Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan pengangguran dan terbatasnya aktivitas dunia kerja mengharuskan tenaga kerja untuk tetap mengasah keterampilan yang dimilikinya. Antisipasi apabila dunia kerja kembali pulih.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Lebih dari setahun pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. Dunia tenaga kerja berubah total. Ada yang terpaksa mengalami pemutusan hubungan kerja. Kini, ketika vaksinasi mulai gencar, harapan pembukaan kembali lapangan kerja mulai muncul. Akan tetapi, bagaimana dengan keterampilan dan kemampuan mereka yang telah berbulan-bulan tak terasah?
Di Amerika Serikat, selama pandemi jumlah pengangguran meningkat dari satu juta menjadi empat juta orang. Di Indonesia proporsinya meningkat dari 4,9 persen menjadi 7 persen dari angkatan kerja. Pandemi telah membuat berantakan dunia kerja. Upaya pengurangan pengangguran selama ini menjadi sia-sia ketika pandemi melanda. Pemerintah di berbagai negara menghadapi masalah pengangguran itu dan memberi stimulus agar tak muncul masalah sosial.
Harapan pembukaan lapangan pekerjaan mulai muncul di berbagai negara setelah mereka gencar melakukan vaksinasi. Pembukaan tempat usaha mulai dilakukan. Pekerja pun mulai berharap akan kembali mendapatkan pekerjaan. Namun, semua proses itu tidak mudah. Tidak semuanya bisa dilakukan dalam waktu singkat. Semua proses seperti mulai dari nol, butuh persiapan hingga kemudian bisa kembali normal.
Salah satu pertanyaan yang muncul di dalam dunia bisnis belakangan ini adalah soal kemampuan para staf mereka yang ”libur” lebih dari setahun. Mereka melihat keterampilan dan kemampuan karyawannya, seperti keterampilan komputer, tidak akan sama dengan ketika awal pandemi. Jika mereka meminta kembali karyawan ke kantor pun, ada masalah yang harus diselesaikan. Belum lagi pandemi telah mengubah banyak hal sehingga keterampilan dan adaptasi baru sangat dibutuhkan.
Salah satu pertanyaan yang muncul di dalam dunia bisnis belakangan ini adalah soal kemampuan para staf mereka yang libur lebih dari setahun.
Situasi ini yang oleh seorang praktisi bernama Kelly Palmer di dalam salah satu tulisannya di MIT Sloan Management Review disebut sebagai defisit keterampilan. Defisit muncul karena karyawan telah ”meliburkan diri” dengan menjauh dari aktivitas-aktivitas bisnis. Ekonom Lisa Cook dari Michigan State University menyebutnya sebagai atrofi keterampilan atau kehilangan sejumlah keterampilan yang ada pada dirinya.
Mereka yang menganggur terlalu lama akan kehilangan keterampilannya dan masalah makin berat karena tantangan dunia kerja baru makin berkembang sehingga keterampilan lama bisa menjadi kuno. Keterampilan lama kadang juga sudah tidak cocok lagi dengan situasi kerja baru. Situasi ini membuat frustrasi, baik para pebisnis maupun karyawan itu sendiri.
Fenomena seperti ini telah muncul di dalam beberapa kali krisis di berbagai negara. Setiap krisis selalu menelan korban. Pada 1998, di Indonesia terjadi krisis ekonomi. Krisis ini menyebabkan sejumlah orang menjadi korban PHK. Tidak sedikit di antara mereka yang pulang ke kampung halaman dengan berbagai alasan.
Ketika kembali hendak bekerja di kota-kota besar, mereka menghadapi kenyataan kompetisi yang makin ketat dan berbagai keterampilan baru bermunculan. Tak sedikit di antara mereka yang putus asa dan tidak kembali ke dunia kerja. Di Australia, laman The Sydney Morning Herald pada 2013 melaporkan, ada karyawan yang terpaksa menurunkan penawaran mereka hingga dua kali di bawah kemampuan mereka di dunia kerja.
Mereka yang menganggur terlalu lama akan kehilangan keterampilannya dan masalah makin berat karena tantangan dunia kerja baru makin berkembang sehingga keterampilan lama bisa menjadi kuno.
Hingga saat ini belum ada pengukuran tentang nilai dari kehilangan keterampilan itu akibat pandemi yang telah berlangsung lebih dari setahun. Kesulitan juga muncul untuk menghitung dampak dari kehilangan keterampilan ini. Banyak variabel yang harus diperhatikan, seperti jenis pekerjaan, jenis keterampilan, dan lama mereka meninggalkan kantor. Sampai sejauh ini tidak banyak riset tentang masalah ini.
Beberapa ahli telah menangkap masalah ini dan telah memberikan sejumlah saran. Ketika karyawan mengalami PHK sehingga mereka jauh dari dunia kerja, ada beberapa yang bisa dilakukan. Di Amerika Serikat, mereka yang tidak bekerja di atas 27 pekan secara terus-menerus dimasukkan ke dalam golongan pengangguran jangka panjang sehingga membutuhkan penanganan, baik oleh pemerintah maupun oleh mereka sendiri.
Ahli bernama Kim Drew di laman Builtin mengatakan, persoalan terbesar adalah mereka terlepas dari jaringan dan keterampilan inti mereka. Oleh karena itu, mereka harus berupaya berada di dalam jaringan dan terus mengasah keterampilan. Kim menyarankan, akibat aktivitas fisik sangat terbatas, oleh karena itu, mereka harus bisa memanfaatkan internet untuk menjaga agar tetap berada di dalam jaringan profesional.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh mereka yang mengalami PHK atau pemutusan sementara karena pandemi adalah terbuka kepada orang lain tentang masalah yang dihadapi. Semakin cepat mereka membuka diri kepada teman dan juga koleganya, makin banyak orang yang bisa membantu dan mempertemukan mereka dengan orang yang mungkin membutuhkan keterampilan kita.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh mereka yang mengalami PHK atau pemutusan sementara karena pandemi adalah terbuka kepada orang lain tentang masalah yang dihadapi.
Akan tetapi, jaringan saja tidak cukup. Internet memungkinkan kita belajar mandiri dan mencari informasi sebanyak mungkin. Oleh karena itu, setiap saat kita harus menyegarkan keterampilan dengan melakukan pembaruan informasi dari internet. Kita juga harus mengetahui inovasi terbaru di bidang yang tengah kita tekuni. Ketika kemudian ada orang yang cocok dengan kita dan hendak merekrut kita, maka kita sudah memiliki keterampilan yang sesuai dengan perkembangan bisnis dan keadaan.
Di tengah perkembangan ekonomi digital, kecepatan kita memperbarui keterampilan akan sangat menentukan. Keterampilan di dunia ekonomi digital berubah sangat cepat karena perubahan teknologi digital juga sangat cepat. Kita harus terus mengikutinya agar kita makin kompetitif sekalipun kita berada di luar dunia kerja. Semua yang kita lakukan secara mandiri akan membawa kita melampaui sesuatu yang kita bayangkan dan tentu menyelesaikan ancaman defisit keterampilan.