Tenaga Kerja Jadi Aktor Utama Adopsi Teknologi Selama Pandemi
Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) berpotensi tinggi dalam mewujudkan ”pabrik cerdas”. Agar dapat mengendalikan teknologi yang diadopsi, perusahaan mengalihkan dan melatih keterampilan SDM.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pandemi Covid-19 mendesak pelaku usaha mengadopsi teknologi yang sarat dengan revolusi industri 4.0. Tenaga kerja menjadi aktor vital dalam proses adopsi tersebut.
General Manager PT Indolakto Wahyu Widodo, Rabu (21/10/2020), mengatakan, pandemi Covid-19 tak menghalangi proses transformasi dan adopsi teknologi dalam konteks revolusi industri 4.0. Perusahaan berusaha mendefinisikan sendiri "pabrik cerdas" sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
"Dalam proses adopsi teknologi, kami harus fokus pada persoalan yang hendak diselesaikan," ujarnya dalam panel diskusi virtual "SEA Manufacturers in Transformation: Initiatives, Challenges, and Outlook amidst Uncertain Times" yang merupakan bagian dari Industrial Transformation ASIA-PACIFIC 2020 (a Hannover Messe Event).
Menurut Wahyu, perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) berpotensi tinggi dalam mewujudkan "pabrik cerdas" itu. Agar dapat mengendalikan teknologi yang diadopsi, perusahaan mengalihkan dan melatih keterampilan SDM. Misalnya, tenaga kerja di bidang produksi dilatih jadi pemrogram digital dan tenaga mekanik dilatih jadi teknisi elektronik automatisasi.
Dalam transformasi teknologi, organisasi merupakan aspek yang vital karena menyangkut keamanan, perlindungan, dan kualifikasi keterampilan tenaga kerja. "Kami mengusung nilai keterhubungan, optimalisasi, transparansi, proaktif, dan cekatan atau agile dalam proses tersebut," kata dia.
Agar dapat mengendalikan teknologi yang diadopsi, perusahaan mengalihkan dan melatih keterampilan SDM.
Tak hanya di Indonesia, pandemi Covid-19 juga mendorong perusahaan di kawasan Asia Tenggara mengadopsi teknologi. Adopsi itu mulai dari penggunaan internet untuk segala (internet of things/IoT), automatisasi, hingga menjaga relasi dengan kilen melalui platform percakapan dan pertemuan daring.
Gary Gan, Managing Director Hexa Food yang merupakan perusahaan dari Malaysia, menyatakan, pandemi Covid-19 meningkatkan permintaan produk. Untuk membuat lingkungan kerja aman dari risiko penularan, perusahaan menerapkan teknologi IoT dan layanan komputasi awan.
Dengan demikian, pekerja di pabrik dapat dikurangi dan pengendalian kualitas produk tetap terjaga. Meskipun begitu, strategi implementasi teknologi terkini dalam pabrik terkadang memakan biaya yang tinggi.
”Namun, bagi saya pribadi, belajar itu gratis. Semakin kita (pelaku usaha) mempelajari teknologi tentang data, kecerdasan buatan, automatisasi, dan lainnya, kita akan menemukan cara termudah untuk menerapkannya,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputy Chief Executive Officer Enterprise Singapore Ted Tan, berpendapat, tenaga kerja mesti menyiapkan diri untuk memenuhi keterampilan yang dibutuhkan dalam adopsi revolusi industri 4.0. Kecakapan itu menyangkut data raksasa, otomatisasi, keamanan siber, pemrograman, dan robotika.
Tenaga kerja mesti menyiapkan diri untuk memenuhi keterampilan yang dibutuhkan dalam adopsi revolusi industri 4.0. Kecakapan itu menyangkut data raksasa, otomatisasi, keamanan siber, pemrograman, dan robotika.
Nguyen Ngoc Tam, Chief Operating Officer Fitek Vina, yang merupakan perusahaan asal Vietnam, menuturkan, dalam enam bulan terakhir terdapat investasi untuk sistem pemantauan, kamera CCTV, dan jaringan sensor. Investasi ini didorong oleh kebijakan pembatasan sosial di dalam pabrik.
Pertemuan klien dilakukan lewat kanal dalam jaringan (daring). Sebelum pandemi, perwakilan perusahaan berpergian untuk mengunjungi klien. ”Meskipun secara daring, perusahaan tetap berupaya memahami kebutuhan klien,” ujarnya.
General Manager ASI Precision Wuttichai Suwansawan mengatakan, perusahaan dari Thailand ini telah memanfaatkan teknologi IoT dalam salah satu bagian paribriknya. Perusahaan juga menggunakan program untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan.
Dalam forum terpisah, Chief Executive McKinsey\'s Digital Capability Center Jonathan Ng menyatakan, kapasitas perusahaan untuk menanggapi disrupsi yang terjadi saat ini merupakan kunci mengadopsi solusi digital. Saat ini terdapat tren peningkatan penggunaan dasbor digital di kalangan perusahaan sebagai solusi perencanaan dalam mengamati pergerakan permintaan.
Adopsi teknologi digital di tengah pandemi pun melahirkan kolaborasi. Contohnya, kolaborasi pemasok dalam membentuk platform atau wadah yang memungkinkan mereka mengakses informasi secara aman terkait pengiriman komponen dan material.