Kementerian Investasi Diharapkan Tingkatkan Investasi dan Serapan Tenaga Kerja
Sejumlah kalangan berharap Kementerian Investasi dapat mendorong peningkatan kinerja investasi dan serapan tenaga kerja di Indonesia.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kalangan berharap Kementerian Investasi dapat mendorong kinerja investasi dan serapan tenaga kerja di Indonesia. Peningkatan investasi, baik berupa investasi langsung maupun tidak langsung, bernilai penting karena merupakan salah satu penopang perekonomian nasional.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani, Rabu (28/4/2021), mengatakan, investasi merupakan salah satu tulang punggung ekonomi yang berkontribusi besar, yakni sekitar 31 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan adanya perubahan nomenklatur Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi, investasi di Indonesia bisa tumbuh signifikan, terutama investasi langsung asing (FDI).
Dalam 10 tahun terakhir ini, peningkatan lebih banyak terjadi di sisi investasi dalam negeri. Investasi dari luar negeri juga meningkat, tetapi tidak sebanyak peningkatan investasi dalam negeri.
”Tahun lalu, investasi dalam negeri meningkat, tetapi investasi luar negeri menurun. Kementerian Investasi diharapkan lebih menyuarakan hal-hal positif yang dilakukan dalam rangka meningkatkan masuknya investasi berkualitas ke Indonesia,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja dan berbagai kebijakan terkait kemudahan berinvestasi perlu terus disosialisasikan di luar negeri. Kementerian Investasi juga mesti aktif menyerap aspirasi dari calon investor luar negeri terkait hal-hal yang masih perlu ditingkatkan.
Menurut Rosan, keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan berbagai kebijakan terkait kemudahan berinvestasi perlu terus disosialisasikan di luar negeri. Kementerian Investasi juga mesti aktif menyerap aspirasi dari calon investor luar negeri terkait hal-hal yang masih perlu ditingkatkan.
Apalagi saat ini Indonesia juga harus berkompetisi dengan negara lain yang ingin menarik investor menanamkan modal di negaranya. Negara-negara kompetitor tersebut juga terus mereformasi kebijakan dan aktif menarik investor asing.
”Oleh karena itu, kita harus seimbang. Investasi dalam negeri sudah meningkat, tapi investasi asing, baik investasi langsung maupun investasi tidak langsung, juga harus ditingkatkan. Investasi tidak langsung adalah investasi yang sifatnya portofolio, investasi melalui lembaga pengelola investasi, dan investasi melalui pendanaan-pendanaan dari luar negeri,”tuturnya.
Pada Rabu sore, BKPM kini resmi mengalami perubahan nomenklatur menjadi Kementerian Investasi. Atas perubahan nomenklatur tersebut, Presiden Joko Widodo melantik Bahlil Lahadalia menjadi Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai, keberadaan Kementerian Investasi adalah hal bagus karena meningkatkan kewenangan atau otoritas dibandingkan sebatas berupa badan. Selama ini, dalam status badan, koordinasi tidak berjalan optimal.
”Bicara investasi itu lintas sektor, lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Masing-masing pihak itu tentu punya ego sektoral. Dengan adanya peningkatan kewenangan melalui nomenklatur baru ini, kami berharap koordinasi tersebut akan lebih efektif,” ujarnya.
Menurut Hariyadi, Kementerian Investasi juga bukan hanya mengurus investor atau calon-calon investor. Kementerian Investasi juga mesti mampu menjaga agar investor lama yang sudah menanamkan modalnya puas. Kepuasan investor lama ini akan memberi citra positif dalam upaya menarik minat calon investor agar akhirnya mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, peningkatan suatu badan ke level kementerian menunjukkan prioritas. Ketika pemerintah memandang investasi memang sebuah hal yang perlu diprioritaskan, tentu ada tugas, wewenang, dan tanggung jawab tambahan.
Ia mencontohkan, ketika masih dalam bentuk badan, misalnya, tidak ada kewenangan untuk membuat regulasi ataupun deregulasi. Ketika jadi kementerian, kewenangan itu bisa dilakukan.
Kewenangan berikutnya menyangkut koordinasi yang merupakan masalah besar di investasi. Terkait hal tersebut, perlu ada sinkronisasi untuk mengorkestrasi semua kebijakan lintas kementerian sehingga mengalir pada investasi yang lebih besar.
”Demikian pula permasalahan terkait sinkronisasi atau harmonisasi antara pusat dan daerah yang mungkin tidak dapat diatasi oleh BKPM diharapkan dapat diselesaikan oleh Kementerian Investasi,” ujarnya.
Menurut Faisal, investasi diperlukan karena merupakan kontributor terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga terhadap PDB Indonesia. Namun, hingga triwulan I-2021, kontributor utama pertumbuhan ekonomi tersebut masih belum nendang kendati mobilitas sudah meningkat.
Investasi juga diandalkan untuk menciptakan lapangan kerja. Hal ini dibutuhkan karena di masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan tingkat pengangguran terbuka dari 5 persen menjadi 7 persen.
Selain itu, investasi juga diandalkan untuk menciptakan lapangan kerja. Hal ini dibutuhkan karena di masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan tingkat pengangguran terbuka dari 5 persen menjadi 7 persen.
”Penciptaan lapangan kerja untuk menyerap penganggur tidak semudah menekan angka kemiskinan dengan bantuan sosial. Jadi, harus ada terobosan-terobosan dalam penciptaan lapangan kerja yang salah satunya diharapkan dari investasi,” katanya.
Sehubungan dengan hal itu, lanjut Faisal, nantinya perlu ada evaluasi apakah ada percepatan investasi dan perubahan tren serapan tenaga kerja dari tiap investasi yang masuk ke Indonesia. Hal ini adalah tugas berat Kementerian Investasi. Keputusan membuat Kementerian Investasi adalah relevan, tetapi harus diuji.