Minat Penonton Bioskop Tinggi di Masa Libur Lebaran 2022
Di masa libur Lebaran 2022, bioskop dibanjiri penonton, bahkan lebih banyak dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini jauh berbeda dibanding situasi di masa awal pandemi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Petugas tiket melayani penonton yang membeli tiket film di salah satu jaringan bioskop CGV di Jakarta, Kamis (16/9/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Saat libur Lebaran tahun ini minat masyarakat untuk menonton film ke bioskop tergolong tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Ini ditangkap sebagai sinyal positif bagi pulihnya industri film di masa pandemi Covid-19.
Film KKN di Desa Penari yang tayang perdana pada 30 April 2022 merupakan salah satu judul film yang laris di bioskop. Tiket di sejumlah kota terjual habis sebelum film itu tayang. Menurut akun Instagram @kknmovie, jumlah penonton film tersebut di Indonesia lebih dari tiga juta orang per Senin (9/5/2022).
Angka tersebut membuat KKN di Desa Penari menjadi film terlaris pertama di Indonesia tahun ini. Berdasarkan laman filmindonesia.or.id, film ini masih berada di peringkat kedua pekan lalu. Setelah KKN di Desa Penari, film terlaris kedua yang berhasil mencapai jutaan penonton adalah Kukira Kau Rumah dengan 2,2 juta penonton.
Kendati tingginya jumlah penonton bersifat musiman, hal ini tetap dipandang sebagai sinyal positif untuk pemulihan industri film akibat pandemi.
Film terlaris di Indonesia selanjutnya pada 2022 adalah Dear Nathan: Thank You Salma dengan 754.744 penonton. Adapun film Kuntilanak 3 meraih 685.254 penonton, sementara film Menjelang Magrib ditonton 556.193 orang. Selain itu, film Doctor Strange in Multiverse of Madness juga menarik minat penonton.
Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan, kapasitas bioskop saat ini masih dibatasi, yaitu 70 persen dari kapasitas maksimal. Kuota 70 persen itu kerap terpenuhi beberapa pekan terakhir.
Hal ini berpengaruh pada naiknya omzet pengusaha bioskop. Omzet pengusaha bioskop pada masa libur Lebaran 2021 berkisar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per hari. Saat libur Lebaran tahun ini, minat masyarakat untuk menonton film ke bioskop meningkat dibandingkan masa tahun lalu. Dibanding periode yang sama di 2022, omzetnya naik Rp 30 juta hingga Rp 50 juta.
”Itu untuk bioskop independen. Angka ini belum termasuk jaringan bioskop yang besar,” tutur Djonny.
NHG
Bioskop kembali dibuka di Hangzhou, China, Senin (20/7/2020).
Ia menambahkan, kenaikan jumlah penonton ini merupakan efek dari euforia publik di masa liburan. Masa libur Lebaran pun jadi salah satu momen strategis untuk meluncurkan film baru. Selain Lebaran, momen strategis lainnya adalah saat masa libur sekolah, Natal, tahun baru, dan Idul Adha.
Tingginya animo publik untuk ke bioskop juga dipengaruhi oleh film yang beredar. Film yang diminati masyarakat cenderung meraih jumlah penonton yang besar.
”Ini bagus. Artinya, ada suasana baru dan insya Allah (produsen) film-film lain jadi berani untuk menayangkan filmnya (di bioskop). Sebab, penayangan film stop saat pandemi. Semoga ke depan tidak ada (peningkatan kasus) Covid-19 lagi,” kata Djonny.
Kendati tingginya jumlah penonton bersifat musiman, hal ini tetap dipandang sebagai sinyal positif untuk pemulihan industri film akibat pandemi. Selama pandemi, penayangan berbagai judul film terpaksa ditunda. Ini menghambat rantai distribusi film.
Sebagian film juga mengalihkan penayangannya ke platform over the top (OTT). Kendati platform itu memungkinkan film ditonton siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, sebagian besar pendapatan industri film masih berasal dari penjualan tiket di bioskop. Pandemi membuat perkembangan industri film Indonesia mandek. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, industri film sedang maju-majunya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Pengunjung menunjukan tiket film yang akan ditonton di salah satu jaringan bioskop CGV di Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Pemerintah pun menyertakan sektor film agar menerima dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Djonny berharap agar pengusaha bioskop juga dibantu pemerintah, misalnya dengan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak daerah.
Sebelumnya, menurut Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Edwin Nazir, konsumsi konten film di OTT cukup dominan di kalangan masyarakat selama pandemi. Namun, hal itu belum mampu menutup kerugian yang dialami pelaku industri film. Ini karena mereka turut menghadapi isu pembajakan.