Momen Puitik dan Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono
Karya Sapardi Djoko Damono dianggap mampu menangkap momen puitik dalam kehidupan sehari-hari. Siapa pun pembaca karya dia akan diajak melihat hal-hal biasa, tetapi memiliki makna mendalam.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2FIMG_20200725_215755_1595766631.jpg)
Diskusi Mikir-mikir: Mengenang Sapardi Djoko Damono, Sabtu (25/7/2020) mulai pukul 19.00-22.00, di Jakarta.
Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat
Diucapkan kayu kepada api
Yang menjadikannya abu..
Aku ingin mencintaimu
Dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat
Disampaikan awan kepada hujan
Yang menjadikannya tiada
Puisi Sapardi Djoko Damono (SDD) berjudul ”Aku Ingin” adalah salah satu puisinya populer, dibacakan dari satu panggung ke panggung lainnya, ditulis di sejumlah blog warganet, sampai dikutip dan dinyanyikan banyak pasangan dalam pernikahan. Populer karena pemilihan kata-katanya yang sederhana tetapi berarti.
Penyair, esais, sekaligus kurator sastra, Nirwan Dewanto, membenarkan puisi Sapardi sederhana dalam pemilihan kata tetapi memiliki makna mendalam.
”Seperti apa wujud ’Diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu’? Seperti apa pula wujud ’Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada’? Tidak sederhana, bukan?” ujarnya saat menghadiri Diskusi Mikir-mikir: Mengenang Sapardi Djoko Damono, Sabtu (25/7/2020) pukul 19.00-22.00, di Jakarta.
Puisi ’Aku Ingin’ yang sangat diterima khalayak umum berhasil menyajikan momen puitik.
Nirwan berpendapat, puisi ”Aku Ingin” yang sangat diterima khalayak umum berhasil menyajikan momen puitik. Momen puitik merupakan momen pencerahan atau epifani. Puisi adalah satu-satunya sarana mengekalkan momen puitik. Baik disadari maupun tidak oleh pembuat puisi, momen puitik adalah cita-cita puisi paling dasar.
Penyair pujangga baru Amir Hamzah menulis puisi sampai mencapai momen puitik. Dia melesat di antara penyair ataupun sastrawan seangkatannya. Chairil Anwar kemudian meneruskan sumbangan Amir Hamzah terhadap perpuisian Indonesia.
Nirwan menganggap, Chairil Anwar adalah penyair yang sangat dihantui sesuatu yang tidak ada. Ini terlihat dari kalimatnya cenderung tidak selesai dan pemakaian frase.
”Sunyi. SDD melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Chairil Anwar. Dalam kumpulan puisi ’Duka-Mu Abadi’, SDD memunculkan frase-frase mengambang untuk menggambarkan kesunyian sebagai bagian dari momen puitik yang ingin dia capai,” katanya.
SDD membuat kata ”Abadi” sebagai miliknya. Dia juga suka menggambarkan oposisi biner secara menarik. Misalnya, penggunaan kata ”tiada” sebagai antonim dari ”ada”.
Menurut Nirwan, SDD membersihkan derau dalam puisi-puisi Chairil Anwar yang mungkin disebabkan oleh latar belakang Chairil Anwar belajar filsafat. SDD juga melakukan normalisasi dari avantgarde puisi pendahulunya dengan menulis puisi yang akrab bagi khalayak umum. Sebagai contoh, judul puisi ”Aku Ingin”, ”Pada Suatu Hari Nanti”, dan ”Akuarium”.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2FIMG_20200725_191922_1595766587.jpg)
Penyair, esais, sekaligus kurator sastra, Nirwan Dewanto.
Arsitek sekaligus penulis puisi, Avianti Armand, mengemukakan, benda-benda menjadi teman dialog yang setara bagi SDD. SDD menanamkan makna terhadap benda.
Dia lantas mencontohkan dialog dengan bayang- bayang di puisi ”Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari”. Dalam puisi ini, SDD menuliskan tokoh aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa yang harus berjalan ke depan.
”Sepanjang hidupnya, SDD menjadikan sesuatu biasa menjadi luar biasa, seperti akuarium, perahu kertas, hujan, dan telur. Mungkin itu warisan SDD bagi kita semua agar menghargai segala hal yang biasa,” katanya.
Goenawan Mohamad menilai, puisi ataupun sajak SDD berangkat dari pengalaman puitik. Siapa pun orang yang membaca karya SDD akan segera merasakan momen puitik.
SDD menembus pengalaman berbahasa Indonesia warga yang cenderung datar. Bahkan, oleh kebanyakan pejabat, pengalaman berbahasa Indonesia cenderung mengalami penyeragaman.
Pembacaan dan musikalisasi puisi
Acara ”Diskusi Mikir-mikir: Mengenang Sapardi Djoko Damono” diisi pula pembacaan dan musikalisasi puisi SDD. Seniman Landung Simatupang, misalnya, membacakan ”Catatan Masa Kecil 2”. Lalu, Rebecca Kezia membacakan ”Nocturno” dan puisi ”Percakapan Malam Hujan”. Penyair Hasan Aspahani juga ikut hadir memberikan tanggapan terhadap karya serta perjalanan hidup SDD.
Baca juga: Sapardi Djoko Damono Menggenapi Janjinya: ”Saya Ingin Menulis Terus-menerus sampai Mati”
Di kesempatan itu, hadir pula sejumlah tokoh, antara lain ekonom Chatib Basri, komposer Ananda Sukarlan, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan pemain film Slamet Rahardjo. Seniman Reda Gaudiamo melakukan musikalisasi puisi-puisi SDD sebagai selingan dan di penutup diskusi.