Saat ini ada desakan untuk mereformasi Pendidikan Pancasila agar mampu menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya sudah ada dalam keseharian hidup masyarakat
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan Pancasila tetap harus secara eksplisit masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun, Pendidikan Pancasila jangan sekadar jadi mata pelajaran atau mata kuliah hafalan. Pancasila justru seharusnya menjiwai proses pendidikan, terutama untuk menguatkan karakter generasi muda bangsa secara pribadi ataupun sebagai warga negara Indonesia yang memiliki jati diri bangsa yang berbeda dari negara lain.
Dalam webinar ”Bincang Kebangsaan Bertajuk Pancasila dalam Kurikulum” yang digelar Gen Indonesia dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional, Senin (3/5/2021), sejumlah tokoh dan pemerhati pendidikan menyepakati Pendidikan Pancasila wajib diajarkan di sekolah hingga perguruan tinggi. Ada desakan untuk mereformasi Pendidikan Pancasila agar mampu menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya sudah ada dalam keseharian hidup masyarakat sehingga menjadi panduan dalam karakter dan moral bangsa.
Anggota Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, mengatakan, proses pendidikan harus mendidik pikiran dan budi pekerti. Pendidikan Pancasila menjadi penting untuk mengasah karakter dan moral sebagai bagian pendidikan budi pekerti.
Kami minta bukan hanya pelajaran Pancasila. Namun, seluruh pedagogi harus menjiwai Pancasila.
”Saat ini, pelajaran Pancasila di sekolah harus dikritisi karena banyak di level jargon dan hafalan. Akibatnya, pelajar dan mahasiswa tidak mengalami ber-Pancasila. Padahal, tujuannya nanti supaya generasi muda mampu berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila,” ujar Hetifah.
Menurut Hetifah, landasan Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan harus kuat. Namun, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003, yang ada Pendidikan Kewarganegaraan. Sebelumnya dalam UU Sisdiknas Tahun 1989 ada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
”Kami sudah meminta Kemendikbud Ristek untuk bersama membahas PP No 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. DPR akan mengawal UU Sisdiknas 2003 karena kurang tegas menempatkan Pancasila untuk meletakkan pelajaran Pancasila dalam kurikulum pendidikan,” ucap Hetifah.
Ia menegaskan sikap Komisi X sudah meminta Kemendikbud Ristek mengajukan draf revisi untuk PP tentang Standar Nasional Pendidikan sehingga Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib yang diikuti siswa dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi.
”Kami minta bukan hanya pelajaran Pancasila. Namun, seluruh pedagogi harus menjiwai Pancasila. Ini nantinya juga terlihat dalam asesmen, kompetensi minimum, dan survei karakter juga terkait dengan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan,” kata Hetifah.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo sepakat Pendidikan Pancasila masuk kurikulum. Sebab, tidak ada cara lain mewariskan, merawat, dan menghidupkan Pancasila dari generasi ke generasi yang masif dan efektif seperti lewat sekolah.
Menurut Anindito, tahun 2006-2013 tidak ada mata pelajaran Pancasila secara eksplisit. Namun, pada tahun 2013 muncul mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN). Namun, konten PPKN masih berat ke pendidikan kewarganegaraan, terutama teori tentang negara.
”Kami mau mereformasi PPKN. Nanti desain pendidikannya mengutamakan elemen tentang Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Anindito.
Selain mereformasi materi PPKN, lanjutnya, Kemendikbud Ristek juga merumuskan Profil Pelajar Pancasila untuk memberi arah pendidikan yang membentuk pelajar Indonesia yang kompeten dan berkarakter. ”Jadi, Profil Pelajar Pancasila jadi tujuan pembelajaran dari anak usia dini hingga perguruan tinggi. Dengan menempatkan nilai-nilai Pancasila secara eksplisit, proses pendidikan yang lainnya pun mengarah ke sana,” papar Anindito.
Anindito mengatakan, Kemendikbud Ristek mengajukan revisi PP No 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan ke Sekretariat Negara. Penguatan Pendidikan Pancasila dieksplisitkan dan akan dibahas bersama DPR.
Koordinator Program Pelatihan Yayasan Cahaya Guru Komar Kasman mengatakan, Pancasila merupakan jati diri bangsa. Karena itu, pelajar harus paham dirinya sebagai warga suatu bangsa yang punya karakter berbeda dengan bangsa lain. Sayangnya, dalam praktik pendidikan di sekolah, terutama sekolah negeri yang dibiayai APBN, justru nilai-nilai Pancasila yang menjunjung keberagaman, kebinekaan, dan keindonesiaan tidak diajarkan dan tidak diteladankan dengan baik.
”Kami prihatin, di sekolah semakin memudar keberagaman dan menguatkan intoleransi. Karena itu, Yayasan Cahaya Guru hadir untuk melatih para guru agar menguatkan nilai-nilai keberagaman, kebangsaan, dan kemanusiaan,” kata Komar.
Harus aplikatif
Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menegaskan, Pendidikan Pancasila harus aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga menekankan pentingnya membumikan Pancasila dalam bentuk membangun role model di media sosial. Pembelajaran Pancasila perlu menyesuaikan dengan karakter generasi masa kini.
Danie Rudi, filmmaker dan perwakilan Gen Indonesia, menyatakan semua pihak harus sepakat bahwa Pancasila merupakan investasi peradaban. Pancasila merupakan napas dan darah daging masyarakat Indonesia. Pendidikan Pancasila harus berbasis pengetahuan dan budaya nusantara.
Anggota Dewan Pengarah BPIP, Rikard Bagun, mengatakan, pendidikan strategis untuk internalisasi nilai-nilai. Karena itu, Pendidikan Pancasila harus masuk dalam kurikulum pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
”Kurikulum Pancasila penting untuk membentuk karakter bangsa, secara bersamaan juga menjaga kemanusiaan dan keindonesiaan,” katanya.
Menurut Rikard, yang penting saat ini ada perbaikan dalam melaksanakan Pendidikan Pancasila yang tidak lagi menekankan pada hafalan. Tak kalah penting mampu mengajarkan siswa berefleksi dan berdialog.
Sekretaris Jenderal Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Mufarrihul Hazin mengingatkan, Pendidikan Pancasila jangan seperti kurikulum Pendidikan Moral Pancasila di masa lalu yang dijadikan upaya doktrinisasi. ”Saat ini yang dibutuhkan adalah dialog dan bukan indoktrinisasi,” kata Mufarrihul.