Penelitian Universitas Oregon menunjukkan, siswa sekolah menengah yang mengalami pelecehan jender berpotensi mengalami masalah kesehatan mental.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
Dalam banyak kasus, pelecehan jender, seperti pernyataan seksis, sering kali dianggap bukan masalah besar. Bahkan, ketika terjadi di sekolah menengah, dilakukan oleh siswa kepada siswa lain, pihak sekolah sering kali mengabaikan. Padahal, kondisi ini bisa berdampak serius pada perkembangan mental siswa.
Berdasarkan studi yang dilakukan tim peneliti Universitas Oregon, Amerika Serikat, siswa sekolah menengah yang mengalami pelecehan jender di sekolah dan tidak mendapat respons yang baik dari sekolah berpotensi mengalami masalah kesehatan mental ketika dewasa. Semakin sering siswa sekolah menengah mengalami pelecehan jender dan pengabaian pihak sekolah, semakin banyak tantangan mental, fisik, dan emosional yang mereka alami ketika dewasa.
Pelecehan jender merupakan salah satu jenis pelecehan seksual berupa ekspresi serta tindakan verbal dan nonverbal yang merendahkan seseorang atau kelompok berdasarkan jenis kelamin mereka. Ini ditandai dengan pernyataan seksis, perilaku seksual yang kasar atau menyinggung, dan kebijakan jender, serta infantilisasi atau perbuatan membuat orang lain seperti kanak-kanak.
Penemuan kami menunjukkan bahwa pelecehan jender dan pengabaian pihak sekolah dapat merugikan kaum muda. Pendidik dan peneliti harus lebih memperhatikan masalah ini. (Monika N Lind)
”Penemuan kami menunjukkan bahwa pelecehan jender dan pengabaian pihak sekolah dapat merugikan kaum muda. Pendidik dan peneliti harus lebih memperhatikan masalah ini,” kata penulis utama penelitian ini, Monika N Lind, mahasiswa doktor psikologi Universitas Oregon, sebagaimana dikutip Science Daily, Selasa (15/9/2020). Hasil penelitian ini diterbitkan di jurnal PLOS ONE, bulan lalu.
American Association of University Women (2011) menunjukkan, pelecehan jender merupakan bagian penting dari masalah pelecehan seksual di sekolah. Pelecehan datang dalam berbagai bentuk, umumnya dari teman ke teman. Survei terhadap 1.965 siswa di kelas 7-12 di Amerika Serikat pada Mei dan Juni 2011, banyak siswa yang mengaku melakukan pelecehan seksual terhadap orang lain tidak menganggapnya sebagai masalah besar (44 persen) dan banyak yang berusaha melucu atau melakukannya sebagai lelucon (39 persen).
Bertanya tentang masalah dan mendengarkan tanggapan siswa adalah contoh keberanian pihak sekolah atau lembaga pendidikan menyikapi pelecehan jender yang menimpa siswanya. ”Ketika Anda mencoba untuk campur tangan di masa remaja siswa, Anda akan melakukannya lebih baik jika Anda menghargai otonomi dan status sosial remaja,” kata Monika.
Sekolah dapat mencoba mengatasi masalah pelecehan jender dengan melatih keberanian institusional, yaitu mencakup kebijakan yang kuat dan transparan, akuntabilitas sukarela dan kesediaan untuk meminta maaf, tanggapan sensitif terhadap pengungkapan, studi mandiri dan survei anonim reguler, serta komitmen.
Pengkhianatan institusional
Namun, ketika siswa melaporkan pelecehan jender yang dialaminya, sering kali sekolah abai. Jennifer Freyd, psikolog Universitas Oregon yang juga salah satu penulis penelitian ini, menyebut pengabaian sekolah sebagai pengkhianatan institusional, yaitu kegagalan institusi, seperti sekolah, untuk melindungi orang-orang yang bergantung pada institusi tersebut. Kesalahan sekolah menengah dalam menangani kasus pelecehan jender yang dilaporkan oleh siswa juga merupakan contoh pengkhianatan institusional.
Para peneliti di Universitas Oregon menemukan, 97 persen perempuan dan 96 persen laki-laki dari total 535 mahasiswa di Amerika Serikat yang diteliti telah mengalami setidaknya satu kali pelecehan di sekolah menengah. Selain itu, 87,3 persen perempuan dan 76,7 persen laki-laki melaporkan setidaknya satu contoh pengkhianatan institusional di sekolah menengah.
Hal tersebut menunjukkan pelecehan jender dan pengkhianatan institusional merupakan gejala umum di sekolah menengah di Amerika Serikat. Pemberitaan di media massa tentang gerakan #MeToo di Amerika Serikat juga menyebutkan adanya pengkhianatan institusional terhadap siswa yang melaporkan pelanggaran.
Gerakan #MeToo di sini merupakan gerakan untuk melakukan perubahan sosial yang diorganisasi terutama melalui media sosial atas kasus pelecehan seksual di sekolah.
Pelecehan jender di sekolah menengah dapat mengganggu perkembangan penting remaja. Pelecehan jender dan pengkhianatan institusional dapat mengubah sekolah menengah menjadi lingkungan yang tidak bersahabat bagi remaja.
Tim peneliti menemukan, pelecehan jender dan pengabaian pihak sekolah atau pengkhianatan institusional secara independen terkait dengan gejala trauma seperti sakit kepala, masalah memori, serangan kecemasan, mimpi buruk, masalah seksual, dan insomnia.