Pemerintah Diminta Pertahankan Keberadaan dan Peran Pengawas Sekolah
Keberadaan dan peran pengawas satuan pendidikan tidak tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Banyak pihak mempertanyakan hal ini.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengawas satuan pendidikan dibutuhkan dalam pembinaan manajerial sekolah dan peningkatan mutu pembelajaran di kelas. Pengawas satuan pendidikan juga merupakan jenjang karir puncak yang berhak dimiliki oleh guru.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi, Senin (19/4/2021), di Jakarta, menegaskan hal tersebut. Namun, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang diundangkan 31 Maret 2021 tidak mencantumkan keberadaan dan peran pengawas sekolah dalam menjalankan fungsi pengawasan pada satuan pendidikan. Hal itu menimbulkan pertanyaan dan reaksi bagi kalangan pengawas satuan pendidikan sendiri, kepala sekolah, guru, dan ekosistem masyarakat pendidikan.
Itu menambah deretan polemik terhadap PP No. 57/2021 setelah sebelumnya PP itu dikritik keras karena tidak merujuk pada prinsip lex specialis Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Bab XIX pasal 66 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan, pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pengawasan yang dimaksud dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Ketentuan mengenai pengawasan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP).
Dalam bagian kedelapan mengenai standar pengelolaan pasal 27 ayat (1) PP No. 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, tertulis, standar pengelolaan merupakan kriteria minimal mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan.
Pasal 30 ayat (1) PP No. 57/2021 tertulis, pengawasan kegiatan pendidikan merupakan kegiatan pemantauan, supervisi, serta evaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Lalu, pasal 30 ayat (3) PP No. 57/2021 tertulis, pengawasan kegiatan pendidikan dilaksanakan oleh kepala satuan pendidikan, pemimpin perguruan tinggi, komite sekolah/madrasah, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 31 PP No. 57/2021 tertulis, ketentuan lebih lanjut mengenai standar pengelolaan diatur dengan peraturan menteri.
PB PGRI, kata Unifah, mengapresiasi dan mendukung rencana pemerintah merevisi PP No. 57/2021 untuk menegaskan secara eksplisit pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kurikulum pendidikan. Pancasila dan Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib dan fondasi dasar untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah, juga untuk mahasiswa di perguruan tinggi.
Bersamaan dengan substansi itu, kami memohon agar keberadaan pengawas sekolah dan penilik dikembalikan keberadaannya sejalan dalam rencana PP perubahan tentang Standar Nasional Pendidikan.(Unifah Rosyidi)
"Bersamaan dengan substansi itu, kami memohon agar keberadaan pengawas sekolah dan penilik dikembalikan keberadaannya sejalan dalam rencana PP perubahan tentang Standar Nasional Pendidikan," ujar dia.
Menurutnya, keberadaan pengawas sekolah dan penilik merupakan amanat UU No. 20/2003, khususnya Bab XIX pasal 66 dan PP Nomor 19 tahun 2003 jo PP Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dalam dua PP Standar Nasional Pendidikan terdahulu itu, tertulis, pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan. Kriteria minimal menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi status guru sekurang-kurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya empat tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan diawasi. Kriteria lainnya yaitu memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan.
Sinkronisasi
Ketua Serikat Guru Indonesia (SEGI) Garut, Apar Rustam, secara terpisah, berpendapat senada. Penyusunan PP No. 57/2021 semestinya melalui sinkronisasi dengan peraturan perundangan-undangan dan PP lainnya. Selain UU No. 20/2003, ada UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen dan PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Sinkronisasi berikutnya adalah dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 143 Tahun 2014 mengenai Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Selain itu, ada pula Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya.
"Dalam PP No. 57/2021 tidak tercantum eksplisit pengawas sekolah adalah guru. Ini menimbulkan protes. Pemerintah tidak bisa beralasan, jika jabatan pengawas sekolah dipegang guru maka akan kekurangan guru. Masalah kekurangan guru itu isu berbeda," kata Apar.
Apabila menyerahkan jabatan pengawas satuan pendidikan kepada tenaga kependidikan selain pendidik, dia mempertanyakan kelanjutan pemenuhan hak guru untuk mendapatkan jenjang karir puncak. Selain itu, dengan tidak tercantumnya pengawas sekolah di PP No. 57/2021, Apar mengatakan, kelompok guru mengkhawatirkan potensi tidak berlakunya Permendikbud No. 143/2014 dan Permenpan RB No. 21/2010.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, secara terpisah, mengatakan, sesuai PP No. 57/2021, salah satu kegiatan pengawasan satuan pendidikan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah. Komite ini biasanya terdiri dari orangtua siswa dan masyarakat yang ditunjuk sekolah. Artinya, kapasitas mereka tidak secara spesifik memahami tentang pengawasan satuan pendidikan.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hendarman saat dikonfirmasi, menyampaikan, pihaknya mengapresiasi semua masukan yang ada. Kemendikbud akan mempertimbangkannya untuk masuk ke dalam revisi PP yang akan diajukan.
Sementara itu, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Romo Antonius Benny Susetyo Pr, dalam pernyataan tertulis, mengatakan, PP No. 57/2021 kurang optimal mewujudkan cita-cita pembangunan karakter bangsa. Menurutnya, selain merevisi PP No.57/2021, UU No. 20/2003 juga perlu direvisi untuk memasukkan Pancasila sebagai pelajaran wajib yang diajarkan kembali mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai perguruan tinggi.