. Kontribusi Blok Rokan sangat penting bagi produksi minyak di Indonesia.
Menurut Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman, penyebab belum optimalnya pengeboran adalah terhambatnya pengadaan rig. Dibutuhkan 18 rig untuk mengebor 192 sumur tersebut. Dari pengadaan 10 rig hingga periode Juni-Juli, baru terealisasi enam rig.
”Hari ini baru sekitar 100 sumur yang bisa dibor. Waktu (alih kelola) tinggal sekitar dua minggu. Mungkin (realisasinya) tak sampai 100 persen, namun lebih baik dari pada tidak sama sekali,” kata Fatar dalam webinar bertajuk ”Menjaga Keandalan Operasi Wilayah Kerja Rokan” yang diadakan Energy and Mining Editor Society, Kamis (22/7/2021).
Fatar menambahkan, aktivitas pengeboran sumur merupakan bagian dari pokok-pokok perjanjian (head of agreement/HoA) antara SKK Migas dan Chevron pada September 2020. Perjanjian itu mencakup pula kegiatan pengeboran dan pengembalian biaya investasi pada akhir masa kontrak kerja sama Blok Rokan serta biaya pencadangan kegiatan pascaoperasi dan pemulihan lingkungan atau dikenal dengan abandonment and site restoration (ASR).
Dibutuhkan 18 rig untuk mengebor 192 sumur tersebut. Dari pengadaan 10 rig hingga periode Juni-Juli, baru terealisasi enam rig.
”Padahal, pengeboran sumur berperan strategis dalam menjaga posisi produksi Blok Rokan saat dikelola Pertamina di kisaran 190.000 barel per hari. Sebagai jalan tengah, terdapat program pengeboran terintegrasi antara Chevron dan Pertamina,” ucap Fatar.
Dalam skema integrasi ini, Chevron menyerahkan seluruh material pengeboran sumur yang telah dibeli kepada PT Pertamina Hulu Rokan, anak usaha Pertamina yang akan mengelola Blok Rokan. Setelah itu, Pertamina Hulu Rokan yang akan melanjutkan pengeboran. Dampak dari skema ini adalah bakal ada penundaan produksi.
Untuk mengantisipasi dampak tak tercapainya target pengeboran sumur, Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin mengatakan, pihaknya tengah memperkirakan jumlah sumur potensial yang bisa diselesaikan pengeborannya berdasarkan analisis teknis. Pihaknya juga sedang berkoordinasi dengan SKK Migas untuk pengeboran sumur yang tak terealisasi oleh Chevron agar dapat diselesaikan pada Desember 2021.
”Secara keseluruhan, perseroan menyiapkan sumber daya untuk pengeboran 161 sumur. Untuk pengeboran sebanyak itu, terdapat 16 atau 17 rig yang harus disediakan,” ujar Jaffee.
SKK Migas mencatat, kontribusi produksi minyak Blok Rokan mulai dari 1951 hingga Agustus 2021 diperkirakan mencapai 11,69 miliar barel. Jumlah itu setara dengan 46 persen produksi minyak nasional. Berdasarkan data yang dihimpun dari Pertamina Hulu Rokan, produksi minyak Blok Rokan ada di kisaran 170.000 barel per hari dengan potensi cadangan diperkirakan sebanyak 329 juta barel.
Dalam skema integrasi ini, Chevron menyerahkan seluruh material pengeboran sumur yang telah dibeli kepada PT Pertamina Hulu Rokan, anak usaha Pertamina yang akan mengelola Blok Rokan.
Suasana stan pameran milik Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada Konvensi dan Pameran Asosiasi Perminyakan Indonesia Ke-43, Rabu (4/9/2019), di Jakarta.
Untuk mengoptimalkan produksi minyak Blok Rokan, diperlukan metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR). EOR dengan penyuntikan bahan kimia diperkirakan dapat menaikkan produksi minyak Blok Rokan hingga 50 persen. Namun, rencana penerapan EOR di Blok Rokan belum tuntas.
”Dalam pengembangan EOR di Blok Rokan, kami sedang mencari teknologi yang tepat yang dapat mempercepat (peningkatan) produksi,” kata Jaffee.
Produksi Blok Rokan pernah mencapai puncaknya, yakni 1,2 juta barel per hari pada 1980-an, tetapi produksinya terus menyusut. Mulai 9 Agustus 2021, Pertamina mengelola penuh blok kaya minyak tersebut. Pada 31 Juli 2018, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar, ketika itu, mengumumkan keputusan penyerahan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina.