Selain mendukung program mandatori biodiesel B30, dana perkebunan kelapa sawit akan disalurkan untuk program peremajaan kebun sawit rakyat sampai 500.000 hektar hingga tiga tahun ke depan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS menyatakan komitmennya menyediakan dana untuk pengembangan sawit berkelanjutan. Selain mendukung program mandatori B30, dana disalurkan untuk program peremajaan sawit rakyat sampai 500.000 hektar hingga tiga tahun ke depan.
Langkah yang ditempuh BPDPKS untuk mendukung biodiesel maupun peremajaan kelapa sawit milik rakyat diklaim bisa mempertahankan harga sawit. Mandatori B30 adalah program pencampuran 30 persen biodiesel dalam setiap liter minyak solar.
Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami di Jakarta, Kamis (19/12/2019) menyebutkan, sejak tahun 2015, harga minyak sawit mentah (CPO) rata-rata di atas 550 dollar AS per ton. Hingga November 2019, dana peremajaan tersalur Rp 2,4 triliun untuk 98.869 hektar lahan dan melibatkan 43.881 petani.
Terkait program biodiesel, penyerapannya diperkirakan mencapai 6,6 juta kiloliter sampai akhir tahun. Sementara tahun depan, targetnya 9,6 juta kiloliter. Menurut Dono, pihaknya hanya mendukung di sisi pendanaan, sementara program ada di kementerian teknis, seperti Kementerian Pertanian untuk peremajaan kelapa sawit dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk biodiesel.
Adapun untuk penelitian dan pengembangan, dana tersalur Rp 98,4 miliar. Sementara untuk peningkatan sumber daya manusia di sektor sawit, dana yang disalurkan mencapai Rp 30,8 miliar. Dana juga disalurkan untuk promosi, yakni Rp 37,7 miliar, antara lain untuk menghadapi kampanye negatif terhadap produk sawit dan turunannya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, upaya pemerintah mengembangkan kelapa sawit melalui peremajaan tanaman, mandatori biodiesel, dan hilirisasi sawit sudah berada di jalur yang benar. Kini yang perlu dilakukan adalah konsistensi dalam penerapannya.
Kini yang perlu dilakukan adalah konsistensi dalam penerapannya.
“Peremajaan sawit harus ditangani komprehensif. Tak bisa hanya bagi-bagi bibit, lalu dilepas. Malaysia tak menambah lahan, tetapi bisa meningkatkan produktivitas tanaman. Hal itu sekaligus menepis tuduhan bahwa sawit diproduksi dengan cara yang tidak berkelanjutan,” kata Faisal.
Oleh karena program berada di kementerian teknis, bukan BPDPKS, maka perlu dipastikan kementerian melaksanakan program dengan baik. Di Kementerian Pertanian, misalnya, masalah di lapangan adalah kurangnya tenaga penyuluh, baik secara kuantitas maupun kualitas. Demikian pula data yang ada seringkali tidak sesuai antara satu institusi dengan lain.