Menjaga Kereta Komuter Tetap Melaju
Meskipun ada banyak kritik atas operasional KRL selama pandemi, sebagian kalangan menjadikan beroperasinya KRL sebagai tanda ekonomi Indonesia masih jalan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2Fb39b2ff1-2b88-4d5d-99e3-4ffb22c3557e_jpeg.jpg)
Wiwik Widayanti, Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia.
Pandemi tidak menghentikan laju kereta komuter. Di tengah kondisi pengguna yang sempat anjlok hingga 80 persen di masa pandemi Covid-19, kerumitan pelayanan justru meningkat. Sebagai Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia, Wiwik Widayanti (57) mengomandoi satu per satu perbaikan pelayanan sebagai respons kebutuhan pengguna di tengah situasi tak menentu ini.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Wiwik Widayanti yang menjabat pucuk pimpinan PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) sejak 16 April 2018, pada Selasa (16/3/2021).
Bagaimana operasional KRL di masa pandemi?
Di awal pandemi, kami hampir setiap hari rapat dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Satgas Covid-19 dalam rangka mengawal yang terbaik untuk pengangkutan orang dan masyarakat di masa pandemi. Enam bulan pertama kami lakukan penyesuaian. Ada banyak masalah, seperti kepadatan penumpang di stasiun dan kereta, lalu kami perbaiki. Sampai sekarang, perbaikan terus kami lakukan.
Mungkin hanya di Indonesia, orang mau naik kereta komuter harus berbaris masuk stasiun. Hal ini untuk mengurangi kepadatan di peron. Sampai sekarang belum semua orang menaati aturan-aturan itu. Kalau kereta yang datang sudah penuh, tetap saja ada yang memaksa masuk. Semua alasannya mengejar jam kerja.
Di sisi lain, sebagian penumpang juga terbiasa dengan pengaturan di stasiun. Malah mereka bilang kalau ada garis marka yang hilang di stasiun ini-itu. Sekarang sudah ada perubahan di masyarakat untuk lebih tertib.
Banyak hal berubah di masa pandemi. Kebijakan menggunakan masker berubah beberapa kali. Pertama, masker diwajibkan hanya untuk yang sakit. Akhirnya, semua orang wajib pakai masker. Awalnya semua jenis masker boleh dipakai. Lalu, KCI yang pertama melarang scuba dan buff. Kami konsultasi dengan ahli epidemiologi terkait hal ini. Semula, kebijakan ini sempat diprotes berbagai pihak. Akan tetatpi, terus kami terapkan. Akhirnya, Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan aturan soal masker ini.
Penumpang lansia dan balita juga kami atur karena mereka tergolong kelompok rentan. Lansia hanya boleh pada pukul 10.00-14.00, sedangkan anak balita tidak diperkenankan.
Untuk menerapkan pembatasan kapasitas penumpang di kereta juga tidak mudah. Kami harus memastikan jumlah penumpang di setiap kereta sesuai batas yang diperbolehkan.
Akhirnya, ada kuota per stasiun. Stasiun besar dikasih kuota lebih banyak. Sekarang kuota ini kami tinjau ulang karena penumpang di stasiun yang pada awal pandemi kosong, sudah tumbuh.
Dulu kami bisa atur karena orang belajar dan bekerja dari rumah. Sekarang bekerja dari kantor boleh 75 persen. Tempat wisata sudah mulai buka. Mal dan tempat hiburan sampai jam 21.00. Otomatis orang lebih banyak bergerak. Kami juga buat wastafel di 80 stasiun, sesuai perintah Pemprov DKI.
Setelah kereta selesai dinas, langsung disemprotkan disinfektan. Petugas kebersihan di kereta membersihkan fasilitas kereta dan stasiun, terutama di tempat yang sering dipegang orang. Prosedur standar operasi juga tersedia kalau ada penumpang yang tiba-tiba ketahuan terinfeksi Covid-19.
Sebelum pandemi, kami melayani sekitar 1 juta penumpang sehari. Di awal pandemi, sempat di bawah 200.000 penumpang sehari. Sekarang, 300.000-400.000 penumpang per hari. Meskipun jumlahnya berkurang jauh, pelayanan tetap tidak mudah karena ada banyak ketentuan yang harus kami jalani.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F20200410121059_IMG_3499_1586510910.jpg)
Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia Wiwik Widayanti saat memantau Stasiun Jakarta Kota, Jumat (10/4/2020) siang, terus mengimbau agar masyarakat tetap menerapkan pembatasan fisik ketika menggunakan kereta commuter line (KRL). Penggunaan masker pun akan diwajibkan per Minggu (12/4/2020) ini, sehingga masyarakat yang tidak menggunakan masker tidak diperbolehkan naik KRL.
Meskipun jumlahnya berkurang jauh, pelayanan tetap tidak mudah karena ada banyak ketentuan yang harus kami jalani.
Bagaimana masa depan kereta komuter? Apa memungkinkan kembali seperti dulu?
Kalau saya melihat, pandemi masih terus, tidak bisa tahun ini selesai, meskipun vaksinasi sudah dimulai. Saya belum berani memastikan kita sudah keluar dari pandemi dan kembali seperti sebelum pandemi. Normalnya seperti sekarang, pelayanan model seperti ini. Orang pergi harus memakai masker, pakai baju lengan panjang, rajin cuci tangan atau pakai penyanitasi tangan. Orang tua dan anak-anak dibatasi. Di angkutan umum sebisa mungkin tidak berbicara.
Kami masih minta ada tambahan kapasitas angkut kereta yang diperbolehkan. Saat ini, kapasitas 74 persen atau sekitar 148 orang per kereta. Sekarang belum disetujui karena penyebaran virus masih tinggi.
Bagaimana menjaga kesehatan sekitar 3.000 pekerja internal?
Kami terus mengedukasi karyawan, sosialisasi 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi). Ada juga tim Covid-19 internal yang melakukan sosialisasi dan mengawasi ketertiban pegawai. Jam kerja petugas kami atur agar mereka punya waktu istirahat yang cukup sehingga tetap sehat saat bertugas. Kalau ada pegawai yang terkena Covid-19, kami jenguk virtual untuk memberi semangat.
Baca juga : Gerak Cepat Kereta Listrik Indonesia
Bagaimana menjaga kesehatan perusahaan di tengah pemasukan yang anjlok, sedangkan pengeluaran bertambah untuk menjalankan protokol kesehatan?
Kami terapkan efisiensi. Kalau tidak langsung berhubungan dengan pelayanan, pengoperasian, dan keamanan, investasi kami tahan dulu. Kami juga minta relaksasi utang karena dana tunai kami benar-benar habis. Kami ajukan pinjaman kredit modal kerja ke bank.
Penghitungan PSO (public service obligation/subsidi) yang berubah membantu kami. Semula, PSO dihitung berdasarkan jumlah penumpang KRL. Kalau penumpang sedikit, PSO kami juga sedikit. Akan tetapi, penghitungan PSO diubah dan kebutuhan untuk protokol kesehatan juga ditanggung karena bagian dari penugasan pemerintah. Tahun ini, PSO untuk KRL dianggarkan pemerintah Rp 2,1 triliun.
Secara keseluruhan, KRL Jabodetabek mengangkut 70 persen dari total penumpang yang dilayani PT KAI. Akan tetapi, dari sisi pendapatan, sumbangannya 30 persen karena tarif yang dipatok rendah.
Dengan berbagai langkah efisiensi ini, tidak ada pengurangan pegawai. Kami bersyukur semua bisa bekerja, beraktivitas di lapangan. Meskipun ada banyak kritik atas operasional KRL selama pandemi, sebagian kalangan menjadikan beroperasinya KRL sebagai tanda ekonomi Indonesia masih jalan.
Dengan berbagai langkah efisiensi ini, tidak ada pengurangan pegawai.
Kami juga tetap terbuka menjalin kerja sama dengan pengembang seperti yang bisa kita lihat di Stasiun Cisauk dan Stasiun Metland Telagamurni. Model ini jadi model kolaborasi PT KAI dengan pemangku kepentingan lain.

Presiden Joko Widodo saat meresmikan KRL Yogyakarta-Solo di Stasiun Tugu, Yogyakarta, Senin (1/2/2021).
Setelah operasional KRL Yogyakarta-Solo, akan jadi seperti apa PT KCI di masa mendatang?
Kami ada penugasan-penugasan di luar Jabodetabek. Seperti kereta lokal Rangkasbitung-Merak. Juga KRL Yogyakarta-Solo yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 1 Maret 2021. Kami juga mengoperasikan kereta rel diesel (KRD) rute Yogyakarta-Kutoarjo. Secara bertahap, akan ada juga penugasan baru KCI untuk mengelola kereta komuter dan kereta lokal di wilayah lain seperti Bandung atau Surabaya.
Kalau untuk elektrifikasi, secara bertahap dikerjakan pemerintah sesuai keuangan pemerintah pusat. Kami akan berlakukan sistem ticketing seperti yang berlaku di Jabodetabek. Dengan menempelkan kartu uang elektronik, asal ada saldo, orang bisa pergi dengan kereta.
Perbaikan layanan kereta perkotaan membuat orang mau naik kereta. KRL Yogyakarta-Solo, misalnya, dari mengangkut 3.000 penumpang kini melayani 9.500 penumpang sehari dalam kurun satu bulan. Kami juga mengembangkan aplikasi KRL Access sampai nantinya penumpang bisa mengisi saldo kartu multitrip lewat KRL Access.
Baca juga : KRL Solo-Jogja, Era Baru Transportasi Antarkota di Indonesia
Bidang usaha ini identik dengan dunia laki-laki. Ibu Wiwik menjadi perempuan pertama di posisi direktur utama PT KCI. Sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Kepala Daop 6 Yogyakarta, Kepala Daop 8 Surabaya, dan Kepala Daop 5 Semarang. Bagaimana menjalankan jabatan ini?
Saya orang kereta api, sejak awal karier saya. Saya belajar banyak, terutama di zaman Pak Jonan (Ignasius Jonan). Semula, orang mengira kereta api adalah perusahaan yang teknis banget. Akan tetapi, kami diajari untuk memberi sentuhan pelayanan. Sentuhan itu mendasar. Bagaimana penumpang (kereta api jarak jauh) dibatasi, harus duduk semua, tidak boleh berdiri. Kereta dikasih penyejuk ruangan agar penumpang nyaman.
Intinya, kita semua harus turun, enggak bisa ongkang-ongkang kaki di kantor. Rasa gelisah itu jadi terus tumbuh ketika ada pelayanan yang tidak beres. Hal ini saya rasakan, misalnya, ketika viral foto penumpang duduk di jalur rel Stasiun Tambun (Bekasi) beberapa waktu lalu. Kami upayakan mencari jalan pemecahannya seperti apa. Memang hal ini tidak mudah karena Stasiun Tambun sedang pembangunan.
Aku bahagia banget kalau bisa menyelesaikan satu per satu kasus seperti Tambun itu. Walaupun yang kami kerjakan sederhana, rasanya sangat puas kalau yang kita lakukan itu bisa membantu orang lain.
Karena saya sudah nyebur di bidang ini, ya, mesti total semuanya. Enggak bisa setengah-setengah. Enggak bisa mengharapkan kekhususan karena kita perempuan.