Ekosistem Kendaraan Listrik Perlu Didukung Ahli yang Mumpuni
Sumber daya manusia yang mumpuni menjadi salah satu kunci penting pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Pertamina, Jalan Fatmawati, Jakarta, Selasa (15/12/2020). Gerai SPKLU ini merupakan bentuk komitmen PT Pertamina (Persero) untuk mendorong tumbuhnya ekosistem kendaraan listrik serta mendukung penggunaan energi bersih dan energi terbarukan di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri perlu didukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Untuk mencapai target 15 juta kendaraan listrik pada 2030, perlu banyak ahli elektrifikasi untuk bersama-sama menghasilkan kendaraan listrik yang berkualitas.
Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, salah satu jalan untuk mencapai industri otomotif rendah emisi adalah pengembangan kendaraan listrik. Menurut Bob, untuk membangun ekosistem kendaraan listrik ini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknik-teknik elektrifikasi.
”Membuat electronic jacket dari baterai, misalnya, cukup kompleks. Komponen ini yang akan mengatur manajemen energinya,” tambahnya dalam pertemuan virtual antara Kompas dengan TMMIN, Kamis (4/3/2021) siang.
SDM ini pula yang nantinya akan menyesuaikan layanan purnajual, pemasaran, hingga rantai pasokan dalam industri otomotif. SDM yang mumpuni juga berperan untuk mempercepat proses edukasi konsumen secara masif.
”Kita harus ingat, untuk memperkenalkan (mobil) dari transmisi manual ke otomatis saja butuh waktu 10 tahun,” katanya.
KOMPAS/DAHONO FITRIANTO
Lexus UX 300e, mobil listrik murni pertama Lexus, diluncurkan pertama kali untuk kawasan Asia Tenggara di Lexus Gallery Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/11/2020). Foto diambil saat sesi preview untuk media, Selasa (24/11/2020).
Menurut Bob, sudah saatnya sektor otomotif mengidentifikasi keahlian-keahlian apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung ekonomi hijau di masa mendatang. ”Misalnya, ahli baterai, ahli motor, ahli biofuel, ahli recycling, ahli ekonomi hijau, sampai ahli sirkuler ekonomi,” katanya.
Dalam hal ini, TMMIN juga telah melakukan riset bersama tujuh universitas di Indonesia sejak 2-3 tahun lalu. Riset ini bertujuan untuk mencari tahu model-model elektrifikasi yang berkembang di luar negeri dan dapat diadopsi.
Untuk mewujudkan industri otomotif yang rendah emisi di dalam negeri, tidak hanya juga menuntut perubahan dari sisi industri, tetapi juga konsumen. ”Yang berubah tidak hanya pabriknya, tetapi juga dari hulu sampai ke hilir,” katanya.
Keluarkan mobil listrik
Menurut Bob, Toyota akan mulai merilis model-model kendaraan listrik pada 2022. Dari situ, TMMIN selaku produsen akan mengevaluasi sebelum dikembangkan untuk tipe mobil lain. Harapannya, pada 2030, semua tipe mobil yang diproduksi sudah memiliki model elektrifikasi.
”Setidaknya butuh tiga tahun bagi kami untuk mengeluarkan model elektrifikasi semenjak penetapan regulasi dari pemerintah pada 2019,” katanya.
Bob menambahkan, mobil listrik yang dirilis pada 2022 tersebut adalah mobil hybrid yang memiliki dua jenis mesin penggerak yakni motor listrik dan mesin bahan bakar. Menurut dia, model ini akan menjadi mobil listrik pertama yang diproduksi di Indonesia. Model tersebut nantinya tidak hanya dijual di pasar domestik, tetapi juga pasar ekspor.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Pertamina, Jalan Fatmawati, Jakarta, Selasa (15/12/2020).
Presiden Direktur PT TMMIN Warih Andang Tjahjono mengatakan, TMMIN sangat berkomitmen memproduksi mobil-mobil ramah lingkungan. Sebab, negara-negara tujuan ekspor TMMIN kini sudah menetapkan batasan emisi tertentu. ”Di India, misalnya, mobil beremisi tinggi langsung diberi label merah saat di dealer agar tidak dibeli konsumen,” katanya.
Indonesia bisa belajar dari Pemerintah China, Amerika Serikat, dan Norwegia dalam membentuk ekosistem kendaraan listrik. Periset Institute for Essential Services Reform (IESR), Idoan Marciano, menilai, kendaraan listrik di negara-negara tersebut tumbuh pesat karena membatasi penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak. Di satu sisi, insentif diberikan dan infrastruktur dikembangkan (Kompas, 23 Februari 2021).
”Pajak untuk pembelian kendaraan listrik dihapuskan. Pendanaan dan subsidi pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) digelontorkan oleh pemerintah di negara-negara tersebut. Aspek seperti inilah yang bisa ditiru Indonesia untuk mengembangkan kendaraan listrik secara masif,” katanya.
Di luar hal itu, sosialisasi yang masif dari pemerintah mengenai manfaat pemakaian kendaraan listrik juga terus dilakukan. Publik diberi akses seluas-luasnya untuk belajar dan tahu tentang kendaraan listrik. Promosi kendaraan listrik di berbagai media massa juga digencarkan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan 15 juta kendaraan listrik, yang terdiri dari 2 juta unit roda empat dan 13 juta unit roda dua, beroperasi di Indonesia pada 2030. Target tersebut dapat menghemat impor BBM setara 77.000 barel per hari. Penghematan impor tersebut juga berhasil menghemat devisa senilai 1,8 miliar dollar AS dan menurunkan emisi gas karbon sebanyak 11,1 juta ton.
”Rencana tersebut akan diperkuat dengan membangun infrastruktur berupa SPKLU di 2.400 titik dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) di 10.000 titik sampai 2025,” kata Arifin.