Terapkan Protokol Ketat, Angkutan Udara Jadi Pilihan Masyarakat
Kepercayaan pada implementasi protokol kesehatan dalam penerbangan jadi pertimbangan masyarakat lebih memilih menggunakan pesawat terbang.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pesawat terbang menjadi moda transportasi yang dibutuhkan masyarakat untuk bepergian pada masa pandemi. Kepercayaan pada implementasi protokol kesehatan dalam penerbangan jadi pertimbangan untuk bepergian ke lokasi impian kendati risiko penularan Covid-19 masih diwaspadai.
Laporan perkembangan transportasi nasional Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2020 yang dirilis pada awal Oktober ini menunjukkan, angkutan udara domestik mencatatkan kenaikan 2 juta penumpang atau tumbuh 36,23 persen dibanding kanJuli 2020. Pertumbuhan itu adalah yang tertinggi dibandingkan angkutan lain, seperti angkutan laut (31,4 persen) dan kereta api (4,38 persen).
Sejak pemerintah memberlakukan adaptasi kebiasaan baru di sektor transportasi pada bulan Mei, mobilitas masyarakat perlahan meningkat walaupun belum sepenuhnya pulih.
Karyawan kontrak di salah satu lembaga pemerintahan, Risna (30), mengatakan kerap menggunakan pesawat untuk perjalanan dinas.
”Saya enggak paranoid kalau naik pesawat karena protokol kesehatan benar-benar dijalankan. Ditambah lagi, interaksi dengan penumpang lain dan ruang gerak kita di dalam pesawat pun terbatas,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (23/10/2020).
Risna pun berkeinginan untuk pulang kampung ke Medan, Sumatera Utara, menggunakan pesawat jika mendapat libur akhir tahun. Murahnya harga tiket juga jadi salah satu pertimbangan untuk memanfaatkan kesempatan bepergian dengan angkutan udara.
Salah seorang karyawan swasta di Ibu Kota, Dimas Andhika Fikri (26), juga telah beberapa kali naik pesawat untuk penugasan luar kota sejak masa adaptasi kebiasaan baru diterapkan. Ia bahkan telah mencoba berwisata ke destinasi impian, yakni Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur dan Bali pada Agustus lalu.
Murahnya tiket pesawat dan sepinya destinasi wisata membuat Dimas menikmati kegiatan berlibur jarak jauh. ”Labuan Bajo sudah terpenuhi. Jadi, mungkin tunggu nanti saja kalau mau naik pesawat lagi. Sekarang nabung dulu saja,” ujarnya.
Warga Jakarta lainnya, seperti Femmy (32), juga mulai percaya diri untuk menggunakan pesawat, khususnya yang dikelola perusahaan pemerintah karena jaminan pelaksanaan protokol kesehatannya. Dalam tiga bulan terakhir, ia beberapa kali menggunakan pesawat untuk perjalanan dinas ataupun mengunjungi keluarga.
”Tahun depan, kalau situasi pandemi sudah lebih terkendali, saya pengin liburan ke Jepang. Berhubung rencana tahun ini tertunda karena ada Covid-19,” ujarnya.
Riset YouGov DestinationIndex yang dihimpun sejak April hingga September 2020 melaporkan, 25 persen responden Indonesia usia 25-34 tahun berencana naik pesawat dalam enam bulan ke depan untuk mendatangi beberapa destinasi wisata.
Destinasi teratas yang jadi pertimbangan adalah Bali (48 persen), Korea Selatan (38 persen), Jepang (38 persen), Singapura (31 persen), dan Malaysia (21 persen).
Anggota Ombudsman, Alvin Lie, berpendapat, pesawat menjadi satu-satunya angkutan yang diatur secara ketat protokol kesehatannya melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 41 Tahun 2020. Permenhub itu mengubah Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Melalui permenhub baru tersebut, ketentuan kapasitas maksimal 35-65 persen pada kendaraan bermotor pribadi ataupun umum, juga kereta api, dihapus.
Sementara itu, kapasitas maksimal di pesawat terbang masih diatur 70 persen melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Covid-19.
”Saya justru khawatir risiko penularan bukan saat penerbangan, tetapi sebelum dan sesudah orang naik pesawat. Ini risikonya bisa lebih tinggi, misalnya ketika orang harus naik bus dulu saat mau naik atau turun dari pesawat,” ujarnya.