Pemindahan ibu kota negara sebagai salah satu upaya pemerataan ekonomi tertahan pandemi. Di sisi lain, target keluar dari jebakan kelas menengah pada 2045 bisa tak tercapai.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerataan ekonomi akan menahan penurunan produk domestik bruto. Namun, diperlukan upaya-upaya khusus dan komitmen ekonomi politik yang kuat untuk bisa menggeser struktur perekonomian ke luar Jawa.
Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan ekonomi RI secara kumulatif Januari-Desember 2020 minus 2,07 persen. Struktur perekonomian pada 2020 secara spasial masih didominasi kelompok provinsi di Jawa dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) 58,75 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi Jawa minus 2,51 persen.
Mayoritas kelompok provinsi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada 2020, kecuali Sulawesi sebesar 0,23 persen serta Maluku dan Papua 1,44 persen. Meski demikian, kontribusi kedua kelompok provinsi terhadap PDB sangat kecil, yakni Sulawesi 6,66 persen serta Maluku dan Papua 2,35 persen.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti, Selasa (9/2/2021), menuturkan, pemerataan ekonomi akan menahan penurunan PDB sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi. Namun, diperlukan upaya-upaya khusus untuk menggeser struktur perekonomian ke bagian timur.
Salah satu terobosan untuk membangun sumber pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa dengan memindahkan ibu kota negara. Namun, pemindahan ibu kota negara bisa kembali dilanjutkan jika kasus positif Covid-19 dapat ditekan dan angka reproduksi efektif dapat diturunkan paling tidak ke level 0,9.
”Menurut simulasi Bappenas, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur akan bertambah 2,1 persen hanya dari pembangunan perumahan dan perkantoran ibu kota baru,” kata Amalia dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Pemindahan ibu kota negara bisa kembali dilanjutkan jika kasus positif Covid-19 dapat ditekan dan angka reproduksi efektif dapat diturunkan paling tidak ke level 0,9.
Selain pembangunan infrastruktur dalam rangka pemindahan ibu kota negara, sumber pertumbuhan ekonomi juga diciptakan dengan pengembangan hilirisasi sektor mineral. Beberapa daerah di Sulawesi kini mengembangkan smelter dan industri pengolahan hilir untuk nikel dan bijih besi.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dalam jangka panjang akan menyulitkan Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah. Target pemerintah tahun 2045 bisa tidak tercapai.
”Jika PDB terus tergerus hanya menjadi rata-rata 5 persen, untuk melepaskan diri dari jebakan kelas menengah akan jauh sekali. Bahkan, target pendapatan per kapita belum bisa mencapai 12.000 dollar AS pada 2045,” katanya.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dalam jangka panjang akan menyulitkan Indonesia keluar dari jebakan kelas menengah. Target pemerintah tahun 2045 bisa tidak tercapai.
Selain pemerataan ekonomi, lanjut Suharso, prioritas pemerintah saat ini adalah mengurangi atau menekan laju penambahan kasus positif Covid-19. Program vaksinasi paling tidak dapat menurunkan angka reproduksi efektif dari 1,2 menjadi 0,9 kendati belum tentu tercipta kekebalan kesehatan (herd immunity).
Secara terpisah, peneliti senior SMERU Research Institute, Asep Suryahadi, berpendapat, sejauh ini belum ada upaya efektif untuk menciptakan pemerataan ekonomi. Paling tidak ada dua persoalan utama dalam isu pemerataan ekonomi, yakni jumlah penduduk dan infrastruktur yang masih terkonsentrasi di Jawa.
”Untuk dapat menggeser sumber pertumbuhan ke luar Jawa diperlukan terobosan dan komitmen ekonomi politik yang kuat,” ujarnya, Selasa.
Cita-cita menggeser struktur perekonomian ke luar Jawa membutuhkan investasi jangka panjang. Karena itu, komitmen ekonomi politik yang kuat dibutuhkan karena pembuat kebijakan kemungkinan tidak dapat merasakan hasilnya, tetapi justru pengganti mereka di masa depan.
Asep menambahkan, adopsi teknologi memang dapat membantu pemerataan ekonomi ke luar Jawa. Namun, harus dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan penduduk yang mumpuni. Teknologi ibarat pisau bermata dua, jika kebijakan tidak tepat malah akan memperlebar kesenjangan Jawa dan luar Jawa.
Ekonom senior dan Menteri Keuangan 2012-2013 Chatib Basri menuturkan, Indonesia berisiko mengalami tren pemulihan ekonomi menyerupai huruf K. Kelompok menengah atas akan naik kelas, sementara kelompok menengah bawah turun kelas. Akibatnya, ketimpangan semakin melebar.
Kelompok menengah atas akan selamat dari krisis Covid-19 karena memiliki tabungan yang cukup dan akses internet yang mumpuni. Mereka juga mampu mentransformasikan dirinya ke dunia digital.
”Kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok menengah bawah yang kondisinya serba terbatas,” ujarnya.