Koleksi Museum Bali dieksplorasi sebagai bahan kajian yang hasilnya disosialisasikan dan didiseminasikan. Hal ini agar museum dan koleksinya semakin dikenal masyarakat.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Koleksi Museum Bali terus dieksplorasi untuk dijadikan bahan kajian. Hasil pengkajian kemudian didiseminasikan dan disosialisasikan agar museum dan koleksinya semakin dikenal masyarakat.
Dalam laporan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Bali yang dibacakan pada pembukaan seminar bertema ”Piranti Pengastawa Sulinggih” di kompleks Museum Bali, Kota Denpasar, Selasa (10/5/2022), disebutkan, Museum Bali memiliki lebih dari 14.540 benda koleksi. Dari keseluruhan koleksi tersebut, sekitar 13.400 benda koleksi sudah diregistrasi dalam basis data museum.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha mengatakan, Museum Bali mengelola koleksi benda karya budaya sejak masa lampau sampai masa kini. Belasan ribu benda koleksi Museum Bali ataupun tidak kurang 4.000 lontar koleksi Pusat Dokumentasi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali perlu terus dikaji dan keberadaannya diaktualisasikan dengan kondisi saat ini, selain dikonservasi.
Kepala Seksi Koleksi dan Konservasi UPTD Museum Bali I Putu Sedana menyatakan, Museum Bali memiliki banyak benda etnografi yang mengandung nilai peradaban kebudayaan Bali. Dalam beberapa tahun terakhir, UPTD Museum Bali melaksanakan kajian terhadap benda-benda koleksi museum dengan melibatkan para ahli. Sejak 2019, UPTD Museum Bali sudah menghasilkan 26 judul buku hasil kajian terhadap koleksi museum.
”Masih banyak koleksi museum yang perlu dicatat dan dikaji, mulai benda sejarah hingga benda protosejarah,” ujar Sedana. Pencatatan dan registrasi benda-benda budaya di daerah dan koleksi museum juga akan berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) daerah.
Adapun seminar dengan tema ”Piranti Pengastawa Sulinggih” juga menjadi proses sosialisasi dan diseminasi hasil kajian mengenai koleksi perlengkapan dan perangkat pemujaan para pandita atau pendeta Hindu yang dimiliki Museum Bali. Seminar tersebut menghadirkan tiga narasumber yang masing-masing membahas benda-benda perangkat pemujaan koleksi museum, konteks dengan mengacu naskah lontar terkait, dan fungsi.
Pengkajian terhadap benda koleksi museum itu juga dilengkapi hasil wawancara dengan sejumlah tokoh dari kalangan sulinggih dan pinandita atau pendeta Hindu. Ada pula kajian terhadap sejumlah naskah lontar terkait.
Ida Bagus Purwa Sidemen, salah satu pemateri seminar, menyebutkan, keberadaan peralatan atau perangkat pemujaan tersebut disebutkan dalam sejumlah naskah lontar, di antaranya lontar Siwaprakarana, lontar Purwaka Weda Buddha, lontar Tattwa Kerta Bhujangga, serta lontar Babad Pande ring Pangi. Baik perangkat maupun ukiran dalam perlengkapan pemujaan itu juga menyimbolkan dewa-dewa yang dipuja dan menjadi pemandu dalam persembahyangan.
Pada materi dengan topik berjudul ”Piranti Pengastawa Sulinggih Siwa Paksa–Siwapakarana” yang dipaparkan Purwa Sidemen, terdapat peralatan yang disebut padhupan atau pasepan. Peralatan itu bentuknya menyerupai sendok sayur dengan bagian ujung sendok berbentuk seperti cangkir. Padhupan atau pasepan digunakan sebagai tempat bara yang digunakan pendeta Siwa selama proses pemujaan.
Selain padhupan, terdapat pula pandhipa atau pedamaran, yakni tempat pelita. Museum Bali juga memiliki koleksi berupa genta atau lonceng kecil yang biasanya dibunyikan saat pendeta Hindu memimpin pemujaan dan persembahyangan.
Kajian terhadap koleksi Museum Bali terus dilakukan karena memiliki nilai budaya dan peradaban Bali.
Adapun dalam pembahasan bertopik “Piranti Pengastawa Sulinggih-Bodha Upakarana”, tim peneliti Ida Kade Suarioka juga memaparkan bentuk, fungsi, dan makna bhajra yang bentuknya menyerupai genta. Para pendeta Buddha membunyikan bhajra ketika menjalankan pemujaan dan memimpin persembahyangan. Bunyi yang dihasilkan bhajra diyakini memberikan konsentrasi dan sekaligus menjaga keharmonisan antara alam semesta (bhuana agung) dan manusia serta ciptaan-Nya (bhuana alit).
Pemakalah lainnya, I Made Surada, memaparkan sejumlah peralatan pemujaan yang bentuknya menyerupai bhajra, yakni genta padma. Genta padma bagian ujungnya menyerupai kuku kaki burung yang menyimbolkan empat arah mata angin atau Cadu Sakti.
Selain itu, terdapat pula genta uter, yakni perlengkapan mirip bhajra yang dibunyikan dengan cara memukulkan tongkat ke bagian cangkir genta. Lalu, tongkat itu diputar pada bagian bibir genta dengan arah berlawanan pergerakan jarum jam.
Dalam seminar tersebut, pendeta Hindu Ida Pedanda Gede Putra Tembau berharap kajian terhadap koleksi Museum Bali terus dilakukan karena memiliki nilai budaya dan peradaban Bali. Ida Pedanda juga berharap hasil kajian tersebut dibukukan agar semakin banyak koleksi museum yang diketahui masyarakat dan masyarakat menjadi mudah mengenali dan memahami nilai budaya pada koleksi museum.