Konsep dan Teknis Sekolah Penggerak Belum Dipahami
Konsep dan teknis pelaksanaan program Sekolah Penggerak belum dipahami secara maksimal oleh kelompok pendidik.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah perlu menyosialisasikan secara masif detail teknis pelaksanaan program Sekolah Penggerak kepada satuan pendidikan. Dengan demikian, harapannya tidak terjadi kerancuan persepsi yang bisa menimbulkan ketidaktercapaian program.
Program Sekolah Penggerak menjadi bagian dari kebijakan Merdeka Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam taklimat media, Senin (1/2/2021), Kemendikbud menyebutkan, program terdiri dari lima intervensi yang saling berkaitan. Intervensi pertama ialah pendampingan konsultatif dan asimetris perencanaan implementasi program dari unit pelaksana teknis Kemendikbud di setiap provinsi kepada pemerintah daerah (pemda).
Intervensi kedua, penguatan kepala, pengawas sekolah, penilik, dan guru dari pelatih ahli yang disediakan Kemendikbud. Ketiga, melakukan pembelajaran dengan paradigma baru, yakni berbasis kebutuhan dan tahap perkembangan siswa. Intervensi keempat ialah perencanaan berbasis data. Adapun intervensi kelima adalah digitalisasi sekolah melalui berbagai platform teknologi.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo saat dihubungi pada Selasa (2/2/2021), di Jakarta, mengaku belum menemukan kejelasan detail informasi mengenai kriteria ”Sekolah Penggerak” yang dimaksud dan definisi ”penggerak”. Informasi program yang beredar di media belum dia pahami secara utuh.
”Apakah sekolah yang masuk ’Sekolah Penggerak’ mendaftar atau ditunjuk pemerintah? Lalu, definisi ’Sekolah Penggerak’ sebagai satuan yang mengimbaskan ke sekolah lain untuk jadi ’Sekolah Penggerak’ atau apa?” ujarnya.
Apabila maksud ”penggerak” dalam program itu adalah pengimbasan dari sekolah yang sudah diintervensi ke sekolah lain, Heru menilai, konsep seperti itu bukan hal baru. Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah pernah mempunyai program ”Guru Inti”.
Guru mata pelajaran yang menjadi partisipan program ini, setelah memperoleh pendampingan, mereka jadi rujukan bagi guru lainnya. Mereka harus mengimbaskan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan kepada guru lainnya. Kelemahannya, proses pengimbasan tidak diawasi secara optimal.
Menurut dia, FSGI sepakat pendidikan Indonesia butuh direformasi. Namun, permasalahan yang dihadapi satuan pendidikan beraneka ragam. Misalnya, belum semua guru mengajar sesuai tren dan menggunakan pendekatan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
”Intervensi keempat program Sekolah Penggerak adalah pendampingan perencanaan berbasis data. Informasi ini juga butuh diperjelas, seperti apakah mendorong guru menjadi inovatif dan memanfaatkan mahadata. Kalau itu yang diharapkan, kondisi lapangan menunjukkan belum semua guru mengajar sesuai perkembangan zaman,” katanya.
Bisa jadi teladan
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) Asep Tapip Yani berpendapat, idealnya program Guru Penggerak, Organisasi Penggerak, ataupun Sekolah Penggerak dijalankan oleh sekolah atau pendidik yang sudah punya praktik baik. Dengan demikian, mereka bisa jadi teladan kepada sekolah ataupun guru yang akan diimbas.
Selain program Guru Inti, dia menceritakan bahwa metode pengimbasan terjadi pada saat Kurikulum 2013 dikeluarkan. Catatan buruknya, para pengimbas yang ditugaskan malah jadi sering meninggalkan tugas utama di sekolahnya sendiri. Pemerintah daerah juga hanya memfasilitasi selama program berjalan, bukan sebagai inisiator.
”Konsep tujuan program Guru Penggerak, Organisasi Penggerak, ataupun Sekolah Penggerak boleh dikatakan sama, yakni mencapai pendidikan yang bermutu. Konsepnya pun hampir senada dengan program yang pernah ada, tetapi ’perahu dan mesin’ dikreasi lebih baik,” katanya.
Asep mengatakan, persoalan di sekolah banyak dan beragam jenis. Untuk mengetahui efektivitas program Sekolah Penggerak, dia menilai perlu kajian empiris.
Belum tuntas
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim berpendapat, substansi program Sekolah Penggerak, Organisasi Penggerak, dan Guru Penggerak mempunyai tujuan akhir yang sama, yakni mutu ekosistem pendidikan membaik . Hanya saja di masyarakat sekarang, ketiga program tampak seolah berbeda varian.
”Detail teknis program Sekolah Penggerak belum clear. Sudah ada pertanyaan jangan-jangan guru yang dilatih di program Guru Penggerak ataupun oleh ormas di program Organisasi Penggerak akan diterjunkan ke Sekolah Penggerak,” kata Satriwan.
Dalam taklimat media, Kemendikbud menjelaskan, untuk tahap pertama, program akan dibuka tahun ajaran 2021/2022 di 34 provinsi dengan sasaran 111 kabupaten/kota dan target jangkauan 2.500 sekolah. Menurut Satriwan, target tersebut juga belum jelas landasan kajiannya.
”Apabila pemerintah menginginkan sekolah di semua jenjang pendidikan jadi Sekolah Penggerak, apakah jumlah target itu sudah ideal? Ini pun belum clear,” imbuhnya.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menerangkan, program Sekolah Penggerak merupakan katalis untuk mewujudkan visi reformasi pendidikan Indonesia yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dan sesuai Profil Pelajar Pancasila. Program ini akan fokus mengembangkan sumber daya manusia sekolah, mulai dari siswa, guru, hingga, pengawas sekolah.