Pemerintahan Pusat Kejar Usulan Formasi dari Pemda
Kemenpan-RB mempertimbangkan perpanjangan waktu pengusulan formasi guru PPPK dari pemda karena masih jauh dari target 1 juta formasi. Kondisi ini dinilai akibat kurangnya pemahaman pemda terkait perekrutan guru PPPK.
Oleh
Rini Kustiasih dan Caecilia Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu pengusulan formasi guru melalui jalur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Kemenpan dan RB juga akan ”mengejar” pemerintah daerah yang belum mengusulkan formasi guru.
Langkah itu diambil karena tenggat pengusulan oleh pemda makin dekat, yakni 31 Desember 2020. Di sisi lain, formasi guru PPPK yang diajukan pemda diperkirakan masih jauh dari target, yaitu 1 juta guru.
”Kami akan proaktif mendorong daerah untuk segera mengajukan. Upaya jemput bola tampaknya yang akan kami tempuh,” kata Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Kemenpan dan RB Teguh Widjinarko saat dihubungi, Selasa (29/12/2020).
Data Kemenpan dan RB pada pertengahan Desember 2020 menunjukkan, usulan yang diterima dari pemda baru 174.077 formasi.
Menurut Teguh, jika sampai tenggat usulan dari daerah belum memenuhi target formasi, Kemenpan dan RB mempertimbangkan perpanjangan waktu pengusulan. Selain itu, Kemenpan dan RB akan menyurati daerah-daerah yang belum mengirimkan usulan formasinya agar segera mengirim usulan ke kementerian.
Adapun perekrutan PPPK ini terutama memberikan kesempatan kepada guru honorer di daerah untuk memperoleh kepastian status dan remunerasi yang lebih baik.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Najmul Akhyar mengatakan, pemda prinsipnya menghendaki sebanyak mungkin pegawai honorer dijadikan PPPK. Sebab, selain memberikan penghargaan kepada pegawai honorer, status PPPK juga memberikan ruang lebih kepada putra daerah untuk mengabdikan diri.
Terkait masih banyaknya pemda yang belum mengajukan formasi guru PPPK kepada kementerian, menurut Najmul, hal itu, antara lain, dilatarbelakangi pemahaman bahwa sistem penggajian guru PPPK yang ditanggung daerah. Pegawai berstatus PPPK dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), berbeda dengan PNS yang digaji melalui APBN.
”Kalau masih mengandalkan penggunaan APBD, mungkin mentoknya di sana karena daerah yang harus membiayai,” ujar Najmul yang juga Bupati Lombok Utara, NTB, itu.
Komunikasi pusat-daerah
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim menilai, minimnya usulan formasi dari daerah disebabkan pemerintah daerah belum seutuhnya paham mekanisme perekrutan 1 juta guru PPPK, terutama menyangkut anggaran. ”Mereka barangkali khawatir jika harus dibebankan anggaran di tengah terbatasnya pendapatan asli daerah,” ujarnya.
Adapun Kementerian Keuangan telah menyampaikan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merekrut guru PPPK akan didukung APBN. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan gaji guru calon PNS ataupun PPPK yang lolos seleksi tahun 2021 dikirim dari APBN melalui transfer umum (Kompas.id, 24/11/2020).
Menurut Ramli, komunikasi yang lemah dapat diatasi bila sejak pencetusan kebijakan, Kemendikbud segera berkoordinasi dengan pemda.
Menurut dia, perekrutan guru honorer melalui mekanisme seleksi PPPK sejalan dengan tujuan memperbaiki mutu tenaga pendidik. Jika pengangkatan guru honorer tanpa tes, ada potensi persoalan mutu susah terselesaikan. Hanya saja, IGI mengusulkan masa abdi guru honorer dipertimbangkan, dengan dimasukkan sebagai bagian komponen yang akan dihitung dengan skor tes PPPK.
Dihubungi terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia Dudung Abdul Qodir menilai, apabila masih ada kendala pemenuhan target formasi, maka instansi terkait di pusat dan daerah harus duduk bersama.
”Jika permasalahan atau kelemahan data administratif guru honorer, kami harap segera dicari akar masalah dan solusi. Kebijakan perekrutan 1 juta PPPK guru sudah disambut positif guru honorer yang ingin perbaikan kesejahteraan,” ujarnya.