Tanaman sawit yang diremajakan umumnya sudah berumur di atas 25 tahun dan tidak produktif lagi. Selama ini, kesulitan biaya memicu petani menunda peremajaan tanamannya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sedikitnya 3.004 hektar tanaman sawit milik rakyat di empat kabupaten di Provinsi Aceh diremajakan menggunakan biaya pungutan ekspor minyak sawit mentah. Penggunaan dana pungutan ekspor minyak sawit dinilai meringankan petani dalam melakukan pergantian tanaman yang tidak produktif.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Hanan, Jumat (5/7/2019), menuturkan, tanaman sawit seluas 3.004 hektar tersebut telah selesai ditanami pada 2017 dan 2018. Lahan itu semua milik rakyat yang berada di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Tamiang, dan Nagan Raya.
”Tahun ini kami kembali mengusulkan 15.209 hektar. Ini kesempatan bagus untuk meremajakan tanaman sawit rakyat,” kata Hanan.
Ia menambahkan, anggaran peremajaan mulai dari penebangan, bibit, hingga pupuk dibiayai oleh Kementerian Keuangan melalui dana pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO). Pemerintah mengutip 50 dollar AS dari setiap 1 ton ekspor minyak sawit.
”Besaran biaya peremajaan yang dibantu Rp 25 juta per hektar. Sebenarnya ini merupakan dana sawit yang dikembalikan kepada petani,” ujar Hanan.
Tanaman sawit yang diremajakan, lanjut Hanan, umumnya sudah berumur di atas 25 tahun dan tidak produktif lagi. Selama ini, kesulitan biaya memicu petani menunda peremajaan tanamannya.
Besaran biaya peremajaan yang dibantu Rp 25 juta per hektar. Sebenarnya ini merupakan dana sawit yang dikembalikan kepada petani.
Dana bantuan tersebut dikirimkan langsung kepada petani yang tergabung dalam kelompok atau koperasi. Petani yang mengikuti program peremajaan harus bergabung dengan kelompok agar sistem pengawasan mudah dilakukan.
Adapun luas tanaman sawit rakyat di Aceh adalah 220.092 hektar dengan produksi 384.175 ton per tahun. Kabupaten Nagan Raya, Aceh Timur, Aceh Singkil, dan Aceh Tamiang merupakan kawasan paling luas. ”Kami mendorong bupati yang daerahnya terdapat sawit untuk memanfaatkan program ini,” ucap Hanan.
Tahap pertama
Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare Aceh Barat Zamzami mengatakan, pada tahap pertama petani yang tergolong dalam koperasi itu telah meremajakan 142 hektar. Pada tahap kedua direncanakan akan dilanjutkan 311 hektar. Sementara 483 hektar lagi sedang dalam pengusulan. Adapun jumlah petani yang tergabung dalam koperasi itu sebanyak 515 orang.
Zamzami menyebutkan, sebenarnya anggaran yang dibantu oleh pemerintah sebesar Rp 25 juta per hektar tidak mencukupi. Namun, lanjutnya, bantuan tersebut sangat meringankan beban petani dalam meremajakan tanam sawit. Di samping itu, juga melalui program ini, bibit yang digunakan terjamin unggul sebab telah diverifikasi.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Aceh Sabri Basyah mengatakan, produktivitas sawit di Aceh rendah, hanya 2 ton CPO per hektar dari seharusnya lebih dari 3 ton.
Pada umumnya kebun rakyat tidak terkelola dengan baik sehingga produktivitas turun.
Menurut Sabri, perkelapasawitan di Aceh kian tertinggal jauh dibandingkan daerah lain, seperti Riau, Sumatera Utara, dan Jambi. Selain karena luas tanam yang tidak bertambah, banyak tanaman milik rakyat yang tidak dirawat dengan baik. ”Pada umumnya, kebun rakyat tidak terkelola dengan baik sehingga produktivitas turun,” ujarnya.
Untuk meningkatkan produktivitas, kata Sabri, diperlukan peremajaan tanaman karena tanaman dengan usia di atas 25 tahun produktivitasnya rendah. Permasalahannya biaya peremajaan tinggi sehingga petani kerap menunda.