Pandemi Covid-19 yang mengubah cara hidup masyarakat mempercepat pertumbuhan aktivitas ekonomi digital. Ekosistem digital diperkuat agar Indonesia bisa berperan sebagai motor penggerak, bukan hanya pasar.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem ekonomi digital berpotensi menjadi motor utama di kawasan Asia Tenggara. Untuk mengoptimalkan potensi itu, Indonesia mesti memperkuat daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM serta kualitas inovator dan infrastruktur digital.
Dalam laporan e-Conomy SEA dari Google, Temasek, dan Bain & Company berjudul ”At Full Velocity: Resilient and Racing Ahead”, nilai aktivitas ekonomi berbasis internet atau gross merchandise value (GMV) di kawasan Asia Tenggara berpotensi tumbuh 5 persen, dari 100 miliar dollar AS pada 2019 menjadi 105 miliar dollar AS pada 2020. Pada 2025, nilainya diperkirakan 309 miliar dollar AS.
Laporan meliputi kegiatan ekonomi digital di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Nilai aktivitas ekonomi berbasis internet di Indonesia merupakan yang tertinggi pada 2020 dan 2025. Aktivitas ekonomi digital pada 2020 senilai 44 miliar dollar AS atau tumbuh 11 persen secara tahunan, kemudian melonjak menjadi 124 miliar dollar AS pada 2025.
”Covid-19 telah mengubah cara hidup banyak orang di Asia Tenggara. Perkembangan sektor layanan keuangan digital, teknologi kesehatan, dan teknologi pendidikan diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan di tengah masyarakat,” kata Alessandro Cannarsi, Partner and Leader Southeast Asia Private Equity Practice Bain & Company, dalam laporan itu.
Covid-19 telah mengubah cara hidup banyak orang di Asia Tenggara. (Alessandro Cannarsi)
Juru Bicara Kementerian Perdagangan Fithra Faisal Hastiadi yang dihubungi pada Minggu (29/11/2020) menyampaikan, riset itu menunjukkan, pandemi Covid-19 mendisrupsi aktivitas perekonomian digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. ”Pandemi berdampak pada pemberdayaan ekonomi digital karena perubahan perilaku konsumen,” katanya.
Laporan itu menyebutkan ada 37 persen pengguna layanan digital baru di Indonesia. Sebagian besar berasal dari daerah yang bukan tergolong metropolitan.
Nilai aktivitas ekonomi berbasis internet pada laporan tahun ini meliputi perdagangan secara elektronik (e-dagang), layanan transportasi dan makanan, jasa perjalanan dalam jaringan (daring), media daring, jasa keuangan, teknologi kesehatan, dan teknologi pendidikan. Kontribusi terbesar dari e-dagang.
Di Indonesia, GMV e-dagang pada 2020 diperkirakan 32 miliar dollar AS atau naik 54 persen dibandingkan dengan 2019. Pada 2025, nilainya berpotensi meroket hingga 83 miliar dollar AS.
Fithra menilai, peningkatan kapasitas UMKM penting untuk mengoptimalkan potensi tersebut. ”Terutama dari segi literasi digital dan akses pembiayaan. Dengan demikian, UMKM dapat berdaya saing dalam ekosistem ekonomi digital,” ujarnya.
Apabila dapat meningkatkan daya saing ekosistem ekonomi digitalnya, Indonesia tak lagi hanya dipandang sebagai pasar. ”Indonesia dapat menjadi titik kumpul di kawasan Asia Tenggara dan pemain ekonomi digitalnya dapat melebarkan sayap ke (kawasan) regional tersebut,” katanya.
Indonesia dapat menjadi titik kumpul di kawasan Asia Tenggara dan pemain ekonomi digitalnya dapat melebarkan sayap ke (kawasan) regional tersebut.
Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia Bima Laga menyatakan, ketika tingkat penetrasi internet hampir 100 persen, Indonesia perlu upaya agar pengguna internet turut menggerakkan perekonomian digital. ”Misalnya, berjualan,” ujarnya.
Bima mencontohkan, kapasitas UMKM diperkuat agar dapat memanfaatkan kanal daring untuk memasarkan produk.