PLN mengakui ada lonjakan tagihan rekening listrik di luar kewajaran terhadap 1,9 juta pelanggannya. Relaksasi pembayaran tagihan diberikan agar tak memberatkan pelanggan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) diminta aktif menyosialisasikan lonjakan tagihan listrik untuk Juni 2020. Menurut PLN, tagihan listrik 1,9 juta pelanggan melonjak, lebih dari 20 persen dari tagihan normal, karena konsumsi listrik meningkat selama kebijakan belajar dan bekerja dari rumah sejak pekan ketiga Maret 2020.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpendapat, masyarakat berhak tahu tentang lonjakan tagihan listrik mereka. Selain itu, harus ada solusi atau penyelesaian, termasuk hal yang harus dilakukan pelanggan. Oleh karena itu, PLN sebaiknya membuka seluas-luasnya kanal pengaduan atas masalah yang menimpa konsumen.
”Dari keluhan konsumen yang kami terima, umumnya mereka mengaku kesulitan melaporkan masalah kepada PLN. Selain gagal panggil ke kontak pusat layanan, solusi yang mereka dapat disebut belum memuaskan,” kata Tulus saat dihubungi, Minggu (7/6/2020).
PLN memberikan relaksasi kepada pelanggan berupa angsuran pembayaran tagihan.
Tulus juga menyarankan konsumen agar rajin memeriksa dan mencatat angka konsumsi tenaga listrik yang tercatat pada stand-meter di rumah masing-masing. Catatan itu bisa jadi bukti jika konsumen hendak mengadukan persoalan lonjakan tagihan rekening listrik. Namun, ia menggarisbawahi, sejak ada kebijakan bekerja dari rumah, konsumsi tenaga listrik pelanggan umumnya melonjak.
Konsumsi naik
PLN memberikan relaksasi berupa pembayaran yang diangsur untuk meringankan beban pelanggan. Dengan skema itu, lonjakan tagihan listrik di atas 20 persen dari tagihan bulan sebelumnya akan ditagihkan sebesar 40 persen pada bulan Juni dan sisanya dibagi rata di tiga bulan berikutnya.
”Skema ini (relaksasi) diberikan sebagai jalan keluar terbaik bagi konsumen yang tagihan pada Juni 2020 melonjak sehingga konsumen tak terkejut dengan tagihan listrik selama masa bekerja dari rumah,” ujar Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril dalam keterangan resmi.
Lonjakan tagihan listrik itu, kata Bob, murni akibat naiknya konsumsi listrik sejak pemberlakuan kebijakan bekerja dari rumah dan pembatasan sosial berskala besar. Ia membantah isu yang beredar bahwa PLN menaikkan tarif listrik atau menerapkan subsidi silang antargolongan pelanggan.
Demi merespons keluhan pelanggan, PLN membuka posko informasi tagihan listrik sejak Mei 2020 di kantor PLN Pusat di Jakarta. Selain lewat saluran telepon pada nomor 123, pelanggan bisa mengadu lewat media sosial ataupun surat elektronik. PLN membuka saluran pengaduan 24 jam nonstop.
Dalam telekonferensi pers, Sabtu (6/6/2020), PLN menjelaskan, ada kenaikan konsumsi listrik sejak pekan ketiga Maret 2020. Lantaran ada kebijakan PSBB, pencatatan konsumsi listrik pelanggan pada stand-meter ditiadakan. Tagihan April dan Mei memakai acuan rata-rata konsumsi listrik bulan Januari, Februari, dan Maret.
Bob mengilustrasikan, jika rerata konsumsi listrik tiga bulan itu adalah ”X”, tagihan listrik April dan Mei sebesar ”X”. Padahal, konsumsi listrik sudah naik sejak pekan ketiga Maret. Selisih ”X” dengan konsumsi riil listrik pelanggan sejak pekan ketiga Maret disimbolkan sebagai ”A”.
”Maka, tagihan bulan April yang sebenarnya adalah X ditambah A (selisih konsumsi listrik sejak pekan ketiga Maret atau selama dua pekan). Sementara untuk Mei sebesar X ditambah dua kali A. Begitu pula tagihan pada bulan Juni menjadi X ditambah dua kali A. Artinya, pada pembayaran Juni akan ada tambahan 5 kali A. Itu yang menyebabkan tagihan rekening listrik melonjak,” kata Bob.