Pesan Penting Horoskop Bali, ”Palalintangan”, Harus Tetap Lestari
”Palalintangan” atau horoskop Bali sebagai warisan budaya diyakini masih relevan dalam kehidupan masa kini. Namun, ”palalintangan” semakin digantikan dengan zodiak yang dinilai lebih efisien dalam meramalkan kehidupan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Beragam pesan penting dalam palalintangan atau horoskop Bali diyakini masih relevan diterapkan dalam berbagai sendi kehidupan. Namun, butuh perhatian banyak pihak agar pesan penting palalintangan itu tetap bisa lestari.
Demikianlah benang merah kajian tentang palalintangan pada koleksi Museum Bali di Kota Denpasar, Selasa (15/6/2021). Pemaparan disampaikan I Made Suatjana dengan topik ”Visual Palalintangan pada Koleksi Museum Bali”, Gede Marayana dengan topik ”Makna Palalintangan pada Museum Bali”, dan Ida Bagus Budayoga yang membahas topik ”Upakara Bebayuhan Palalintangan pada Koleksi Museum Bali”.
Palalintangan menjadi salah satu koleksi Museum Bali. Saat ini, jumlahnya ada delapan buah. Sebanyak tujuh koleksi dilukis pada kain. Sementara satu koleksi lainnya dilukis di atas kulit sapi. Seluruh palalintangan berasal dari Desa Kamasan, Gelgel, Kabupaten Klungkung.
Palalintangan diidentikkan dengan zodiak dalam kalender Masehi atau shio dalam kalender China. Khusus palalintangan Bali, isinya mengungkap ramalan manusia dari kelahiran berdasarkan pengaruh 35 rasi bintang dengan sistem wewaran, yakni panca wara dan sapta wara pada kalender Bali.
Panca wara mengacu pada umanis, pahing, pon, wage, dan kliwon. Adapun sapta wara terdiri dari radite (Minggu), soma (Senin), anggara (Selasa), budha (Rabu), wraspati (Kamis), sukra (Jumat), dan saniscara (Sabtu).
Suatjana menyebutkan, koleksi palalintangan di Museum Bali menunjukkan visual para dewa sebagai simbol penguasa hari ataupun hewan sebagai simbol hari.
Dalam kehidupan masyarakat Bali, palalintangan digunakan untuk memperkirakan watak, karakter, ataupun tabiat seseorang berdasarkan kelahirannya. Budayoga menyebutkan alam semesta diyakini memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang.
Konsep dalam Hindu menunjukkan, kemanunggalan alam semesta dan semua makhluk, termasuk pula hubungan manusia dengan alam semesta. Surya atau matahari dipercaya sebagai sumbu dari perputaran planet, bintang, dan juga bulan.
Dengan mengacu palalintangan, umat berusaha mengenali pengaruh bintang di orbit terhadap aspek kehidupannya, baik mengenai nasib, sifat, rezeki, jodoh, maupun kejadian yang berkaitan dengan hidupnya.
Palalintangan juga digunakan untuk menentukan bentuk dan jenis upakara bebayuh atau ruwatan, dengan tujuan menghilangkan hal-hal negatif dan membersihkan jiwa raga seseorang. Palalintangan juga dapat digunakan dalam praktik perdukunan atau paranormal.
Selain itu, menurut Marayana, pemahaman tentang palalintangan dan perhitungan hari juga digunakan sebagai pedoman masyarakat Bali yang agraris. Hal itu dilakukan dalam menjalankan aktivitas mereka agar mencapai keharmonisan dan memulai kegiatan ritual ataupun sosialnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha menyatakan, museum adalah wadah pengetahuan dan penyimpan peradaban. Koleksinya merupakan cerminan nilai tradisi dan kearifan lokal untuk mempelajari peradaban.
”Dulu, museum seolah-olah menjadi tempat yang kuno, masa lampau, dan tidak ada fungsinya,” kata Sugiarta.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Museum Bali I Gusti Agung Ayu Cipta Dewi mengungkapkan, seminar tentang palalintangan menjadi upaya mendiseminasikan hasil kajian terhadap koleksi museum. Seminar juga digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang Museum Bali beserta koleksinya.
”Selain mengadakan seminar hasil kajian tentang palalintangan, Museum Bali juga akan mengadakan seminar mengenai wastra (kain) koleksi museum,” kata dia.