Kebijakan pembatasan sosial di masa pandemi membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Tak terasa tagihan listrik pun jadi membengkak. Bagaimana caranya agar listrik bisa dihemat?
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi membuat masyarakat semakin banyak menghabiskan waktu di rumah. Berbagai aktivitas yang dilakukan dengan peralatan rumah tangga tanpa sadar banyak menyedot energi listrik. Tiba-tiba tagihan listrik membengkak.
Warga Jakarta Timur, Rizkia (27), mengaku banyak menggunakan peralatan yang membutuhkan listrik untuk menemani kesehariannya saat bekerja dari rumah, dua bulan terakhir. Selain perlu bekerja dengan laptop, ia juga sering menyalakan pendingin ruangan (AC) dan lampu untuk mendukung aktivitasnya di ruang kerja yang tertutup.
”Biasanya saya pakai ruangan itu kalau harus kerja di akhir pekan, tapi sekarang saya bekerja di sana hampir setiap hari. Suami saya yang harus bekerja dalam sif juga sering berbagi ruang kerja dengan saya,” katanya saat dihubungi Kompas, Rabu (10/6/2020).
Perubahan kebiasaan itu membuat tagihan listrik pascabayar Mei 2020 yang dibayarkan pada Juni melonjak hampir 20 persen. Jika biasanya ia membayar sekitar Rp 330.000 sampai Rp 350.000, bulan ini ia harus membayar Rp 421.000.
Kenaikan biaya listrik sampai 50 persen bahkan didapatkan Sandi (28), warga Jakarta yang tinggal di rumah dengan kapasitas listrik 1.300 VA. Bersama tiga anggota keluarga lain, yang tinggal lebih banyak selama pembatasan sosial (PSBB) berskala besar, ia mengakui adanya konsumsi listrik berlebih. ”Penggunaan AC jadi lebih ekstra,” katanya.
Menurut data PT Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero), selama PSBB, konsumsi listrik di rumah tangga rata-rata meningkat antara 13 persen dan 17 persen. Sebaliknya, konsumsi listrik industri berkurang sampai 25 persen.
Bertambahnya waktu beraktivitas di rumah secara logis akan meningkatkan konsumsi listrik rumah tangga. Namun, pakar energi Rana Yusuf Nasir mengatakan, masyarakat masih bisa berstrategi untuk menghemat konsumsi dan menekan biaya tagihan listrik.
Saat dihubungi terpisah, pendiri Green Building Council Indonesia (GBCI) tersebut mengatakan, ada dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk memulai menghemat penggunaan listrik pada peralatan rumah tangga.
Pertama, dengan menggunakan peralatan hemat energi. Contoh pada penggunaan AC, tipe berdaya rendah atau AC jenis inverter yang bisa menyesuaikan kebutuhan secara otomatis. Namun, cara ini bisa menyulitkan karena membutuhkan tambahan pengeluaran untuk mendapatkannya.
”Kita juga bisa menggunakan pendekatan kedua, yaitu mengubah cara kita mengoperasikan barang-barang yang membutuhkan listrik. Cara ini tidak menggunakan biaya,” katanya.
Dalam penggunaan AC, misalnya, ia menyarankan pengaturan suhu yang lebih tinggi, yakni minimal 25 derajat. Adapun setiap kenaikan 1 derajat suhu AC bisa menghemat penggunaan listrik 6 persen.
Penghematan listrik juga bisa dilakukan dengan memasang pengatur waktu untuk mematikan AC, khususnya di waktu tidur. Selain menggunakan fitur pengaturan yang ada di AC, stop kontak yang memiliki alat pengaturan waktu juga bisa digunakan untuk mematikan AC.
Peralatan bermotor, seperti pompa air, juga perlu diperhatikan. Agar tidak menyedot listrik terlalu cepat dan banyak, tombol level on dan off yang digunakan untuk menentukan kerja pompa dalam mengisi tangki air perlu diatur agar tidak terlalu dekat.
Adapun pada peralatan elektronik, seperti televisi atau komputer, penghematan bisa dilakukan dengan mematikan secara total aliran listrik. Jika hanya dimatikan dalam mode standby, peralatan tersebut masih dapat menarik 10-15 persen listrik.
”Lalu, mematikan lampu apabila tidak digunakan. Agar kita ingat untuk mematikan lampu, kita bisa bikin stiker peringatan untuk ditempel di dekat stop kontak. Cara lain untuk menghemat energi adalah memanfaatkan pencahayaan alami di ruangan saat siang hari,” katanya.
Motivasi
Menurut Nara, cara penghematan listrik tersebut hanya bisa dilakukan jika ada motivasi, yang diwujudkan dengan kedisiplinan dan kepedulian.
”Kalau ibu saya dulu, misalnya, suka rewel mengingatkan agar saya mematikan lampu. Mematikan lampu saat tidak digunakan jadi seperti kebiasaan berhemat. Sayangnya, masalah disiplin ini paling susah dilakukan,” ujarnya.
Untuk itu, kedisiplinan bisa dimunculkan dengan motivasi untuk menekan biaya tagihan listrik. Lebih jauh lagi, motivasi penghematan listrik juga bisa didasarkan pada kepentingan konservasi energi.
”Kita butuh pemahaman secara filosofis kenapa kita butuh menghemat energi. Gampangnya, ini untuk menurunkan pengeluaran bulanan. Tetapi bagi mereka yang punya uang, motivasi itu belum tentu efektif. Kita tentu perlu ingat bahwa energi itu ada karena dibangkitkan dengan energi lain, yang saat ini cadangannya terbatas,” pungkasnya.