”Holding” Asuransi BUMN Tak Hanya Fokus pada Jiwasraya
Pembentukan induk asuransi diharapkan dapat meningkatkan tata kelola perusahaan asuransi yang baik. Utamanya terkait pengelolaan investasi, penghitungan aktuaria produk, fungsi-fungsi kepatuhan, dan manajemen risiko.
Oleh
Erika kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan perusahaan induk atau holding asuransi yang diusulkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara tidak hanya untuk mengembalikan uang nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pembentukan perusahaan induk itu juga diharapkan dapat memperbaiki tata kelola investasi perseroan yang bergerak di bidang asuransi.
Holding itu akan dibentuk bersama perusahaan asuransi BUMN lainnya, seperti PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero), PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), dan PT Jasa Raharja (Persero).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan hal itu dalam rapat bersama Panitia Kerja (Panja) Permasalahan Asuransi Jiwasraya Komisi VI DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima itu, hadir pula Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Tak ketinggalan Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko dan jajaran direksi.
Erick mengatakan, BUMN terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lembaga terkait lain. Ini dilakukan untuk menentukan solusi atas kesulitan likuiditas Jiwasraya.
Sejauh ini, mereka akan mengupayakan kewajiban pembayaran klaim pada pemegang polis produk Saving Plan sebesar Rp 16 triliun mulai akhir Maret 2020.
”Salah satu langkah awal untuk mengalirkan dana adalah dengan pembentukan holding asuransi dan lembaga penjaminan. Ini akan memainkan peran penting dalam skema yang nantinya diajukan pemerintah,” katanya.
Menurut Erick, pembentukan holding asuransi juga diharapkan dapat meningkatkan tata kelola perusahaan asuransi yang baik. Utamanya terkait pengelolaan investasi, penghitungan aktuaria produk, fungsi-fungsi compliance (kepatuhan), dan manajemen risiko yang selama ini terabaikan.
Ke depan, perlu ada keamanan investasi dan tidak hanya mengejar bunga. Hal ini menyangkut dana kelolaan jangka panjang yang butuh kepastian.
”Masalah Jiwasraya ini bukan masalah ringan, tapi cukup panjang. Ini juga karena manajemen Jiwasraya tidak melakukan investasi dengan prinsip kehati-hatian. Ini bukan menyalahkan, tapi realitas,” ujarnya.
Masalah Jiwasraya ini bukan masalah ringan, tapi cukup panjang. Ini juga karena manajemen Jiwasraya tidak melakukan investasi dengan prinsip kehati-hatian. Ini bukan menyalahkan, tapi realitas.
Ketua Panja Permasalahan Asuransi Jiwasraya Aria Bima sebelumnya menyampaikan, DPR serius mengawal penyelesaian kasus-kasus yang menyangkut Jiwasraya. Hal ini membuat tiga komisi di DPR membuat panja untuk mengawal setiap kasus terkait.
DPR melihat kasus ini perlu diselesaikan, baik di ranah hukum dengan Komisi III, makro keuangan dengan Komisi XI, maupun korporasi dengan Komisi VI. ”Kami sangat berharap dengan panja-panja di DPR ini rakyat paham dan bisa ikut menyaksikan penyelesaian yang dilakukan pemerintah,” kata Aria.
Sejauh ini, ada dua komisi di DPR yang membentuk panja untuk menyikapi kasus Jiwasraya. Selain Komisi VI, Komisi XI membentuk Panja Pengawasan Kinerja Industri Jasa Keuangan. Sementara itu, Komisi III yang menangani bidang hukum juga berencana membentuk panja.
Setiap komisi akan mengusut kasus dengan mitranya masing-masing. Komisi VI bekerja sama dengan Kementerian BUMN dan perusahaan terkait. Komisi XI bermitra dengan lembaga otoritas keuangan dan asuransi, seperti OJK. Komisi III bermitra dengan Kejaksaan Agung serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.