Persoalan yang Mengancam Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Bertambah
Persoalan yang dihadapi setiap daerah berbeda-beda. Pandemi menambah upaya meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Perlu solusi yang disesuaikan dengan masalah setiap daerah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN/AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menambah persoalan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berkualitas. Kemiskinan di daerah yang memiliki kasus Covid-19 tinggi naik signifikan.
Sementara di wilayah Indonesia bagian timur, kemiskinan tetap tinggi. Persoalan ini harus diselesaikan dengan melihat kondisi daerah masing-masing.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan Indonesia per September 2020 sebesar 10,19 persen atau sebanyak 27,55 juta orang. Jumlah ini bertambah 1,13 juta orang dari Maret 2020 atau naik 2,76 juta orang dari September 2019.
Angka kemiskinan di daerah episentrum Covid-19 naik 1,2-1,6 persen poin. Persentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada September 2020 menjadi 11,84 persen, Jawa Timur 11,46 persen, Jawa Barat 8,43 persen, dan DKI Jakarta 4,69 persen. Adapun persentase penduduk miskin terbesar ada di Papua (26,8 persen). Berikutnya, Papua Barat (21,7 persen) dan Nusa Tenggara Timur (21,21 persen).
Peneliti senior SMERU Research Institute, Asep Suryahadi, yang dihubungi Rabu (17/2/2021), mengatakan, persentase penduduk miskin di Indonesia bagian timur, terutama Papua dan Papua Barat, tidak banyak berubah. Hal ini menegaskan persoalan yang bersifat struktural selain pandemi Covid-19.
”Jumlah penduduk miskin di Papua dan Papua Barat tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Jika melihat data tahun sebelumnya, bahkan jauh ke belakang, gambarannya tidak banyak berubah,” ujar Asep.
Pembangunan ekonomi yang tertinggal merupakan persoalan struktural di Indonesia bagian timur. Persoalan yang sudah lama ada ini tak kunjung tuntas.
Asep menekankan, kemiskinan berkaitan dengan tingkat pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia (SDM). Untuk mengubah lanskap kemiskinan antarwilayah secara cepat, diperlukan kombinasi investasi dan pembangunan SDM secara masif di daerah-daerah dengan jumlah penduduk miskin tinggi.
Hal ini menegaskan persoalan yang bersifat struktural selain pandemi Covid-19.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki mengatakan, tingkat kemiskinan yang tinggi di wilayah timur Indonesia adalah pekerjaan rumah terbesar. Pengentasan masyarakat dari kemiskinan harus mempertimbangkan karakteristik daerah.
”Pengentasan kemiskinan di wilayah timur Indonesia tetap menjadi prioritas karena tingkat kemiskinan di sana masih mendominasi kendati secara jumlah kecil,” kata Maliki.
Pendekatan sektoral
Menurut data BPS per Agustus 2020, tingkat pengangguran terbuka tertinggi provinsi adalah DKI Jakarta (10,95 persen), Banten (10,64 persen), dan Jawa Barat (10,46 persen).
Data Kementerian Ketenagakerjaan per Agustus 2020 menunjukkan, DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan provinsi yang pekerjanya paling banyak terkena dampak pandemi, baik pemutusan hubungan kerja maupun dirumahkan.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, Rabu, menilai, pendekatan pemerintah dalam menangani pandemi dan mengentas warga miskin tidak bisa lagi dengan cara-cara lama bersifat umum.
Perlu pendekatan lebih terarah dan sektoral dengan memperhatikan kondisi, karakteristik, dan kebutuhan daerah yang berbeda-beda. Wilayah episentrum Covid-19, misalnya, mengalami dampak lebih parah daripada daerah lain sehingga perlu penanganan berbeda.
Pendekatan pemerintah dalam menangani pandemi dan mengentas warga miskin tidak bisa lagi dengan cara-cara lama bersifat umum.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Suhartono mengatakan, saat ini penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan kerja diarahkan lebih dulu ke wilayah episentrum pandemi.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menambahkan, 70 persen anggaran Kemenaker pada 2021 dialokasikan untuk peningkatan kompetensi yang diharapkan membantu menekan pengangguran.