Kebijakan bekerja dari rumah menyebabkan konsumsi listrik sebagian pelanggan melonjak drastis. PLN perlu menyosialisasikan lonjakan tagihan rekening listrik pelanggan itu serta memberikan solusi yang tepat.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Media sosial diramaikan keluhan dan protes pelanggan listrik yang mengaku tagihan listrik mereka membengkak dan melonjak drastis. Lonjakan terjadi pada tagihan Juni. Kebijakan bekerja dari rumah berpengaruh terhadap lonjakan konsumsi tenaga listrik pelanggan.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tak mengelak perihal keluhan pelanggan soal lonjakan tagihan tersebut. Hal itu bermula dari pandemi Covid-19 yang disikapi pemerintah dengan kebijakan bekerja dari rumah dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Untuk mencegah penularan Covid-19, pencatatan stand meter pelanggan listrik oleh petugas PLN ditiadakan sementara waktu. PLN menghitung tagihan listrik pelanggan pada April dan Mei berdasarkan rata-rata konsumsi tenaga listrik pada Januari, Februari, dan Maret. Sejatinya pembayaran tagihan rekening listrik adalah untuk konsumsi tenaga listrik sebulan sebelumnya.
Berdasarkan catatan PLN, ada kenaikan konsumsi tenaga listrik pelanggan rumah tangga berkisar 13-17 persen. Penurunan konsumsi terjadi pada pelanggan sektor industri dan bisnis akibat pemberlakuan PSBB dan bekerja dari rumah. Di sektor industri, konsumsi listrik turun 17-25 persen. Penurunan terbesar terjadi di sektor bisnis, seperti perhotelan, yang konsumsi tenaga listriknya merosot sampai dengan 60 persen.
Ada kenaikan konsumsi tenaga listrik pelanggan rumah tangga berkisar 13-17 persen.
PLN mencatat kenaikan konsumsi tenaga listrik terjadi sejak pekan ketiga Maret 2020 atau sejak kebijakan bekerja dari rumah. Kenaikan konsumsi tenaga listrik berlanjut setidaknya hingga akhir Mei. Namun, kenaikan konsumsi listrik itu tidak ditagihkan dalam pembayaran pada April dan Mei.
Sebagai ilustrasi, kenaikan konsumsi tenaga listrik sejak pekan ketiga Maret atau selama dua pekan pada bulan itu sebagai A, maka pada April dan Mei masing-masing ada kenaikan sebesar dua kali A. Dengan demikian, total kenaikan konsumsi terhitung sejak pekan ketiga Maret hingga akhir Mei ada lima kali A. Lima kali A itu yang kemudian ditagihkan saat pelanggan membayar pada Juni.
Lonjakan tagihan listrik itu membuat pelanggan terkaget-kaget. Agar pelanggan tak terbebani, PLN membuat kebijakan relaksasi pembayaran tagihan rekening listrik yang melonjak drastis itu. Ada sekitar 1,9 juta pelanggan dengan tagihan rekening listrik melonjak.
Relaksasi itu berupa kesempatan membayar lonjakan tagihan secara mengangsur. Hanya pelanggan dengan lonjakan tagihan listrik di atas 20 persen dari tagihan normal yang mendapat relaksasi. Bentuknya, PLN hanya menagih 40 persen dari kenaikan tagihan rekening listrik yang harus dibayarkan pada Juni. Sisanya yang sebesar 60 persen dicicil tiga kali yang dibayarkan pada tagihan rekening listrik bulan berikutnya.
Bisa jadi masih ada pelanggan yang ngotot konsumsi tenaga listrik mereka wajar dan tak berlebihan selama periode belajar dan bekerja dari rumah. PLN membuka diri untuk menerima keluhan dan memverifikasi tak ada manipulasi dalam penagihan rekening listrik itu. Begitu pula soal tarif listrik yang digosipkan naik diam-diam.
Logikanya, kenaikan tagihan rekening listrik merupakan hal wajar saat konsumsi tenaga listrik meningkat. Kebijakan bekerja dari rumah membuat konsumsi tenaga listrik meningkat, misalnya untuk mesin penyejuk ruangan, komputer, kulkas, dan mesin pompa air. Apalagi, jika berdiam diri di rumah, jalan keluarnya adalah bermain gim atau menonton televisi dalam durasi lama.
Meski demikian, keterbukaan dan transparansi kepada publik sangat diperlukan dalam situasi seperti saat ini. Emosi sebagian orang lebih mudah tersulut pada saat kondisi ekonomi anjlok akibat pandemi Covid-19. Belum lagi jika mata pencarian hilang, mobilitas terbatas, jenuh di rumah, serta cemas tertular Covid-19 yang hingga kini belum ada vaksinnya itu. Tersetrum tagihan rekening listrik yang melonjak kian membuat runyam keadaan.
Sementara masyarakat tak punya pilihan lain untuk berlangganan listrik. Apakah lantaran tak puas dengan pelayanan PLN membuat konsumen harus putus hubungan dengan perusahaan setrum ini? Sulit melakukannya, kecuali rela bergelap gulita di rumah. Ingat, urusan listrik di negara ini masih dimonopoli PLN. (Aris Prasetyo)