JAKARTA, KOMPAS — Masalah tumpang-tindih peruntukan lahan semestinya tak terjadi lagi. Untuk itu, pemerintah mempercepat penyelesaian kebijakan satu peta. Presiden Joko Widodo meminta semua sudah tuntas pada 2019.
Komitmen pemerintah dalam menyelesaikan kebijakan satu peta ini ditegaskan Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas terkait kebijakan satu peta di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/2).
Hadir dalam rapat terbatas ini antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, dan Kepala Badan Informasi Geospasial Hasanuddin Zainal Abidin.
Rapat terbatas kemarin adalah yang ketiga kali berkaitan dengan kebijakan satu peta. Sebelumnya, pada 7 April 2016, fokus penyelesaian pada Pulau Kalimantan.
Adapun pada rapat terbatas kedua 13 Juni 2017, pekerjaan diarahkan pada Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Tahun 2018 ini, konsentrasi pada Jawa, Maluku, dan Papua. ”Tahun 2019, kebijakan satu peta ini dapat selesai secara keseluruhan di seluruh Tanah Air,” kata Presiden.
Presiden menegaskan, kebijakan satu peta sangat penting, sangat mendesak, sangat dibutuhkan untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor, berbagai kementerian, dan lembaga dalam satu peta yang terintegrasi.
Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan dan tumpang-tindih informasi geospasial. Selain itu, hanya ada satu referensi geospasial yang menjadi pegangan dalam pembuatan kebijakan strategis ataupun penerbitan perizinan.
Kenyataannya saat ini, banyak konflik dan sengketa akibat tumpang-tindih peta dan tumpang-tindih perizinan. Hal ini menghambat laju perekonomian di daerah.
Salah satu contohnya adalah sekitar empat juta hektar kawasan hutan tumpang-tindih dengan perkebunan.
Menurut Siti, hal ini disebabkan perizinan yang dikeluarkan oleh sejumlah instansi pemerintah, misalnya izin usaha pertambangan oleh pemerintah provinsi dan izin lainnya oleh pemerintah kabupaten.
Seusai rapat terbatas, Darmin menambahkan, diperkirakan Agustus 2018, Presiden Joko Widodo sudah bisa meluncurkan Ina-Geoportal.
Dalam portal ini, informasi geospasial Indonesia akan terhubung dengan sejumlah kementerian, lembaga, dan instansi.
Namun, saat ini Kementerian Koordinator Perekonomian masih menyusun protokol informasi geospasial mana yang bisa diakses dan oleh institusi mana saja. Salah satu informasi yang akan bisa diakses siapa pun adalah peta tata ruang.
Semua informasi geospasial, menurut Hasanuddin, memang akan sudah rampung dan tergabung dalam Ina-Geoportal pada Agustus 2018. Setidaknya, sudah ada 19 kementerian/lembaga yang bersinergi untuk mendukung Ina-Geoportal.
Sinkronisasi dan pembaruan informasi berjalan terus. Adapun peta yang disiapkan adalah skala 1:50.000 sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta 1:50.000.
”Pasti akan selalu ada update (pembaruan data),” ujar Hasanuddin. Tema yang berkaitan dengan pemetaan pun akan terus bertambah. Bila saat ini sudah ada 85 tema, di antaranya tata ruang dan kawasan hutan, ke depan bisa ditambahkan tema lain, misalnya kesatuan hidrologis gambut dan peta rawan banjir perkotaan.
Sejauh ini, lanjut Hasanuddin, memang terdapat beberapa kendala. Salah satunya adalah adanya kementerian yang masih enggan terbuka dengan informasi yang dimiliki. Selain itu, ada pula kendala kurangnya sumber daya manusia yang memahami pemetaan di kementerian/lembaga serta kelembagaan Badan Informasi Geospasial (BIG) yang hanya ada di ibu kota negara.
Masalah pemetaan terkait laut Indonesia saat ini juga mulai ditangani setelah diusulkan Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan. BIG pun bekerja sama dengan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL untuk membuat peta dasar rupa Indonesia lingkungan pantai dan laut.
Dalam menyelesaikan kebijakan satu peta ini, Presiden Joko Widodo mengingatkan supaya semua dilakukan secara cermat, teliti, dan akurat. Jika ada masalah, solusi harus dicari, terutama berkaitan dengan peta tanah ulayat dan batas desa.