Upaya mewujudkan kesetaraan jender, perlindungan perempuan dan anak, hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah. Membangun Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak menjadi bagian dari hal tersebut.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar dan Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati membacakan deklarasi Desa Ramah Perempuan dan Desa Peduli Anak, Rabu (11/11/2020).
Desa adalah garda terdepan dalam melindungi perempuan dan anak dari berbagai kekerasan, termasuk mendorong kesetaraan jender. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada akhir 2020, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendeklarasikan Program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.
Program kolaborasi dua kementerian ini, yang dideklarasikan langsung oleh Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menjadi bagian dari upaya mendorong Program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), yang dimulai dari desa.
Program SDGs Desa yang di dalamnya ada target mewujudkan Desa Ramah Perempuan menjadi perhatian kami karena kami melihat selama ini perhatian desa terhadap peran perempuan di desa rata-rata rendah. (Abdul Halim Iskandar)
Kemendesa PDTT bahkan mencanangkan SDGs Desa sebagai program unggulan yang akan memastikan tidak ada lagi perempuan dan anak yang tertinggal dari seluruh aksi pembangunan di desa. ”Program SDGs Desa yang di dalamnya ada target mewujudkan Desa Ramah Perempuan menjadi perhatian kami karena kami melihat selama ini perhatian desa terhadap peran perempuan di desa rata-rata rendah,” ujar Abdul Halim.
Karena itulah, selain menyusun target-target SDGs Desa yang harus dicapai hingga 2030, Kemendesa PDTT juga menuangkan program tersebut dalam Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 yang mengarahkan agar anggaran dana desa sebesar Rp 72 triliun untuk mencapai SDGs Desa. Jika SDGs Desa benar-benar jalan, akan berkontribusi 74 persen terhadap pencapaian TPB.
Target-target SDGs Desa sebenarnya merujuk pada 17 Target SDGs yang dicanangkan secara nasional sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian TPB. Namun, dalam SDGs Desa, jumlah targetnya ditambah satu sehingga menjadi 18 target. Tambahan satu target adalah mewujudkan ”Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif Dasar”.
Sebagian besar dari target yang ada di SDGs Desa berkaitan dengan isu perempuan dan anak. Misalnya, dalam Target Desa Peduli Kesehatan, target-targetnya antara lain BPJS Kesehatan mencapai 100 persen penduduk, persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dan menggunakan tenaga kesehatan terampil mencapai 100 persen, angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup mencapai angka 0, serta angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup mencapai 0, imunisasi dasar lengkap pada bayi mencapai 100 persen.
Dalam Target Desa Peduli Pendidikan, perhatian terhadap anak-anak ditargetkan, antara lain, akses anak ke SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA berakreditasi minimal B mencapai 100 persen; akses anak ke pesantren mencapai 100 persen; begitu juga angka partisipasi kasar ataupun angka partisipasi murni, dari PAUD/TK, SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/MA harus mencapai 100 persen. Begitu juga angka melek aksara Latin dan non-Latin pada penduduk usia di atas 15 tahun ditargetkan mencapai 100 persen. Bahkan, Desa Peduli Pendidikan harus menyediakan taman bacaan masyarakat atau perpustakaan.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman meresmikan Desa Lamjabat, Kecamatan Meuraxa, sebagai desa ramah anak, Rabu (4/10).
Ramah perempuan
Khusus untuk perempuan, dalam SDGs Desa, Target Desa Ramah Perempuan ada sembilan hal yang harus dicapai, yaitu dikeluarkannya peraturan desa (perdes) atau surat keputusan kepala desa (kades) yang responsif jender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen; terdapat perdes/SK kades yang menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan informasi, serta pendidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan mencapai 0 persen; kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100 persen.
Indikator lain yang harus diwujudkan desa adalah median usia kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama) di atas 18 tahun; persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30 persen; serta persentase jumlah perempuan yang menghadiri musdes dan berpartisipasi dalam pembangunan desa minimal 30 persen.
Untuk mewujudkan Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa, sejumlah desa dijadikan proyek percontohan, yakni di empat kabupaten di dua provinsi. Desa percontohan Desa Ramah Anak diuji coba di Provinsi Jawa Tengah (Desa Kemojing, Kecamatan Binangun, Cilacap, dan Desa Tempel Sari, Kecamatan Tretep, Temanggung.
Di Jawa Timur, di Desa Mlaten, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro, dan di Desa Kretek, Kecamatan Taman Krocik, Bondowoso. Namun, sejauh ini hasilnya rata-rata rendah, masih terjadi kesetaraan dalam pemberian peran bagi perempuan di pemerintahan desa.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman saat meresmikan Desa Lambhuk sebagai desa ramah anak.
Akan mengawal
Menteri PPPA Bintang Darmawati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR juga menyampaikan perhatian Kementerian PPPA pada upaya pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tingkat desa melalui kolabasi dengan Kemendesa PDTT Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Pihaknya akan kawal terus dan koordinasi intens terkait intervensinya.
”Di tahun 2020 ini kami juga bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta sudah turun bersama untuk mendukung pemberdayaan perempuan melalui koperasi perempuan dan UKM Perempuan, juga PT PNM di beberapa daerah dilakukan pendampingan kepada perempuan prasejahtera. Sinergi yang kami bangun betul-betul semaksimal mungkin memanfaatkan mitra-mitra yang kami punya,” ujar Bintang.
Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah berharap Desa Ramah Perempuan ini benar-benar menjadi komitmen yang dilaksanakan sungguh-sungguh berkualitas dalam memberdayakan perempuan, jangan sampai hanya mengejar kuantitas saja. ”Desa ramah perempuan mesti benar-benar memberikan perhatian khusus terhadap perempuan agar berdaya yang ditandai dengan lima aspek yang meningkat, yaitu kesejahteraan perempuan, akses, kesadaran kritis, partisipasi, dan kontrol perempuan,” ujarnya.
Karena itu, isu-isu prioritas desa adalah penghapusan kekerasan, perkawinan anak, pemenuhan perlindungan sosial perempuan, kemandirian ekonomi perempuan, serta keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pembangunan desa diharapkan akan menerbitkan kebijakan, program, dan anggaran yang responsif jender.