Perjalanan legislasi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tersendat meski telah disepakati di tingkat Baleg DPR. RUU ini tidak masuk dalam agenda paripurna DPR hari ini.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
TANGKAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL
Rapat Pleno Pengambilan keputusan atas hasil Penyusunan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (TPKS) yang dipimpin Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas, Rabu (8/12/2021). Setiap fraksi di Baleg DPR menyampaikan pandangan mini atas hasil penyusunan RUU TPKS.
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan II DPR yang dijadwalkan berlangsung Kamis (16/12/2021) hari ini diharapkan menetapkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai RUU Usul Inisiatif DPR. Namun, RUU TPKS belum masuk di dalam jadwal rapat paripurna sehingga RUU itu belum akan diputuskan menjadi inisiatif DPR.
Melihat situasi darurat kekerasan seksual saat ini, sebagai wakil rakyat, DPR diharapkan mengesampingkan kepentingan politik dan mengedepankan kepentingan korban kekerasan seksual-yang juga konstituen DPR—yang membutuhkan perlindungan hukum.
Harapan besar tersebut disampaikan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (gabungan individu dan 140 lembaga pendampingan isu perempuan dan anak) melalui pernyataan sikap yang disampaikan pada Rabu (15/12/2021) malam.
Dari surat undangan Rapat Paripurna DPR yang beredar, penetapan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tidak tercantum dalam agenda paripurna, Kamis pukul 10.00. Adapun acaranya hanya ada dua, yakni Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Jalan dan Pidato Ketua DPR pada penutupan masa persidangan.
Kita merasa kecewa sekali ketika melihat jadwal Rapat Paripurna DPR, pada penutupan masa sidang, yang tidak memasukkan RUU TPKS. Jadi, di mana RUU TPKS? Apalagi yang menjadi hambatan.
”Kita merasa kecewa sekali ketika melihat jadwal Rapat Paripurna DPR, pada penutupan masa sidang, yang tidak memasukkan RUU TPKS. Jadi, di mana RUU TPKS? Apalagi yang menjadi hambatan,” ujar Ratna Batara Munti dari Asosiasi LBH APIK Indonesia.
Pertanyaan atas langkah DPR juga disampaikan Nini Rahayu, Lita Anggraini, Bivitri Susanti, dan para Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.
Dihubungi terpisah, Ketua Panja RUU TPKS di Baleg DPR, Willy Aditya, membenarkan RUU TPKS tidak masuk dalam agenda paripurna DPR, Kamis ini. Dia menegaskan, Baleg sudah mengirim surat kepada unsur pimpinan DPR, tetapi tidak ada rapat Badan Musyawarah DPR soal RUU tersebut.
”Karena tidak ada Bamus sehingga tidak bisa diagendakan pada paripurna besok, menunggu paripurna berikutnya pada pembukaan masa sidang DPR, tahun depan,” kata Willy.
Kompas
Rapat Pleno Pengambilan keputusan atas hasil Penyusunan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, (TPKS) yang dipimpin Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas, masing-masing fraksi di Baleg DPR menyampaikan pandangan mini atas atas hasil penyusunan RUU TPKS.
Gugah hati nurani DPR
Tidak masuknya RUU TPKS dalam agenda paripurna DPR sangat mengecewakan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual. Berbagai kasus kekerasan seksual yang terus terjadi, dengan deretan korban yang sebanyak panjang, seharusnya DPR membuka mata.
”Paling tidak DPR punya hati nurani melihat apa yang terjadi di sekitarnya,” kata Megawati dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).
Oleh karena itu, DPR terus diharapkan berubah pikiran dan memasukkan penetapan RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR sebelum paripurna digelar. Pimpinan DPR diharapkan tidak terus menggantung proses RUU yang dinantikan masyarakat.
Sri Nurherwati, mantan komisioner Komnas Perempuan, mensinyalir, tidak beraninya DPR meloloskan RUU TPKS menunjukkan ketakutan DPR. ”Jangan-jangan munculnya banyak kasus membuat pembuat regulasi ketakutan kalau semua kasus kekerasan seksual terbongkar dengan adanya RUU ini.
Taufik Basari, anggota Baleg DPR, menyatakan siap mengawal RUU TPKS. ”Yang bisa kami sampaikan, paling tidak dari semua Fraksi Nasdem, akan terus mengawal RUU TPKS. (Kami) melakukan segala upaya,” katanya.
TANGGAPAN LAYAR MEDIA SOSIAL
Ketua Panitia Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) Willy Aditya saat memimpin rapat Baleg DPR, Senin (30/8/2021), di Baleg DPR.
Dukungan untuk RUU TPKS juga disuarakan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). KUPI bersama Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual yang terdiri atas lebih dari 300 organisasi masyarakat sipil. Pada Selasa (14/12/2021) malam, mereka menggelar istigasah kubro dengan tema ”Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa dari Darurat Kekerasan Seksual”.
Dalam pernyataan sikap, Ketua Majelis Musyawarah KUPI Badriyah Fayuni dan tokoh agama sekaligus akademisi Wawan Gunawan meminta DPR agar segera memenuhi amanat konstitusi untuk memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini diwujudkan dengan menyusun sistem perlindungan hukum yang memberikan keadilan kepada korban, mencegah berulangnya tindak pidana kekerasan seksual, menjamin tidak ada impunitas pelaku, serta mencegah warga masyarakat agar tidak menjadi pelaku atau korban kekerasan seksual.
Dukungan atas RUU TPKS juga disampaikan Aliansi Pekerja Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI), Gender Network Platform (GNP), dan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.
Pernyataan sikap yang dibacakan Kustiah dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyatakan, negara wajib memastikan tidak ada lagi korban kekerasan seksual yang tidak terlindungi. Para korban membutuhkan penanganan terpadu dan komprehensif dan pelaku mesti dihukum agar tidak ada lagi hak-hak korban yang dilanggar.
Harapan yang sama disampaikan Ary Joko Sulistyo dari APBGATI dan Amalia Falah Alam dari GNP. RUU TPKS mendesak dibahas dan disahkan karena Indonesia saat ini dalam keadaan darurat kekerasan seksual serta semakin menipisnya ruang aman bagi perempuan.