Akreditasi Semakin Berfokus pada Mutu yang Sebenarnya
Kemendikbudristek berharap akreditasi semakin punya peran penting dalam mendorong guru dan kepala sekolah/madrasah untuk memperhatikan tumbuh kembang siswa, bukan semata-mata menyelesaikan target kurikulum.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penjaminan mutu pendidikan lewat akreditasi sekolah/madrasah semakin diarahkan untuk menjamin kualitas pembelajaran yang tecermin dari kualitas lulusan sekolah/madrasah. Pencapaian mutu lulusan ini difokuskan dengan memperkuat fokus pada peningkatan proses pembelajaran, guru, dan manajemen sekolah.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan, penjaminan mutu eksternal sekolah/madrasah hanya dilakukan BAN S/M untuk memastikan pencapaian standar nasional. Hasilnya akan menjadi masukan untuk mendorong perbaikan mutu pencapaian standar nasional.
”Kami mendukung reformasi BAN S/M selama satu hingga dua tahun melakukan refleksi untuk menata ulang berbagai komponen sistem penjaminan mutu ini, mulai dari kerangka penilaian, instrumen, seleksi asesor, hingga pelatihan asesor untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka sampai mekanisme dan bisnis proses,” kata Anindito di acara diskusi Publik Hasil Akreditasi 2021: Sistem Automasi Akreditasi Sekolah/Madrasah Berbasis Data Sekunder yang digelar Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Dengan automasi, akreditasi akan jauh lebih efisien karena berbasis dari data pokok pendidikan, asesmen yang dilakukan Kemendikbudristek (nantinya juga Asesmen Nasional), dan platform rapor pendidikan. Automasi reakreditasi akan mengurangi beban administratif guru dan kepala sekolah/madrasah.
”Ini merupakan bagian yang mendasar untuk mengubah orientasi akreditasi dan penjaminan mutu yang benar-benar berorientasi pada mutu, terutama mutu pembelajaran. Hasil akreditasi atau pencapaian kompetensi lulusan ini jadi barometer utama,” kata Anindito.
Kemendikbudristek berharap akreditasi semakin punya peran penting dalam mendorong guru dan kepala sekolah/madrasah untuk memperhatikan tumbuh kembang siswa, bukan semata-mata menyelesaikan target kurikulum atau mengejar nilai ujian.
Kemendikbudristek berharap akreditasi semakin punya peran penting dalam mendorong guru dan kepala sekolah/madrasah untuk memperhatikan tumbuh kembang siswa, bukan semata-mata menyelesaikan target kurikulum atau mengejar nilai ujian. Pihak sekolah diminta untuk melihat betul kemajuan belajar siswa.
Upaya ini tentu mengandaikan sikap dari para guru yang reflektif dan kolaboratif. Karena itu, diperlukan sosok kepala sekolah yang bisa mendorong dan memfasilitasi refleksi dan pembelajaran guru, juga pengawas sekolah dan dinas pendidikan yang bisa memfasilitasi hal tersebut.
Sementara itu, Ketua BAN S/M Toni Toharudin mengatakan, untuk S/M yang sudah masuk dalam database reakreditasi, mereka akan masuk ke dashboard monitoring sistem dengan melihat data sekunder dari Dapodik (Kemendikbudristek) dan EMIS (Kementerian Agama), dan sumber data sekunder lain dari dua kementerian. Tahun ini belum masuk data sekunder Asesmen Nasional.
Maka, ada tiga kemungkinan hasilnya dari proses akreditasi, yakni indikasi kinerja menurun, status quo, atau naik kualitasnya. Jika hasilnya turun, S/M akan divisitasi oleh asesor. Sementara apabila status quo, S/M akan menjalani perpanjangan otomatis.
”Sistem automasi ini efektif dan S/M akan meningkat budaya mutunya karena selalu terpantau,” kata Toni.
Proses pembelajaran
Paradigma baru akreditasi dengan data empirik hasilnya mulai terlihat. Efek langsung proses pembelajaran ke kualitas lulusan mencapai 0,96, mutu guru terhadap proses pembelajaran 0,62. Adapun efek terhadap setiap proses pembelajaran 0,4, dan kualitas guru dipengaruhi manajemen sekolah 0,9.
”Sudah terbukti bahwa proses pembelajaran sangat penting di dalam menentukan kualitas lulusan. Janganlah heran kalau Kemendikbudristek sekarang fokus pada peningkatan proses pembelajaran di tiap sekolah karena secara data hasil akreditasi membuktikannya,” kata Toni.
Pada tahun 2021 ada 100.746 S/M sasaran, tetapi kuota S/M yang dianggarkan mengikuti program ini baru 10.449 S/M. Adapun S/M yang bisa divisitasi baru mencapai 11.459 S/M.
Anggota BAN S/M, Budi Susetyo, mengatakan, dari model yang dikembangkan dengan mengolah data 81.570 S/M yang menjalani reakreditasi, ada 22,6 persen kinerja S/M yang menurun, sedangkan 77,4 persen status quo atau naik. Sementara itu, minimum sasaran visitasi seharusnya sebanyak 24.074 S/M dari hasil yang menurun serta yang sasaran baru dan tidak terakreditasi.
Namun, saat ini kuotanya hanya 10.586 S/M. Dengan automasi, S/M yang menjalani reakreditasi bisa ada perpanjangan sesuai dengan hasil penilaian.
Sampai saat ini BAN S/M memiliki data 276.076 S/M. Dari jumlah itu, S/M yang habis masa akreditasinya tahun 2021 belum terakreditasi, dan tidak terakreditasi sebesar 36,5 persen atau 100.746 S/M. Sementara itu, S/M yang sertifikatnya masih berlaku atau belum layak sekitar 63,5 persen atau 175.330 S/M.
Berdasarkan visitasi ke 11.459 S/M, terpantau ada S/M yang hasil akreditasinya naik ataupun turun. Di jenjang SD, banyak S/M yang turun akreditasinya, sedangkan di jenjang SMP/MTs juga ada yang menurun.
”Yang menurun ini harus jadi kajian. Mudah-mudahan sistem baru ini memang menilai sistem kinerja S/M yang sebenarnya. Artinya, pengukuran secara kinerja memang tepat,” kata Budi.
Dari pemantauan, ada 419 S/M yang tidak terakreditasi dan kemudian direkomendasikan untuk digabung (3 persen), ditutup (9 persen) dan dibina (88 persen).”Tindak lanjut dari hasil akreditasi ini tergantung dari kementerian. Tapi, kita ingin pola pikir budaya mutu itu menjadi kesadaran bersama. Sekolah harus sadar untuk mengevaluasi mutunya. Kami mendorong supaya kementerian dapat memanfaatkan hasil akreditasi ini dengan baik,” kata Toni.