Warga lanjut usia rentan terpapar Covid-19 sekaligus tersisihkan akibat pembatasan sosial yang diterapkan. Upaya pemberdayaan terhadap mereka perlu dilakukan semua pihak.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Kompas/Hendra A Setyawan
Mansyur (73) membuat arang kayu di kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan, Banten, Senin (18/5/2020). Mansyur membuat arang kayu sejak tahun 1998. Satu karung arang dijual mulai Rp 35.000 hingga Rp 50.000.
JAKARTA, KOMPAS – Lanjut usia merupakan siklus kehidupan manusia yang tidak bisa dihindari dan merupakan proses alami yang pasti akan terjadi. Namun, menjadi lanjut usia bukan berarti tidak bisa berdaya dan produktif.
Oleh karena itu, upaya dan program-program konkret yang menyentuh langsung para lanjut usia (lansia) sehingga bisa tetap aktif dan produktif, harus dilakukan pemerintah dan semua pemangku kebijakan. Selain itu, cara pandang yang masih melihat bahwa lanjut usia adalah beban haruslah diubah
“Potensi para lanjut usia harus dipandang sebagai aset yang berharga bagi kemajuan bangsa. Janganlah kita memandang lansia sebagai obyek melainkan kita harus melihat lansia sebagai subyek pembangunan. Hal ini sejalan dengan sejalan dengan pelaksanaan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada Webinar Hari Lanjut Usia Nasional ke-24 Tahun 2020 bertema “Sayangi Lansia Menuju Lansia Bermartabat di Era New Normal”, Senin (22/6/2020).
Acara tersebut menghadirkan tiga menteri PPPA periode sebelumnya, Yohana Susana Yembise (2014-2019), Linda Amalia Sari Gumelar (2009-2014), dan Meutia Hatta Swasono (2004-2009). Diskusi dipandu Tri Budi Rahardjo, Guru Besar Gerontologi, Universitas Respati Indonesia, juga mendengarkan testimoni penyanyi legendaris Titiek Puspa.
Pada acara itu, Menteri Bintang menegaskan, untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) sangatlah penting melibatkan potensi lansia, untuk berperan dalam kehidupan sosial demi mencapai pembangunan yang benar-benar tepat, terstruktur, dan inklusif.
Jumlah lansia di Indonesia terus bertambah. Pada tahun 2015 sebanyak 9 persen dari penduduk Indonesia adalah lansia, dan diperkirakan pada tahun 2045 penduduk lansia mencapai 20 persen
Jumlah lansia di Indonesia terus bertambah. Pada tahun 2015 sebanyak 9 persen dari penduduk Indonesia adalah lansia, dan diperkirakan pada tahun 2045 penduduk lansia mencapai 20 persen. Angka harapan hidup penduduk Indonesia pun terus bertambah.
“Pembangunan berkelanjutan hanya dapat tercapai apabila pengalaman hidup, keahlian dan wawasan lansia digabungkan dengan semangat, tenaga, dan inovasi generasi muda,” katanya.
KOMPAS/BADAN PUSAT STATISTIK
Jumlah lansia yang berkerja terus meningkat dari tahun ke tahun
Linda Amalia mengungkapkan di masa pandemi lansia merupakan kelompok rentan. Dia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Maret 2019 sebanyak 87,96 persen lansia tinggal dengan keluarga, 61,75 persen penduduk lansia atau enam dari 10 lansia di Tanah Air berperan sebagai kepala keluarga/rumah tangga.
“Dalam kondisi tersebut, maka untuk membangun semangat para lansia perlu dipersiapkan baik secara fisik maupun psikologis, sebagai cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka,” kata Linda.
Linda berharap di era normal baru, lansia tetap optimistis melakukan aktivitas yang positif sesuai dengan protokol kesehatan dan himbauan #dirumahsaja, mengubah cara pandang masyarakat bahwa lansia bukan beban adalah potensi pembangunan bila dipenuhi hak-haknya.
Selain itu perlu juga mengoptimalkan potensi yang ada pada lansia potensia untuk membantu lansia yang membutuhkan dukungan. “Sayang lansia harus jadi gaya hidup generasi muda Indonesia, begitu juga kita semua, “ ujar Linda sambil berpesan agar semua tetap berpikir positif dan disiplin di era normal baru.
Kompas/Hendra A Setyawan
Puluhan lansia yang tergabung dalam Klub Jantung Sehat Hang Tuah Jakarta melakukan senam jantung sehat secara rutin, Kamis (5/3/2020) di Taman Hang Tuah, Jakarta Selatan. Hampir 50 persen anggota klub yang aktif berusia 50-80 tahun.
Masa normal baru
Meutia menegaskan, saat ini perubahan terjadi, setelah pandemi Covid-19 cara hidup normal baru akan memberi corak baru pada perubahan yang terutama bertumpu pada peningkatan kemandirian dan keterampilan menggunakan peralatan digital.
“Kemampuan menggunakan teknologi digital dalam berbagai aspek kehidupan akan terus menjadi bagian dari kehidupan lansia,” katanya. Diperlukan kemandirian lansia untuk melindungi dirinya di tengah semakin minimnya pendampingan keluarga.
Selain itu, dibutuhkan sikap dan perilaku masyarakat untuk melindungi lansia dari diskriminasi dan berbagai bentuk kekerasan fisik dan mental. Tidak hanya itu, perlu dukungan dalam membina hubungan yang manusiawi kepada lansia oleh kelompok keluarga dan masyarakat yang pralansia.
Adapun Yohana Yembise mengungkapkan lansia harus bangkit di era normal baru dan tidak pernah menyerah. “Mari para lansia agar jangan pernah menyerah atau panik di masa pandemi, walaupun banyak masalah yang dihadapi. Masih banyak lansia yang produktif, mereka perlu diberdayakan,” ujar Yohana yang meluncurkan Gerakan Sayang Lansia (GSL) pada Desember 2018 .
Pada kesempatan itu, Yohana mengingatkan anak-anak jangan melakukan kejahatan pada lansia, apalagi memberikan beban ganda saat di rumah. “Orang tua jangan sampai menjadi pekerja rumah tangga, menjaga cucu, atau dibiarkan kondisi semakin lemah dan tidak berdaya,” kata Yohana.
Titiek Puspa mengungkapkan rahasia hidupnya hingga saat ini hidup sampai usia 82 tahun adalah persiapan menghadapi masa lansia semenjak usia 35 tahun, dengan memperhatikan pola makan dengan tidak makan garam, gula, dan minyak berlebihan.
Di masa lansia, bagi Titiek, kunci hidup tenang di masa lansia. Selain menjaga pola makan, berolahraga dan meditasi adalah menyakini bahwa Tuhan mengasihi dirinya.
“Buat saya pasrahkan diri pada Tuhan dan saya berusaha bagaimana tidak merepotkan orang lain. Saya masih dandan sendiri, kecuali hal yang berat baru saya minta tolong orang lain,” katanya.