Selain mengurangi ketergantungan impor BBM, kendaraan listrik juga mendukung target pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca. Ekosistem kendaraan listrik Indonesia harus diciptakan dari sekarang.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), di Indonesia diharapkan sudah beredar 2.200 unit kendaraan roda empat listrik atau hibrida dan 2,1 juta unit kendaraan roda dua atau sepeda motor pada 2025. Bisakah kendaraan listrik menggantikan kendaraan berbahan bakar minyak?
Tenaga listrik diharapkan bisa mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang sekitar 55 persen di antaranya masih diimpor. Impor BBM kerap menjadi biang kerok defisit neraca perdagangan Indonesia. Pemanfaatan tenaga listrik pada mesin kendaraan disebut lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi.
Pada 2018-2019, konsumsi BBM di Indonesia berkisar 75 juta kiloliter. Tidak semuanya diserap sektor transportasi, tetapi juga diserap sektor industri, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta kebutuhan operasional alat berat di pertambangan. Di sektor transportasi Indonesia, 60 persen pencemaran udara disebabkan asap knalpot kendaraan.
Di sektor transportasi Indonesia, 60 persen pencemaran udara disebabkan oleh asap knalpot kendaraan.
Kendaraan listrik tak mengeluarkan asap dari gas buang. Selain dipandang lebih ramah lingkungan, kendaraan listrik juga bisa mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor BBM. Strategi ini diharapkan bisa membuat neraca perdagangan menjadi lebih sehat melalui pengurangan impor.
Pertanyaannya, bagaimana caranya agar kendaraan listrik bisa dominan di jalanan di Indonesia? Tak mudah menggusur ribuan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) yang sudah beroperasi puluhan tahun. Sifat BBM yang bisa dikemas dan dipindahkan mempunyai keunggulan tersendiri. Begitu pula jumlah kendaraan berbahan bakar BBM di Indonesia yang saat ini lebih dari 140 juta unit!
Oleh karena itu, untuk mendorong optimalisasi kendaraan listrik di Indonesia, stasiun pengisian tenaga listriknya mesti diperbanyak. Selain itu, ide kendaraan listrik berbasis baterai bisa menjawab masalah keandalan apabila dibandingkan dengan BBM yang bisa dikemas dan diangkut. Apabila daya listrik baterai kendaraan habis, konsumen tinggal mendatangi stasiun penukaran baterai, atau mungkin juga di toko ritel, layaknya konsumen menukarkan tabung elpiji kosong dengan yang berisi. Konsumen hanya membayar isinya.
Seiring dengan target kendaraan listrik yang tercantum dalam dokumen RUEN di 2025, pemerintah juga menargetkan terbangun stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di 2.400 titik di Indonesia. Selain itu, untuk memfasilitasi penukaran baterai kendaraan, ditargetkan telah terbangun stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) sebanyak 10.000 titik. Target SPBKLU tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah SPBU yang ada saat ini.
Untuk memfasilitasi penukaran baterai kendaraan, ditargetkan telah terbangun stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) sebanyak 10.000 titik.
Selain memperkuat infrastruktur, pemerintah sebaiknya memberi kemudahan bagi konsumen untuk memiliki kendaraan listrik agar pertumbuhan kendaraan listrik meningkat pesat. Insentif tersebut dapat berupa keringanan pajak kendaraan. Sebaliknya, kendaraan berbahan bakar minyak diberi disinsentif atau dikenakan pajak karbon. Bukankah pemakaian kendaraan listrik yang tak menghasilkan emisi turut mendukung target pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca?
Indonesia memang belum terlihat agresif dalam mengembangkan kendaraan listrik. Sejumlah negara maju sudah terang-terangan menghentikan penjualan kendaraan berbahan bakar minyak. Dalam beberapa laporan media, Norwegia dan Belanda hanya akan menjual kendaraan listrik mulai 2025. Jerman dan India melakukan hal yang sama mulai 2030. Demikian pula produsen kendaraan di Swedia yang hanya akan memproduksi kendaraan listrik pada 2030. Sementara, Inggris melarang penjualan kendaraan nonlistrik setelah 2030.
Untuk mewujudkan jumlah kendaraan listrik sebanyak kendaraan berbahan bakar minyak membutuhkan kerja sama seluruh pemangku kepentingan dari hulu sampai hilir. Indonesia bisa meniru negara lain dalam mendorong pengembangan kendaraan listrik. Selain menerapkan pembatasan penjualan kendaraan berbahan bakar minyak, mereka memberikan insentif untuk pengembangan kendaraan listrik dari hulu ke hilir, serta memperkuat infrastruktur.
Hal lain yang tak kalah penting adalah sosialisasi yang gencar oleh pemerintah kepada publik tentang manfaat memakai kendaraan listrik. Publik sebaiknya diberi akses yang luas untuk belajar dan tahu seluk-beluk kendaraan listrik tersebut. Ekosistemnya harus benar-benar diciptakan dari sekarang.