Pendidikan Keluarga Tidak Sekadar Berbagi Tips Pengasuhan
Pendidikan keluarga dinilai baru sebatas berbagi tips pengasuhan. Padahal, penguatan pengetahuan dasar pengasuhan serta hak dan perlindungan anak menjadi kunci keberhasilan pendidikan dalam keluarga.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat ruang gerak anak-anak terbatas berada di rumah selama pembatasan kegiatan masyarakat. Kasus kekerasan pada anak pun meningkat. Untuk mengoptimalkan tumbuh kembang dan melindungi anak, sosialisasi pendidikan keluarga diperkuat.
Sayangnya, pendidikan keluarga masih dilakukan secara sporadis, lebih pada berbagi kiat pengasuhan anak. Sosialisasi pendidikan keluarga sejauh ini belum pada penguatan pengetahuan dasar kepengasuhan serta hak dan perlindungan anak.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi dalam Konferensi Parenting I yang digelar Suluh Keluarga di Jakarta, Jumat (26/11/2021), menilai, kasus kekerasan pada anak meningkat di masa pandemi. Anak-anak makin rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan, mulai dari fisik, psikis, sampai seksual.
Ditambah lagi ada kecemasan terkait penurunan hasil belajar atau learning loss. Jadi, pengetahuan, keterampilan, dan prestasi akademik anak pun menurun akibat ketidakmampuan keluarga dalam mendampingi anak belajar di rumah.
”Meski Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), bahkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pernah ada Direktorat Pendidikan Keluarga, sejauh ini pendidikan keluarga masih lemah. Tidak ada kerangka kerja jelas yang bisa diikuti masyarakat,” tuturnya.
Maka dari itu, peran serta masyarakat melalui konferensi ini diperlukan untuk mendiskusikan cara penyelenggaraan pendidikan keluarga. Konferensi tersebut diikuti pendidik, orangtua, dan pegiat pendidikan keluarga.
Tanggung jawab bersama
Pembahasan dalam konferensi parenting (pengasuhan) pertama ini meliputi, antara lain, perbedaan pengasuhan konvensional dan modern hingga bagaimana keluarga berperan dalam pembentukan Profil Pelajar Pancasila. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak ditegaskan, perlindungan dan pemenuhan hak anak jadi tanggung jawab semua pemangku kepentingan.
Ada kewajiban menjamin hak hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi, dan perlindungan demi menjaga martabat anak. ”Tidak ada kekerasan, eksplorasi, dan diskriminasi agar anak bertumbuh kembang dengan baik. Anak-anak butuh didengar dan berpartisipasi sehingga menjadi manusia unggul di masa depan,” kata Seto.
Tidak ada kekerasan, eksplorasi, dan diskriminasi agar anak bertumbuh kembang dengan baik. Anak-anak butuh didengar dan berpartisipasi agar jadi manusia unggul di masa depan.
Peran keluarga dalam pendidikan anak telah diatur guna membangun kepedulian keluarga, penguatan karakter, sinergi dengan sekolah, serta mewujudkan lingkungan pendidikan aman, nyaman, dan menyenangkan. Keluarga juga berperan dalam memperkuat karakter anak, motivasi semangat belajar, budaya literasi, dan memfasilitasi kebutuhan belajar anak.
”Prinsipnya, tanggung jawab pendidikan anak perlu dukungan sekampung. Sebab, pendidikan bukan sekadar memberi pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada anak, melainkan juga menumbuhkan dorongan dari dalam. Pendidikan bisa dilakukan di sekolah dan di rumah,” ungkapnya.
Pendidikan tersebut mencakup etika (misalnya sopan santun), estetika (keindahan, kerapian, seni), ilmu pengetahuan dan teknologi, nasionalisme, serta kesehatan. Pendidikan dalam lima aspek ini membutuhkan kerja sama sekolah, keluarga, dan masyarakat. Jalur pendidikannya bisa formal, nonformal, dan informal, yang saling melengkapi atau menggantikan.
”Pemahaman tentang pengasuhan ditingkatkan, bukan orangtua sebagai status, melainkan juga profesi orangtua untuk berperan dalam pendidikan dan merangsang tumbuh kembang anak. Pandemi memperlihatkan pentingnya sinergi dan komunikasi yang efektif antara orangtua dan guru,” kata Seto.
Menurut Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan KhususKementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Samto, pendidikan membutuhkan peran bersama pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Karena sebagian besar waktu anak-anak di tengah keluarga, peran orangtua amat penting.
”Apalagi anak-anak usia dini, waktu belajar di PAUD (pendidikan anak usia dini) terbatas, sangat memerlukan bimbingan dan peran orangtua dalam memastikan tumbuh kembang yang baik dan pembelajaran,” kata Samto.
Sebagian besar pendidikan karakter ada di pundak keluarga. Dalam menanamkan nilai-nilai keluarga dan karakter baik, lebih banyak dilakukan di keluarga daripada sekolah. ”Warna pendidikan dominan dalam pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga bermutu juga sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak,” ucap Samto.
Pola pengasuhan
Joelle Hsu sebagai pendidik berbagi pengalaman menghadapi generasi sekarang, terutama Gen Z, yang membuat pemikiran untuk mengkaji pengasuhan konvensional dan modern. Gen Z adalah sebuah generasi yang akan mengubah dunia karena anak-anak kelahiran tahun 1997-2012 ini merupakan generasi sosial pertama yang tumbuh dengan internet sejak usia muda. Mereka terhubung dengan teknologi dan memahaminya dengan mudah.
Joelle menjelaskan, anak-anak Gen Z dinilai orangtua mereka berbeda dengan zamannya. Generasi ini terbiasa hidup dalam dua dunia, yakni luar jaringan dan dalam jaringan menjadi satu, membuat mereka menjadi sosok yang sulit ditebak atau tidak ekspresif.
”Untuk akses pendidikan amat terbuka bagi mereka dengan kecepatan luar biasa. Namun, sistem pendidikan belum banyak berubah dari zaman dulu. Sebagai pendidik, misalnya, guru masih kesulitan untuk membawa Gen Z bisa melihat relevansi apa yang dipelajari di sekolah dan gunanya untuk masa depan,” kata Joelle.
Terkait hal itu, orangtua harus merelakan mereka berjalan di jalur dan zaman generasi mereka. Orangtua harus merelakan ambisi pribadi dan memantau ambisi serta mimpi anak-anak. ”Relakan mereka mengayuh kapal di laut dengan ombak mereka,” kata Joelle.
Sebagai orangtua, lanjut Joelle, periksa daftar perkembangan remaja dan analisis fondasi kepribadian anak dari kecil. Ada saat mereka membutuhkan orangtua menjadi rekan diskusi bagi remaja dan pantau mereka, jangan dibiarkan.