Subsidi kuota internet mulai diterima sejumlah orang. Akan tetapi, ada pihak yang merasa tidak berhak, tetapi mendapatkan subsidi ini. Sebaliknya, mereka yang membutuhkan malah belum terdata sama sekali.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai mencairkan bantuan kuota internet gratis untuk pelajar, mahasiswa, guru, dan dosen pada Selasa (22/9/2020). Lantas, apakah bantuan ini sudah tepat sasaran dan tepat guna?
Pertanyaan tersebut mengemuka menyusul cuitan dari anggota Ombudsman, Alvin Lie, di Twitter. Dalam cuitan itu, Alvin menyatakan bahwa dirinya merupakan salah satu dari puluhan juta penerima bantuan kuota internet tersebut. Padahal, ia bukanlah seorang guru ataupun dosen.
”Saya tidak tahu berapa gigabyte kuota yang saya terima karena sudah lama internet di nomor tersebut saya non-aktifkan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Usut punya usut, rupanya Alvin saat ini masih tercatat sebagai salah satu mahasiswa doktoral di sebuah universitas. Meskipun begitu, ia tetap mempertanyakan, apakah mahasiswa doktoral sepertinya patut menerima bantuan tersebut.
”Apakah bantuan ini karena saya masih terdaftar sebagai mahasiswa S-3, saya tidak tahu. Namun, bantuan ini sebenarnya ditujukan untuk siapa? Siswa sekolah dasar sampai mahasiswa S-1? Atau sampai S-3? Kita tidak pernah tahu,” tambahnya.
Dalam hal ini, Alvin menyoroti sistem pendataan, verifikasi, dan pemberitahuan yang digunakan Kemendikbud dalam penyaluran bantuan ini. Menurut dia, bantuan itu seharusnya dipertajam sasarannya untuk kalangan yang benar-benar membutuhkan saja.
”Mahasiswa S-3 seperti saya ini, kan, seharusnya enggak perlu diberikan bantuan kuota internet. Mahasiswa S-2 dan S-3 umumnya sudah bekerja atau berpenghasilan,” tambahnya.
Apakah bantuan ini karena saya masih terdaftar sebagai mahasiswa S-3, saya tidak tahu. Namun, bantuan ini sebenarnya ditujukan untuk siapa? Siswa sekolah dasar sampai mahasiswa S-1? Atau sampai S-3? Kita tidak pernah tahu.
Mengenai hal ini, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud M Hasan Chabibie menyatakan akan mengecek keluhan Alvin ke pihak provider.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim menyatakan, sejauh mahasiswa tersebut tercatat sebagai mahasiswa aktif, maka tetap akan mendapatkan bantuan kuota internet, meskipun mahasiswa tersebut adalah mahasiswa magister maupun doktoral. "Ya kalau terdaftar sebagai mahasiswa aktif ya dapat," katanya.
Belum menerima
Masih banyak siswa yang belum menerima bantuan kuota internet pada hari pertama penyaluran. Hal ini diungkapkan Eri (16), siswa kelas IX SMP Negeri 130 Jakarta. Sama dengan hari-hari sebelumnya, pada Selasa pagi, ia masih mengakses jaringan Wi-Fi di posko dekat rumahnya di Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat.
”Masih pakai wifi.id di sini. Bayar Rp 3.000 buat lima hari,” katanya saat ditemui.
Eri mengaku sangat mendambakan bantuan kuota internet tersebut. Dengan begitu, ia tak perlu lagi datang ke posko untuk mengerjakan tugas. Jarak posko dengan rumahnya sebenarnya hanya berjarak sekitar 500 meter, akan tetapi jaringan Wi-Fi tersebut tetap saja tidak bisa ia nikmati dari rumah.
”Butuh banget, sih. Soalnya kalau hujan, Wi-Fi di sini juga sering ngadat,” ujarnya.
Akan tetapi, ia belum pernah diminta mengisi data apa pun terkait bantuan kuota internet.
Hal yang sama diungkapkan oleh Tri (30), warga Kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat. Ibunda dari Najwa (10), siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Khairiyah, itu mengaku belum menerima bantuan kuota internet dari Kemendikbud.
”Belum ada (bantuan kuota internet) masuk. Setahu saya juga enggak pernah ada pendataan di sekolah,” katanya sembari mendampingi putri dan tetangganya belajar di depan rumah.
Selama ini, Tri setidaknya menghabiskan kuota internet 16 gigabyte untuk keperluan belajar Najwa selama 2-3 pekan. Padahal, kuota 16 gigabyte tersebut biasanya habis dalam jangka waktu lebih dari satu bulan.
Sementara Putri (18), mahasiswi Jurusan Manajemen Universitas Terbuka, juga belum menerima bantuan kuota internet. Padahal, sejak dua bulan lalu, ia sudah diminta oleh pihak kampus untuk mengisi lembar kuesioner. ”Kuesionernya seputar bantuan kuota internet itu. Butuh banget atau enggak dan (pertanyaan) lain-lain,” ucapnya.
Mubazir
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriawan Salim menilai, penjatahan kuota berpotensi membuat bantuan kuota internet menjadi mubazir. Seperti diketahui, dari seluruh kuota internet yang diberikan, hanya 5 gigabyte yang merupakan kuota umum (Kompas, 22 September 2020).
Sementara sisanya merupakan kuota belajar, yang hanya bisa digunakan untuk mengakses 19 aplikasi pembelajaran, seperti Google Classroom, Ruang Guru, Sekolah.Mu, dan Whatsapp. Padahal, masih banyak aplikasi penunjang pembelajaran yang tidak termasuk dalam 19 aplikasi tersebut, seperti Youtube atau mesin pencarian Google.
Menurut Dwi Kurnianti Agustini, mahasiswi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Setia Budhi Rangkasbitung, bantuan kuota belajar ini sangat membantunya. Apalagi, selama ini ia kerap menggunakan aplikasi pembelajaran yang bisa diakses menggunakan kuota belajar.
”Sudah dapat 50 gigabyte, 45 gigabyte-nya kuota belajar. Kebetulan selama ini sering pakai Google Form, Whatsapp, atau Zoom,” katanya.
Sementara Amelia Nur Aini, siswi SMA Batik 1 Surakarta, Jawa Tengah, mengaku bantuan kuota internet sangat penting untuknya meskipun sudah memiliki fasilitas Wi-Fi di rumah. ”Saya sering belajar di kamar. Di sana Wi-Fi-nya lemot jadi masih sering pakai kuota internet biar lancar. Apalagi buat webinar,” katanya.
Dari 35 gigabyte bantuan kuota yang ia terima, Amelia mengaku tidak masalah jika hanya 5 gigabyte yang bisa digunakan untuk mengakses aplikasi non-pembelajaran. Sebab, ia lebih sering mengakses aplikasi pembelajaran setiap hari.
”Tidak masalah (ada pembagian kuota) karena mengerjakan tugas sekolah, kan, sampai siang, bahkan sore. Jadi, waktu buat buka media sosial terbatas,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan cuitan di lini masa Twitter, sejumlah akun menganggap bantuan kuota internet yang mereka terima kurang bermanfaat. Akun @Kinderzall, misalnya, kecewa bantuan kuota internet 50 gigabyte yang ia terima tidak bisa digunakan untuk sosial media.
Penyaluran bantuan kuota internet menurut rencana dicairkan untuk empat bulan ke depan. Pencairan bulan pertama dimulai pada September, yakni antara 22 September dan 30 September 2020.