Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemangku kepentingan menyusun desain pariwisata ramah anak karena sektor ini dianggap perlu segera dibangkitkan untuk pemulihan perekonomian.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Pemangku kepentingan di Jawa Timur berupaya menyusun rancangan besar untuk pariwisata ramah anak dalam lokakarya di gedung Kadin Jatim, Surabaya, Kamis (13/8/2020).
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemangku kepentingan menyusun desain pariwisata ramah anak. Rancangan bersemangat empati terhadap anak-anak diperlukan karena pariwisata merupakan sektor yang dianggap perlu segera dibangkitkan untuk pemulihan perekonomian di era normal baru.
Normal baru (new normal) merupakan terminologi atau istilah yang dipopulerkan kembali saat ini untuk menyikapi situasi global yang tak menentu karena serangan wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Wabah yang telah menjadi pandemi memukul seluruh sektor kehidupan dunia. Di Indonesia dan Jatim, dampak yang kasatmata adalah terganggunya kehidupan rakyat. Perekonomian nasional macet, bahkan minus 5,3 persen untuk triwulan II (April-Juni) di mana kurun waktu ini merupakan saat wabah menyerang dan mengganas. Perekonomian Jatim pada triwulan II minus 5,9 persen.
Ramah anak itu bukan sekadar dilihat dari sarana prasarana ya, tetapi juga bagaimana perspektif perlindungan anak diutamakan oleh seluruh penggeraknya. (Andriyanto)
Perekonomian alias situasi tidak menentu ini berbahaya secara sosial jika tidak diatasi. Salah satu sektor yang diandalkan untuk menggerakkan kembali perekonomian ialah pariwisata. Namun, pemangku kepentingan di Jatim menyadari pariwisata bukan sekadar dibangkitkan, melainkan perlu memperhatikan aspek-aspek penting, terutama perlindungan terhadap anak-anak.
Informasi tentang penutupan sementara Candi Singosari ditempel di kaca loket tiket di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (15/6/2020). Terkait pandemi Covid-19, Candi Singosari ditutup untuk aktivitas pariwisata juga edukasi.
”Perlindungan terhadap anak-anak tetap amat penting karena mereka generasi yang meneruskan perjalanan bangsa ini,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Yuliati Umrah di sela lokakarya Penyusunan Grand Design Pariwisata Jawa Timur Ramah Anak dan Berbasis Kearifan Lokal, di Gedung Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Surabaya, Kamis (13/8/2020).
Menurut Yuliati, Yayasan Alit pada tahun ini telah menerima lebih dari 50 laporan kejahatan seksual dari korban yang mayoritas adalah siswi sekolah menengah kejuruan (SMK). Anak-anak ini dijadikan korban kejahatan seksual ketika melaksanakan praktik kerja industri atau prakerin SMK di sektor pariwisata. Dalam memenuhi prakerin 150-200 jam, mereka dilecehkan, bahkan dijebloskan ke pelacuran oleh pendamping, manajemen prakerin, atau tamu.
”Kejadiannya di Jawa Timur dan Bali dengan lokasi di hotel, restoran, atau kantor tempat mereka magang melaksanakan prakerin,” kata Yuliati.
Kejahatan seksual yang dialami oleh para siswi SMK itu, menurut Yayasan Alit, hingga kini belum mendapat perhatian, apalagi langkah hukum, dari penyelenggara negara. Jika diabaikan, berarti sektor pariwisata menjadi ladang pemeliharaan aspek kejahatan seksual terhadap anak yang keji.
”Kalau kemudian ada yang melabeli Indonesia katanya surga bagi paedofil, indikatornya terlihat dari kejahatan seksual terhadap anak-anak itu,” kata Yuliati.
Penyusunan desain
Kepala Dinas Pariwisata Jatim Sinarto mengatakan mendukung penyusunan desain kepariwisataan yang ramah anak dengan paradigma perlindungan anak dari ancaman kejahatan seksual.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Jatim Andriyanto menawarkan rancangan pariwisata ramah anak berbasis desa. Pada prinsipnya, obyek-obyek wisata di Nusantara dan Jatim berada dalam satuan administratif desa/kelurahan. Di sinilah kemudian perlu dibangkitkan desain sampai metode pemberdayaan pariwisata yang ramah anak.
”Ramah anak itu bukan sekadar dilihat dari sarana prasarana ya, tetapi bagaimana perspektif perlindungan anak diutamakan oleh seluruh penggeraknya,” ujar Andriyanto.
Misalnya, perlindungan anak yang diharapkan ialah dalam konteks memastikan anak terhindar dari ancaman kejahatan seksual. Pengelola obyek wisata sepatutnya bertanggung jawab melindungi anak-anak dari ancaman perilaku dan upaya kejahatan seksual. Untuk itu, mereka harus memahami koridor tindakan apa saja yang masuk dalam kriteria ancaman kejahatan seksual terhadap anak.
Annisa Rahma, sukarelawan pada Yayasan Alit, mengatakan pernah menjadi sasaran upaya kejahatan seksual ketika magang beberapa tahun lalu.
”Saya hampir dijerumuskan ke pelacuran ketika magang di hotel. Saya dikirimi gambar (penis) oleh staf hotel dengan tujuan untuk melayani tamu. Saya menolak dan mengadu ke Alit sehingga keterlibatan saya di sini untuk membantu agar tidak ada lagi adik-adik yang terkena pelecehan seperti itu,” kata Annisa.
Annisa mengatakan, kejahatan seksual terhadap anak, khususnya siswi SMK, nyata terjadi. Selain itu, mereka juga rentan dipekerjakan di sub-pelayanan yang tidak semestinya. Misalnya, siswi SMK magang di hotel, tetapi bekerja di layanan bar sebagai pramusaji minuman alkohol dan klub hiburan yang mempertontonkan segala atraksi khusus orang dewasa.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Polisi menghadirkan dua tersangka saat pengungkapan kasus kejahatan perdagangan orang dan perlindungan anak dengan korban tiga anak di bawah umur di Markas Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020). Kejahatan kekerasan dan perdagangan anak tersebut dilakukan di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Para korban ditawarkan untuk melayani transaksi seksual melalui aplikasi Michat. Polisi menahan enam tersangka dalam kasus tersebut.
Ananta Lisa Febriyanti dari bagian Hubungan Masyarakat Yayasan Alit menambahkan, mereka mengembangkan berbagai program kreativitas untuk membangkitkan bakat anak-anak, di antaranya seni budaya, kuliner, penataan, bahkan pertanian.
Ada sukarelawan yang memaksimalkan diri sebagai musisi, juru masak, perias, fotografer-videografer, bahkan pengelola event. Menurut Lisa, pelajar SMK ketika menjalani prakerin sepatutnya ditempatkan di bidang-bidang yang mampu memaksimalkan bakat mereka. Misalnya, pelajar tata boga bisa dimaksimalkan untuk mengembangkan menu-menu khas setempat di mana mereka magang.