JAKARTA, KOMPAS--Indonesia memerlukan berbagai terobosan dalam mengembangkan energi terbarukan. Pada 2025, porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional sedikitnya sebesar 23 persen.
Pengembangan energi terbarukan juga mendorong kondisi udara dan lingkungan yang lebih bersih. Apalagi, suatu saat nanti sumber energi fosil di Indonesia, seperti batubara, minyak, dan gas, akan habis. Di sisi lain, potensi dan sumber daya energi terbarukan di Indonesia untuk jenis hidro, bayu, dan surya, sangat melimpah.
”Perlu terobosan agar target 23 persen pada 2025 bisa tercapai. Pada 2025, kapasitas pembangkit listrik kita sekitar 100.000 megawatt, maka 23 persen setara dengan 23.000 megawatt. Sekarang masih 9.000 megawatt, sehingga perlu 14.000 megawatt lagi dalam 7 tahun ke depan," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pidato pembukaan The 7th IndoEBTKE ConEx 2018, Rabu (29/8/2018), di Jakarta.
Wapres Kalla menambahkan, potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar, hingga ratusan gigawatt. Hanya perlu 2.000 megawatt (MW) per tahun untuk mencapai 23.000 MW pada 2025. ”Oleh karena itu, bagaimana supaya aturan-aturan yang dibuat bisa mencapai target tanpa harus melanggar undang-undang,” tambahnya.
Wapres Kalla optimistis pengembangan energi terbarukan di masa mendatang kian efisien seiring dengan teknologi yang terus berkembang pesat. Maka, harga listrik dari energi terbarukan bakal mampu bersaing dengan harga listrik dari energi fosil. Apalagi, tarif listrik dari energi terbarukan tidak terpengaruh harga minyak maupun batubara yang fluktuatif.
Regulasi
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menambahkan, ada tiga terobosan yang dibutuhkan bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Ketiga hal itu adalah regulasi, pendanaan, dan teknologi.
Beberapa regulasi mengenai tarif jual beli tenaga listrik dari energi terbarukan dipandang kurang ekonomis bagi pengembang. Akibatnya, sejumlah investor memilih untuk menunggu lebih dulu sebelum memutuskan berinvestasi di Indonesia.
”Jika regulasi membuat keekonomian kurang menguntungkan, akan berdampak pada pendanaan. Mana mau perbankan memberi pinjaman untuk bisnis yang kurang menguntungkan? Itu masalahnya,” ujar Surya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengakui, kapasitas terpasang listrik energi terbarukan saat ini baru sekitar 12,7 persen dari total kapasitas terpasang. Masih diperlukan tambahan sekitar 10 persen untuk mencapai target dalam bauran energi nasional pada 2023.
Pemerintah sudah mendorong pemanfaatan biodiesel untuk dicampur ke dalam bahan bakar minyak (BBM), yakni solar, yang berlaku efektif per 1 September 2018.
”Apabila porsi biodiesel yang dicampur dengan BBM diperhitungkan, maka kontribusi energi terbarukan sudah mencapai 15 persen. Kami juga berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 40 juta ton karbondioksida sepanjang semester I-2018. Itu sudah jauh melampaui target 2018 yang ditetapkan sebanyak 36 juta ton karbondioksida," kata Jonan.
Alokasi
Pemerintah menargetkan serapan biodiesel tahun ini sebanyak 5,7 juta kiloliter (kl). Realisasi pada semester I-2018 sebanyak 1,77 juta kl. Adapun realisasi pada 2017 sebanyak 3,41 juta kl dan pada 2016 sebanyak 3,65 juta kl.
Alokasi biodiesel untuk PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk selaku badan usaha penyalur bahan bakar minyak sudah ditetapkan. Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1935 K/10/MEM/2018, alokasi biodiesel untuk Pertamina 1,9 juta kl, sedangkan untuk AKR Corporindo 40.000 kl. Alokasi tersebut berlaku untuk Mei-Desember 2018. (APO/INA)