Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memastikan Asesmen Nasional tidak akan membebani pembelajaran siswa di tengah masa Pandemi Covid-19.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Asesmen Nasional segera dimulai bulan depan di sekolah-sekolah yang sudah bisa menggelar pertemuan tatap muka terbatas. Asesmen Nasional tidak berdampak pada penilaian untuk siswa maupun guru, tapi untuk pemetaan sekolah guna perbaikan kualitas pembelajaran.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Anindito Aditomo pada acara kunjungan virtual ke Kompas Gramedia, Kamis (12/8/2021), mengakui banyak kritik ke Kemendikbudristek yang tetap akan menggelar Asesmen Nasional (AN) di tengah kondisi pandemi Covid-19. Program ini tetap dilaksanakan karena tidak akan menambah waktu belajar siswa.
Menurut Anindito, AN bukan ujian yang menghasilkan nilai untuk siswa. Pelaksanaannya pun saat siswa kelas 5 SD, 8 SMP, dan 11 SMA/SMK sederajat sudah bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas.
Evaluasi dianggap beban, sehingga membuat stres. Padahal, AN bukan pengganti UN. Tidak ada konsekuensi bagi siswa dan sekolah (Anindito Aditomo)
“Selama ini yang namanya evaluasi dari pemerintah diasumsikan menjadi beban bagi siswa, guru, dan kepala sekolah. Hal ini bisa dipahami karena berangkat dari mindset dan cara berpikir yang sudah bertahun-tahun terjadi di sistem pendidikan kita. Evaluasi dianggap beban, sehingga membuat stres. Padahal, AN bukan pengganti UN. Tidak ada konsekuensi bagi siswa dan sekolah,” jelas Anindito.
AN tahun 2021 akan menjadi garis dasar agar titik awal pemetaan yang selama ini beragam dan tak terhubung satu sama lain bisa diselaraskan. Yang jelas, AN tidak memunculkan konsekuensi untuk sekolah dan daerah, sehingga tidak akan membebani dalam pembelajaran. Persiapan teknis memang dibutuhkan, terutama terkait proktor untuk teknisi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sekolah.
“Kami menyayangkan jika anak-anak disuruh latihan dan beli buku latihan. Lebih baik uangnya untuk dibelikan buku bacaan anak yang menarik. Seharusnya tidak ada beban pembelajaran,” ucapnya.
Anindito menambahkan, hasil AN bukan untuk pelabelan atau pemeringkatan sekolah dan daerah. Nanti ada rapor tiap sekolah yang bisa dipakai untuk evaluasi dan perbaikan.
Sekolah nantinya akan mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Sementara itu, pemerintah daerah mendapat pendampingan dari pemerintah pusat lewat lembaga penjaminan mutu pendidikan dan unit lain untuk mendukung transformasi ke perbaikan mutu pendidikan di sekolah-sekolah.
Meskipun Kemendikbudristek meyakinkan AN tidak berdampak pada nilai siswa, nyatanya di banyak sekolah/madrasah digelar uji coba atau try out AN. “Ada jadwal dari sekolah anak saya yang kini kelas 5 SD untuk try out AN secara daring dari rumah. Namun, belum jadi karena ada kendala teknis,” ujar Rachma, orangtua siswa di Tangerang Selatan.
Tidak semua siswa
Anindito mengatakan, AN tidak sekadar memetakan atau memotret kualitas pendidikan karena sudah ada data secara makro AN ini digelar untuk memantik perubahan positif di ruang kelas supaya berorientasi pada perbaikan proses dan hasil belajar.
“Harapannya kompetensi dan karakter siswa meningkat, memantik perubahan cara berpikir, pembelajaran, kepemimpinan sekolah dan pengawasan sekolah,” ujar Anindito.
Peserta AN untuk siswa kelas 5, 8, dan 11 sekolah/madrasah ini dipilih secara acak oleh Balitbang, Kemendikbudristek. Tidak semua siswa akan ikut AN, tapi hanya perwakilan di tiap sekolah. Namun, guru dan kepala sekolah tetap ikut AN terkait survei iklim lingkungan sekolah. Ini mestinya tanpa beban karena bisa dilakukan secara mandiri.
Asesmen yang dilakukan tidak untuk semua mata pelajaran. AN hanya mengetes kompetensi kognitif siswa di literasi dan numerasi, serta karakter.
Hasil AN nantinya akan menjadi umpan balik bagi sekolah untuk melihat kompetensi dan karakter siswa. Diharapkan sekolah dan daerah nantinya berkomitmen untuk fokus pada perbaikan kualitas pembelajaran di kelas.
Pembelajaran lebih banyak dilakukan di kelas, sehingga harus dipastikan guru bisa mengelola kelas yang kondusif untuk belajar. Ketika guru bisa memberi dukungan emosional pada siswa, maka siswa akan merasa diterima dan percaya diri untuk mampu belajar dan berprestasi. Guru bisa memandu siswa untuk proses belajar lebih mendalam sehingga pembelajaran di kelas semakin berkualitas.
Adapun, kelulusan siswa sendiri menjadi wewenang guru dan sekolah. Ketentuan ini eksplisit disampaikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Gurulah yang memahami proses perkembangan belajar siswa lewat asesmen yang holistik, bukan sekedar ditentukan oleh waktu dua jam di ujung pembelajaran yang menentukan seperti UN.
“Potret utuh siswa enggak bisa (sepenuhnya) dilakukan pemerintah. Pemerintah hanya mengevaluasi sistem pendidikan,” kata Anindito.
AN akan memotret proses pembelajaran kognitif dan non-kognitif serta kualitas lingkungan belajar sekolah. Menurut Peraturan Mendikbudristek Nomor 17/2021 tentang AN, ada tiga indikator pengukuran AN, yakni, pertama, hasil belajar kognitif yang mencakup literasi membaca dan numerasi. Kedua, hasil belajar non-kognitif yang mencakup sikap yang melandasi karakter-karakter dalam profil pelajar Pancasila. Ketiga, kualitas lingkungan belajar mencakup iklim keamanan, iklim inklusivitas dan kebinekaan, serta proses pembelajaran di satuan pendidikan.
Berbagai persepsi
Ketua Umum Asosiasi Pengawas Seluruh Indonesia (APSI) Pusat Agus Kuncoro di acara Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Pendidikan beberapa waktu lalu mengatakan, dari survei sederhana yang dilakukan APSI, persepsi tentang AN masih beragam. Secara umum, AN masih dimaknai sebagai pengganti UN, termasuk mengaitkannya sebagai penentu kelulusan siswa. Ada juga yang menyatakan sarana pendukung belum memadai untuk dilaksanakan UN.
"Asesmen ini harus bisa memotret siswa sebagai sosok manusia, bukan sekadar obyek. Sekolah dan siswa terus diberi tes, tapi apakah sudah bisa membawa pada ekosistem sekolah adaptif, kontekstual, berpusat pada siswa, dan relevan?," kata Agus.