Para desainer kini diharapkan tidak hanya menghadirkan produk yang memenuhi kebutuhan dan tren pasar, tetapi juga bersifat berkelanjutan dan ramah bagi bumi.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inovasi desain bukan semata untuk mengikuti perkembangan tren mode, tetapi diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah sosial dan lingkungan saat ini. Dengan memadukan desain dan prinsip berkelanjutan, perjalanan bisnis dinilai mampu bertahan, khususnya di tengah pandemi Covid-19.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Laporan Sustainable Development Goals (SDGs) 2020 menunjukkan, dunia sedang menghadapi resesi dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita diperkirakan turun sebesar 4,2 persen poin pada 2020. Akibatnya, diperkirakan sebanyak 71 juta orang di seluruh dunia kembali masuk dalam jurang kemiskinan.
Perubahan iklim pun semakin meningkatkan frekuensi dan risiko bencana alam, yang pada 2018 berpengaruh kepada lebih dari 39 juta orang. Temperatur global diperkirakan akan meningkat 3,2 derajat celsius pada 2100.
Direktur Industri Kecil Menengah Kimia, Sandang, Kerajinan, dan Industri Aneka Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Ditjen IKMA Kemenperin) E Ratna Utarianingrum menyampaikan, dalam menghadapi tantangan di era ketidakpastian, seorang desainer diharapkan mampu menciptakan ide desain produk yang kreatif dan inovatif. Dengan begitu, persoalan sosial dan lingkungan dapat diatasi.
”Seorang desainer itu, selain wajib menghasilkan produk yang sesuai permintaan pasar, harus selalu berpedoman pada sustainability (berkelanjutan). Kalau kita semakin akrab dengan alam, kita bisa mempertahankan, bahkan memperbaiki, kondisi ini,” kata Ratna, Kamis (24/9/2020).
Paparan ini dibahas dalam webinar Indonesia Fashion and Craft Awards (IFCA) 2020 bertemakan ”Developing Design Innovation in Uncertainty Era”. Hadir pula sebagai narasumber antara lain Fashion Design Program Director LaSalle College Jakarta Shinta Lidwina Djiwatampu serta founder dan CEO Kreskros, Deasy Esterina.
Sebagai upaya mendukung para desainer muda untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan, Kemenperin juga mengadakan Kompetisi Desain Nasional. Pendaftaran kompetisi dilakukan hingga 30 September 2020 melalui https://bit.ly/KompetisiIFCA2020.
Kegiatan bertujuan mencari desainer muda berbakat yang memiliki visi berkelanjutan dalam bidang kriya dan mode. Tidak hanya uang tunai sebagai bentuk penghargaan, desainer terpilih juga akan mendapatkan pelatihan dan menjadi binaan dari Ditjen IKMA Kemenperin.
Ratna melanjutkan, desain produk yang dihadirkan harus memiliki inovasi, berbasis kearifan lokal, serta ramah lingkungan atau berbahan baku daur ulang sampah. Selain itu, mampu memiliki gagasan pemecahan masalah yang dapat fokus pada solusi aspek produksi dan ekonomi yang sedang dialami penggiat industri kreatif yang terdampak pandemi Covid-19.
”IFCA ini mencari desainer yang memang memperhatikan sustainability, yang bisa mengemas produknya secara baik melalui cerita. Soalnya, sekarang orang-orang juga sudah mulai enggak tertarik dengan proses produksi yang mencemari lingkungan,” ujar Ratna.
Jadikan kebiasaan
Shinta Lidwina Djiwatampu menyampaikan, tanggung jawab seorang desainer bukan hanya menghasilkan karya mode yang trendi, melainkan bagaimana karya tersebut bisa menjadi suatu kebiasaan baik. Harapannya, produk yang dihasilkan dapat menjadi inspirasi bagi pembeli untuk turut serta menjaga lingkungan.
Untuk menghasilkan desain mode berkelanjutan, kata Shinta, produk tersebut harus memperhatikan faktor bahan baku yang digunakan, misalnya apakah bisa didaur ulang atau tidak. Konstruksi pembuatan produk juga menjadi faktor penting yang harus diperhatikan, apakah bisa dibuat dari bahan-bahan yang sudah tersedia.
”Misalnya, bahan mode itu bisa berasal dari kain lebih sisa produksi atau dari sarung tangan yang sudah tidak terpakai. Bisa juga dengan menerapkan prinsip zero waste sehingga produksi tidak menghasilkan limbah apa pun,” ujarnya.
Faktor lain adalah longevity yang terkait dengan seberapa lama garmen bisa digunakan, apakah bisa digunakan tanpa batas waktu. Produk ini dapat dihadirkan dengan memberi nilai tambah, salah satunya dengan cara modular atau sistem bongkar pasang sehingga satu produk memiliki banyak fungsi.
Kesadaran sosial juga merupakan faktor yang harus diperhatikan, misalnya garmen tersebut diproduksi secara lokal sehingga dapat mengurangi dampak jejak karbon. Selain itu, kesadaran ini seharusnya turut melanjutkan keberlangsungan tradisi dan komunitas.
Deasy Esterina menceritakan, sebagai pelaku usaha memang ada tanggung jawab untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar, tetapi bagaimana tetap menjaga keberlanjutan lingkungan. Dalam menjalankan usaha Kreskros, ia memanfaatkan limbah plastik untuk membuat produk tas yang trendi.
”Kami menjual tas dari limbah plastik karena dari mata bisnis, ini merupakan peluang usaha, dan dari mata komunitas, kami melihat belum banyak yang menggunakan produk daur ulang. Maka, kami mencoba menghadirkan produk tas yang disukai anak muda dan tetap memanfaatkan limbah plastik,” ujar Deasy.
Sebagai gambaran, 100 kantong kresek yang sudah menjadi limbah dapat digunakan untuk membuat 1 ransel Kreskros. Kantong tersebut dianyam oleh para ibu di Ambarawa, Jawa Tengah, untuk digunakan sebagai bahan pembuatan tas.
”Plastik yang kami pakai semuanya adalah limbah 100 persen. Kejujuran ini harus tetap kami jaga karena ketika enggak jujur dengan diri sendiri, dampak negatif akan dirasakan oleh keberlanjutan bisnis itu sendiri,” katanya
Bagi Deasy, usaha yang dijalankan ini tidak hanya menuntut tanggung jawab bagi dirinya dan bisnis yang dijalankan, tetapi juga tanggung jawab kepada bumi. Desainer harus mampu memilih bahan baku dan memprosesnya dengan cara yang ramah bagi bumi.