Pembenahan Sekolah Menengah Kejuruan Mesti Menyeluruh
Melalui kebijakan Merdeka Belajar episode SMK Pusat Unggulan, pemerintah ingin menyempurnakan program pembenahan SMK sebelumnya. Namun, sejumlah kalangan menilai, kebijakan itu belum menjawab akar masalah SMK.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Guru SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, mengecek mesin di ruang otomotif sekolah tersebut, Kamis (4/2/2021). Kebijakan pembelajaran daring guna mencegah penularan Covid-19 masih diterapkan di sekolah-sekolah di Jateng, termasuk SMK. Ruang praktik yang biasanya digunakan para siswa kini sepi.
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar episode Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK Pusat Unggulan. Kebijakan ini bertujuan untuk membenahi SMK agar selaras dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri.
Melalui kebijakan SMK Pusat Unggulan, pemerintah akan memberikan enam bentuk dukungan kepada SMK. Dukungan pertama adalah pelatihan intensif kepada kepala, pengawas sekolah, dan guru. Kedua, dukungan pembelajaran kompetensi siap kerja dan berkarakter sesuai nilai-nilai Pancasila.
Ketiga, dukungan berupa memberikan bantuan dana hibah untuk meningkatkan sarana prasarana yang berfokus pada kelengkapan sarana belajar praktik bagi siswa yang terstandar. Keempat, dukungan berupa peningkatan manajemen sekolah berbasis data.
pemerintah menggandeng perguruan tinggi vokasi untuk turut melatih siswa SMK.
Dukungan kelima adalah pemerintah menggandeng perguruan tinggi vokasi untuk turut melatih siswa SMK. Data kementerian menyebut sudah ada lebih dari seratus perguruan tinggi calon pendamping SMK Pusat Keunggulan, antara lain Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, dan IPB University. Keenam, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk penyelenggaraan SMK yang berkelanjutan.
Kompas/Hendra A Setyawan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, dalam taklimat media Rabu (17/3/2021), di Jakarta, menegaskan, kebijakan Merdeka Belajar Episode SMK Pusat Unggulan menyempurnakan kebijakan pembenahan SMK yang sudah ada, misalnya revitalisasi SMK dan SMK Center of Excellent.
Keluaran kebijakan SMK Pusat Unggulan adalah lulusan langsung bekerja, melanjutkan studi ataupun menciptakan wirausaha yang membuka lapangan kerja baru. Maka, dalam kebijakan Merdeka Belajar episode terbaru itu, dia menekankan pentingnya kolaborasi dengan dunia usaha/dunia industri (DUDI). Sebagai contoh, kurikulum disusun bersama DUDI agar sejalan dengan kebutuhan pasar kerja. Pembelajaran berbasis proyek nyata dari DUDI. Peningkatan jumlah dan peran guru/instruktur dari DUDI.
Ada tujuh bidang jurusan yang menjadi prioritas pemerintah melalui kebijakan itu, antara lain permesinan, maritim, dan pertanian. Menurut Nadiem, jurusan tersebut akan selalu dibutuhkan sampai puluhan tahun mendatang, meski kini DUDI menghadapi era revolusi industri keempat yang ditandai dengan otomasi.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto menyampaikan, target kebijakan SMK Pusat Unggulan ada dua. Pertama, SMK yang sudah menerima bantuan pendampingan dan hibah dana dari program SMK Center of Excellent. Kedua, SMK yang sama sekali belum pernah mengikuti program perbaikan dari pemerintah.
Total target SMK yang akan mengikuti program SMK Pusat Unggulan angkatan pertama adalah 895. Setelah itu, mereka akan diarahkan untuk menularkan hasil dari enam dukungan pemerintah ke SMK lainnya.
"Tidak ada keistimewaan atau kami mengunggulkan SMK tertentu. Total SMK di Indonesia mencapai 14.000 lebih. Nanti, masing-masing akan mendapatkan gilirannya untuk mendapat perlakuan kebijakan SMK Pusat Unggulan," terang Wikan.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan, program nasional Making Indonesia 4.0 ataupun substitusi impor membutuhkan sumber daya manusia berkualitas. Sejak 2017 sampai 2020, Kemenperin juga memfasilitasi 2.615 SMK dan 856 perusahaan untuk melakukan keterhubungan dan keselarasan (link and match) suplai dan permintaan kompetensi sumber daya manusia. Meski demikian, Kemenperian tetap mendukung adanya kebijakan Kemendikbud tentang SMK Pusat Unggulan.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut dukungan Kemdagri berupa menyosialisasikan dan mengingatkan pemerintah provinsi untuk mendukung kebijakan Kemendikbud. Misalnya, alokasi APBD untuk ikut membenahi kebutuhan SMK.
Murid SMK memasang penutup pada mesin pendeteksi Covid-19 Genose C19 yang telah dirakit di Teaching Factory SMK SMTI, Umbulharjo, Yogyakarta, Rabu (3/3/2021).
Evaluasi
Guru SMK Negeri 7 Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Wilfridus Kado, saat dihubungi terpisah menceritakan, kendala yang dihadapi SMK-SMK di daerah beraneka ragam. Di NTT, misalnya. SMK belum bisa terhubung dengan DUDI di sekitarnya karena ketidaksesuaian jurusan studi SMK dengan potensi industri. Siswa SMK jurusan pertanian biasanya magang di Jawa, sedangkan jurusan pariwisata magang di Bali.
"Kebanyakan guru SMK masih kesulitan perangkat pembelajaran. Dengan kata lain, ilmu atau kompetensi yang dimiliki belum sejalan dengan tren di pasar kerja sehingga susah menularkan ke siswa," kata dia.
Ketua Perhimpunan Pendidikan dan Guru Kabupaten Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur, Surifuddin, memandang, afirmasi SMK semestinya diberikan kepada SMK yang terpinggirkan, akreditasi jurusannya rendah, serapan lulusannya rendah, bengkel dan ruang praktiknya minim, dan kompetensi gurunya belum baik. Implementasi dari Inpres Revitalisasi SMK Nomor 9 Tahun 2016 harus dievaluasi secara komprehensif dan mendasar oleh pemerintah. Model dan skema pengimbasan SMK-seperti dalam arahan kebijakan SMK Pusat Unggulan-sebenarnya sudah ada sejak 2017 dalam bingkai revitalisasi SMK. Metode pengimbasan seperti itu terbukti gagal.
Mengutip data BPS, dia menyampaikan, tingkat pengangguran terbuka jenjang SMK masih yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lainnya, yaitu sebesar 8,49 persen. Hal serupa juga terjadi pada tahun sebelumnya.
Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI), Sigit Pranowo Hadiwardoyo, saat dihubungi terpisah, berpendapat, pangkal persoalan masih adanya persoalan ketidakterhubungan dan keselarasan pembangunan lembaga pendidikan vokasi, seperti SMK, yang tidak mempertimbangkan potensi ekonomi di daerah bersangkutan. Akibatnya, siswa harus magang ke luar daerah dan itu memakan biaya tambahan. Padahal, kebanyakan harapan orangtua yang menyekolahkan anaknya ke SMK adalah agar anak punya keterampilan dan cepat bisa bekerja.
Apabila pemerintah mau melakukan pembenahan SMK, pemerintah mulai dari akar masalah itu. Pemerintah bisa memetakan potensi DUDI di daerah dan kebutuhan jurusan SMK yang sesuai dengan potensi tersebut.
Sigit juga mengatakan, pangkal masalah lainnya adalah masih ada sejumlah pelaku DUDI yang memandang lulusan SMK sebagai "kelas pekerja kedua". Padahal, SMK yang mau berbenah diri lebih baik semakin berkembang.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad berpandangan, pendirian SMK yang diserahkan ke pemerintah daerah positif. Akan tetapi, perkembangan jumlahnya menjadi melimpah dan seringkali tidak diikuti dengan pemetaan kebutuhan jurusan studi yang sesuai dengan potensi DUDI di daerah bersangkutan. Akibatnya, lulusan SMK selalu menyumbang angka pengangguran.
Kondisi SMK pun beragam, tidak semuanya terakreditasi unggul. Ada pula SMK yang bermasalah dengan urusan sertifikasi kompetensi. Menurut dia, kondisi seperti itu perlu dibenahi.
"Kebijakan SMK Pusat Unggulan boleh-boleh saja, tetapi itu tidak cukup. Perbaikan SMK perlu sesuai dengan akar masalah yang dihadapi," tutur dia.