JAKARTA, KOMPAS--Jenis pembangkit listrik dari energi terbarukan yang paling berkembang di Tanah Air adalah panas bumi. Sampai dengan triwulan III-2018, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 1.948,5 megawatt.
Meski demikian, target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional sulit dicapai.
Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana, tahun ini ada tambahan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 140 megawatt (MW). Tambahan itu dari PLTP Karaha Unit 1 sebesar 30 MW dan PLTP Sarulla Unit 3 sebesar 110 MW.
PLTP Karaha dikembangkan PT Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina (Persero), di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Adapun PLTP Sarulla dikembangkan PT Medco Energi Internasional Tbk di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
"Akan ada tambahan lagi dari tiga proyek PLTP yang totalnya 100 megawatt dalam empat bulan mendatang. Semoga proyek ini berjalan lancar tanpa hambatan," kata Rida, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Sementara itu, pembangkit listrik bioenergi -dari tenaga biogas dan biomassa- menyumbang tambahan 18 MW hingga triwulan III-2018. Dengan demikian, kapasitas terpasang secara keseluruhan dari pembangkit listrik tenaga bioenergi mencapai 1.857,5 MW. Kapasitas itu masih di bawah target tahun ini, yakni 2.030 MW.
Tidak terhubung
Sebagian besar pembangkit ini tidak terhubung dengan sistem jaringan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau off grid.
"Kendalanya, letak sumber energi pembangkit bioenergi ada di wilayah terpencil, misalnya di tengah hutan sawit yang tidak tersambung dengan jaringan PLN. Akibatnya, tarif keekonomiannya sulit untuk dibeli PLN karena terlampau mahal)," ujar Rida.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris, menambahkan, peluang menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik dari energi terbarukan di Indonesia masih sangat besar. Ada sekitar 2.500 desa di seluruh Indonesia yang belum teraliri listrik karena belum terhubung dengan jaringan listrik PLN.
"Ini peluang bagi swasta untuk mengambil peran mengembangkan energi terbarukan. Bikin jaringan baru dengan menggandeng PLN untuk berkontrak (jual beli tenaga listrik)," kata Harris.
Dalam diskusi bertajuk "World and Indonesia Energy Outlook 2018" di Jakarta, pekan lalu, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiani Dewi menyebutkan, target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 sulit direalisasikan. Kesulitan itu disebabkan berbagai kendala, antara lain biaya investasi tinggi, tingkat efisiensi teknologi yang rendah, kondisi geografis, dan faktor sosial masyarakat selaku pengguna energi.
Hingga triwulan III-2018, nilai investasi sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia sebesar 1,16 miliar dollar AS. Jumlah itu sekitar 57,7 persen dari target dalam APBN 2018. (APO)