Implementasi ”Holding” BUMN Pariwisata Perlu Dikawal
Pemerintah berharap keberadaan ”holding” badan usaha milik negara bidang pariwisata dan pendukungnya bisa membantu pengembangan ekosistem industri pariwisata. Namun, keberadaannya dinilai perlu dikawal bersama.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan bahwa holding badan usaha milik negara pariwisata dan pendukungnya, yakni PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero), dibutuhkan untuk membantu pengembangan ekosistem industri pariwisata. Langkah itu dinilai perlu dikawal agar keberadaannya mampu meningkatkan kinerja industri pariwisata.
Sebelumnya, dalam rapat kerja Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Komisi VI DPR, Kamis (8/7/2021), Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Kementerian BUMN telah memutuskan untuk mengubah nama PT Survei Udara Penas (Persero) atau Penas menjadi PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau Aviata.
Perubahan itu menyesuaikan kebijakan pemerintah terkait holding BUMN pariwisata dan pendukungnya. Dalam kebijakan itu, Aviata menjadi induk perusahaan.
Pemerintah telah menerbitkan peraturan pemerintah terkait perubahan nama serta fungsi Penas. Proses inbreng perusahaan-perusahaan ke dalam Penas sedang dilakukan dan pemerintah menurut rencana akan meluncurkan nama baru itu pada akhir Juli 2021.
Pembentukan holding BUMN pariwisata dan pendukungnya memiliki tahapan rencana penataan dan pengembangan portofolio. Tahap pertama mencakup PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Hotel Indonesia Natour (Persero), PT Sarinah (Persero), serta PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Persero).
Tahap rencana penataan dan pengembangan kedua menyasar Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Tahapan ketiga menyasar PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, tetapi menunggu restrukturisasinya selesai.
Kartika menyebutkan, semuanya itu membutuhkan pendanaan berupa penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 9,318 triliun tahun depan. Dana sebesar itu menurut rencana menjadi sumber utama permodalan dan akan dipakai untuk mempermudah restrukturisasi, pengembangan infrastruktur pariwisata dan aviasi, serta penyelesaian proyek kawasan ekonomi khusus (KEK).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno, di sela-sela temu media, Senin (12/7/2021), di Jakarta, mengatakan, pihaknya memberikan dukungan penuh terhadap Aviata. Dia menilai, holding BUMN pariwisata dan pendukungnya ini sebagai langkah sinergi yang positif.
Sandiaga menyatakan telah memberikan masukan kepada Kementerian BUMN. Menurut dia, Aviata perlu dipandang sebagai langkah strategis untuk memetakan segala kebutuhan pariwisata berkualitas yang menjunjung lingkungan berkelanjutan sesuai dengan tren pariwisata pascapandemi Covid-19.
”Perusahaan-perusahaan pelat merah yang inbreng membawa mahadata yang berkaitan dengan pergerakan ataupun kunjungan wisatawan. Kami berharap agar keberadaan holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu menghasilkan satu platform yang terintegrasi sehingga nantinya bisa dipakai merumuskan kebijakan yang sinkron dengan kebutuhan industri pariwisata. Misalnya, pariwisata berkualitas dengan menjunjung tinggi lingkungan berkelanjutan,” tuturnya.
Sandiaga juga menyebutkan, holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu bisa ambil bagian memetakan kebutuhan destinasi pariwisata yang belum pernah terpetakan. Satu platform terintegrasi dari holding BUMN diharapkan memanfaatkan teknologi mahadata, kecerdasan buatan, dan mesin pembelajaran agar memudahkan kinerja pemetaan itu.
Holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu bisa ambil bagian memetakan kebutuhan destinasi pariwisata yang belum pernah terpetakan.
”Data pergerakan wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, perlu dikembangkan. Kami siap berkolaborasi. Kalau tata kelolanya baik, eksekusi kerja baik, holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu dapat berkontribusi lebih luas ke perekonomian,” katanya.
Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (Persero) Iswandi Said, secara terpisah, mengatakan, Hotel Indonesia Natour ikut dalam holding BUMN pariwisata dan pendukungnya untuk turut berperan mentransformasikan manajemen pariwisata yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pelat merah lainnya yang ikut inbreng. Hotel Indonesia Natour juga ikut mengembangkan demand creation, seperti paket-paket wisata Indonesia agar laku di pasar luar negeri.
”Kalau selama ini, perusahaan-perusahaan yang inbreng jalan sendiri-sendiri untuk urusan pariwisata. Padahal, pemerintah sudah punya kebijakan sepuluh destinasi prioritas dan lima destinasi superprioritas. Dengan masuk ke holding, pemetaan sampai pembuatan produk pariwisata, sebutlah bundling, jadi mudah dan diharapkan bisa menarik wisatawan kelak,” ujarnya.
Dengan kolaborasi dalam satu holding, Iswandi menyebut pengembangan infrastruktur transportasi, seperti bandara di bawah Angkasa Pura, diharapkan bisa mudah disinergikan. Oleh karena itu, keberadaan holding BUMN pariwisata dan pendukungnya dengan Aviata sebagai induknya akan berlangsung jangka panjang.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, saat dihubungi terpisah, memandang pentingnya masyarakat menelaah mendalam urgensi sampai pendanaan untuk holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu. Sebagai gambaran, pemerintah menyebut pendanaan mengandalkan sumber utama dari PNM. Dia menyayangkan pemerintah tidak membeberkan cara pendanaan lainnya.
Kemudian, jika pemerintah menginginkan agar holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu bisa membantu meningkatkan kinerja industri pariwisata, Andry menyangsikan kondisi pandemi Covid-19 sudah reda pada 2022. Sebab, hingga pertengahan tahun 2021, pandemi Covid-19 diperkirakan belum kunjung dapat dikendalikan di Indonesia.
Sebanyak 67 persen dari Rp 9,318 triliun PNM yang diajukan Kementerian BUMN diperuntukkan kebutuhan aviasi (penerbangan). Sementara rencana alokasi anggaran untuk penguatan destinasi pariwisata sebesar Rp 1,8 triliun dan UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif untuk ekspor hanya Rp 100 miliar.
”Saya rasa memang penguatan modal dan pengembangan infrastruktur aviasi, baik bandara maupun maskapai perlu diperjelas tujuannya. Pemerintah juga perlu memperjelas, letak permasalahan ekosistem industri pariwisata ada di mana, apakah layanan penerbangan atau jasa usaha pariwisata?” tanya Andry.
Pemerintah juga perlu memperjelas, letak permasalahan ekosistem industri pariwisata ada di mana, apakah layanan penerbangan atau jasa usaha pariwisata.
Terkait PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, lanjutnya, pemerintah sebaiknya menyelesaikan terlebih dulu proses restrukturisasi perusahaan itu. Tujuannya agar tidak memengaruhi kinerja BUMN lainnya yang tergabung dalam holding BUMN pariwisata dan pendukungnya.
Tahun lalu, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menerima dana talangan Rp 8,5 triliun melalui skema Mandatory Convertible Bond. Pemerintah belum menjelaskan apakah di antara PNM untuk holding BUMN pariwisata dan pendukungnya itu juga diperuntukkan bagi Garuda Indonesia.
”Kalau memang tetap menerima bantuan dari pemerintah, mau sampai kapan Garuda Indonesia dibantu terus oleh pemerintah?” ujar Andry.