Defisit Transaksi Berjalan Masih Hantui Surplus Neraca Pembayaran
Perbaikan defisit transaksi berjalan masih tertahan kinerja ekspor dan impor yang mengalami kontraksi. Oleh karena itu, langkah-langkah perbaikan difokuskan pada bidang perdagangan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Surplus neraca pembayaran yang berhasil dicapai Indonesia pada akhir 2019 ditopang surplus transaksi modal dan finansial. Namun, pemerintah tetap perlu upaya ekstra untuk memperbaiki posisi neraca transaksi berjalan yang masih defisit.
Posisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang 2019 mencatatkan surplus 4,7 miliar dollar AS (Rp 64,45 triliun). Posisi ini melonjak hingga 11,8 miliar dollar AS (Rp 161,8 triliun) dari 2018 yang mencatatkan defisit 7,1 miliar dollar AS (Rp 97,36 triliun).
Berdasarkan keterangan resmi Bank Indonesia (BI) yang diterima Kompas, Senin (10/2/2020), lonjakan posisi NPI sejalan dengan perbaikan dari sisi defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, defisit transaksi berjalan triwulan IV-2019 tercatat 8,1 miliar dollar AS atau setara dengan 2,84 persen produk domestik bruto (PDB). Posisi itu membaik dari triwulan IV-2018 yang defisit sebesar 9,1 miliar dollar AS atau setara dengan 3,28 persen PDB.
”Defisit neraca transaksi berjalan yang membaik ini didorong oleh surplus neraca perdagangan serta surplus pada transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan,” ujarnya.
Defisit neraca transaksi berjalan yang membaik ini didorong oleh surplus neraca perdagangan serta surplus pada transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan.
Surplus neraca perdagangan barang itu ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat serta defisit neraca dagang migas yang menurun. Ini terjadi setelah pemerintah menjalankan mandatori pelaksanaan mandatori B20 (campuran 20 persen biodiesel ke dalam 1 liter solar) untuk mengendalikan impor migas.
Adapun surplus transaksi modal dan finansial meningkat signifikan. Pada 2018 surplus transaksi modal dan finansial sebesar 25,2 miliar dollar AS, meningkat menjadi 36,3 miliar dollar AS pada 2019.
BI memperkirakan kinerja NPI ke depan tetap baik dan mampu menopang ketahanan sektor eksternal. Prospek tersebut juga didukung oleh prediksi defisit transaksi berjalan sepanjang 2019 yang akan tetap terkendali di kisaran 2,5 persen-3 persen PDB.
”Di sisi lain, masih adanya prospek aliran masuk modal asing yang tetap besar didorong oleh persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia,” kata Onny.
Tertahan ekspor
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, perbaikan transaksi berjalan masih tertahan kinerja ekspor dan impor yang mengalami kontraksi. Oleh karena itu, langkah-langkah perbaikan difokuskan pada bidang perdagangan.
Pada 2020 pemerintah akan memperluas negara-negara tujuan ekspor. Terbaru, Indonesia menandatangani perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif dengan Australia (IA-CEPA). Selain itu, hilirisasi produk-produk sumber daya alam akan diprioritaskan pada 2020, seperti nikel, alumina, dan bauksit.
”Defisit transaksi berjalan diupayakan menurun secara bertahap. Pada 2020, defisit transaksi berjalan akan menurun ke kisaran 1,7 persen-2,1 persen PDB,” katanya.
Menurut Iskandar, pemerintah juga mendesain enam program perbaikan neraca perdagangan yang akan dieksekusi dalam satu tahun. Hal itu meliputi implementasi biodiesel 30 persen (B30), gastifikasi batubara, restrukturisasi Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), pembangunan smelter, pengembangan kilang hijau (green refinery), dan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara.
Pemerintah juga mendesain enam program perbaikan neraca perdagangan yang akan dieksekusi dalam satu tahun.
Defisit transaksi berjalan Indonesia terbilang tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan, pada 2018 neraca transaksi berjalan Malaysia surplus 2,3 persen, Vietnam surplus 3 persen, Thailand surplus 7,5 persen, bahkan Singapura surplus 19 persen. Defisit neraca transaksi berjalan dialami Filipina sebesar 2,4 persen.
Berlanjut
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memproyeksikan, surplus NPI masih akan berlanjut hingga tahun ini. Meskipun begitu, besaran surplus itu berpotensi berkurang akibat sejumlah sentimen, awal tahun ini.
”Beberapa komponen penyumbang surplus transaksi modal dan finansial yang akan cukup besar menunjang surplusnya NPI sepanjang tahun ini ialah penanaman modal asing, serta aliran modal masuk ke instrumen portofolio,” ujarnya.
Menurut Josua, perbaikan peringkat investasi Indonesia dari lembaga pemeringkat internasional Japan Credit Rating (JCR) dari BBB/outlook positif menjadi BBB+/outlook stabil diyakini dapat memicu aliran modal masuk ke instrumen surat utang pemerintah dan korporasi.
Namun, proyeksi suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, Federal Funds Rate (FFR), yang tidak akan turun sepanjang 2020 bisa membuat aliran dana dari negara-negara maju yang masuk ke pasar surat utang negara tidak akan sederas tahun lalu.
”Panjangnya durasi penyebaran wabah virus korona baru secara global juga akan memengaruhi sentimen investor portofolio ke Tanah Air,” kata Josua.
Di sisi lain, lanjut Josua, implementasi undang-undang omnibus law yang ditargetkan rampung pada semester I-2020 dapat mendorong aliran investasi yang masuk melalui penanaman modal asing (PMA) secara langsung. Perkembangan ini juga menjadi sentimen positif bagi investor portofolio.
Secara terpisah, Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia Febrio Kacaribu mengatakan, siklus bisnis di Indonesia utamanya didorong aliran modal dan ekspor komoditas. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia kini cenderung melambat.
Perlambatan ekonomi berpotensi mendorong depresiasi kurs rupiah. ”Depresiasi kurs rupiah akan memperburuk kondisi transaksi berjalan. Depresiasi kurs rupiah berkaitan dengan transaksi berjalan yang lebih dalam,” katanya.
Defisit transaksi berjalan, lanjut Febrio, menyebabkan Indonesia mengalami defisit berganda (twin defisit). Indonesia harus mewaspadai defisit transaksi berjalan yang dibarengi defisit anggaran.
”Kondisi defisit berganda berpotensi mengarah ke krisis ekonomi. Meski demikian, sejauh ini pemerintah dinilai dapat mengelola situasi itu,” ujarnya.