Tokoh Agama, Garda Terdepan untuk Bangkitkan Semangat Masyarakat
Di tengah pandemi Covid-19, tokoh agama serta lembaga keagamaan berperan penting dalam memberikan pendampingan masyarakat yang galau menghadapi pandemi.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pemimpin dan tokoh agama serta lembaga keagamaan/keumatan memiliki peran strategis dalam memberikan dukungan psikososial kepada umat, dan masyarakat pada umumnya dalam memberikan ketenangan dan kesejukan saat menghadapi situasi pandemi Covid-19. Kehadiran dan suara mereka sangat penting, untuk memberikan pemahaman kepada umat tentang berbagai stigma yang muncul terkait Covid-19 ini, termasuk membangkitkan semangat untuk bangkit kembali dan melanjutkan hidup di era normal baru saat ini.
Tidak hanya itu, pemimpin agama dan komunitas keagamaan juga bisa berperan dalam mencegah terjadinya berbagai kekerasan di dalam keluarga, saat masyarakat yang tinggal di rumah. Posisi mereka bisa menjadi katalisator untuk mempercepat penyebaran berbagai informasi yang benar, sehingga informasi cepat sampai dan diterima dengan baik oleh umat (masyarakat), termasuk meluruskan berita-berita bohong/palsu.
Harapan ini mengemuka dalam lokakarya secara daring yang mengusung tema ”Forum Lintas Agama untuk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Forlappa) dalam Rangka Mendukung Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (#Berjarak)”, Rabu (3/6/2020). Kegiatan yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sejak Rabu hingga Kamis (4/6/2020) menghadirkan sejumlah narasumber dari lintas agama.
“Pemimpin dan lembaga agama harus menjadi garda terdepan untuk melakukan otoritas-otoritas nilainya, yakni nilai tentang kebersihan, kepedulian, kejujuran, termasuk transparansi dan akuntabilitas untuk dalam penggunaan bantuan. Itu berarti nilai-nilai kejujuran harus disuarakan dan disosialisasikan kepada masyarakat,” ujar Anil Dawan, dari Forlappa dan juga Manager Faith and Development Wahana Visi Indonesia (WVI).
Pemimpin/tokoh agama berperan dalam menyelamatkan nyawa manusia dan mengurangi risiko terjangkit Covid-19
Anil menegaskan, pemimpin/tokoh agama berperan dalam menyelamatkan nyawa manusia dan mengurangi risiko terjangkit Covid-19. Karena dukungan moral dan spiritual bagi umat dalam menghadapi keadaan darurat kesehatan dari pemimpin lembaga keagamaan/keumatan dan komunitas berbasis iman, sangat berpengaruh bagi masyarakat.
“Jadi peran pemimpin dan tokoh agama sangat sentral, ketika bisa menyampaikan nilai-nilai agama yang memberikan ketenangan dan kesejukan, nasihat, dorongan, dalam menghadapi situasi krisis saat ini. Termasuk sangat efektif dalam menyampaikan pesan-pesan untuk menjaga jarak, melindungi dan mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak,” papar Anil.
Bahkan, peran pemimpin dan tokoh agama saat kuat, saat melakukan pendekatan untuk membantu umat dalam menghadapi dan mencari jalan keluar dari berbagai masalah, sehingga umat tidak ketakutan menghadapi krisis saat ini.
Karena itulah, Anil maupun para peserta dari lintas agama mendorong pemimpin dan tokoh agama bisa agar menggunakan berbagai forum dalam memberikan pengaruh dan masukan ke pemerintah di berbagai tingkatan. Di sisi lain, terus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memperhatikan protokol yang diatur pemerintah, terkait pembatasan sosial/fisik dan kebijakan lainnya.
Selain Anil, lokakarya tersebut juga menghadirkan narasumber Alissa Wahid (Sekretaris Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama/LKK PBNU), Rina Zoet (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia/IWAPI), Andik Matulessy dan Evi Deviliana (Psikolog).
Beban ganda
Alissa dalam dalam materinya berjudul “Kekerasan sebagai salah satu Dampak Pandemi Covid-19 dan Penanganannya” mengingatkan pentingnya membangun hubungan yang harmonis dalam keluarga di masa krisis pandemi Covid-19 saat ini.
“Situasi yang dihadapi masyarakat saat ini adalah bencana ganda, karena yang dihadapi bukan hanya kesehatan, tetapi bencananya mungkin sudah majemuk,” ujar Alissa seraya mencontohkan, saat ini kekerasan dalam keluarga yang meningkat akibat tekanan yang dirasakan jauh lebih besar.
Menurut Alissa, saat ini masyarakat menghadapi tekanan psikososial ekonomi bertubi-tubi,karena penghasilan keluarga yang menurun drastis yang berakibat pada kualitas kehidupan yang menurun drastis.
“Terutama beban ini dirasakan oleh kelompok menengah ke bawah yang mereka yang bekerja di sektor informal tidak bisa mengandalkan gaji bulanan, betul-betul kehilangan penghasilan. Misalnya penjual ketoprak di jalanan, mereka mengalami tekanan yang jauh lebih besar, atau orang yang bekerja di sektor pariwisata,” kata Alissa.
Beban psikososial yang sangat besar karena ketidakpastian akan masa depan kini dirasakan masyarakat baik bekerja di sektor informal maupun formal. Semuanya tidak pasti. Selain itu, keterbatasan ruang pribadi akibat tinggal di rumah, terutama mereka yang tinggal di rumah yang sempit sangat berpotensi terjadi gesekan. Ketika kondisi tersebut berhadapan dengan relasi kuasa, risiko kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi.
Menurut Alissa, dalam menghadapi berbagai tekanan psikososial yang terus menerus, selain membutuhkan kemampuan keluarga dalam mengelola masalah, dukungan tokoh agama juga diperlukan. “Kekuatan tokoh agama dalam mendampingi umatnya sangat penting,” ujarnya.
Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat KemenPPPA Indra Gunawan dalam mendukung penanganan dan pencegahan Covid-19, selain melakukan berbagai kegiatan seperti Gerakan Berjarak, KemenPPPA juga mengajak pemangku kebijakan, lembaga masyarakat termasuk tokoh agama untuk bersama dalam pencegahan Covid-19.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah penanganan psikososial, dengan melibatkan tokoh agama dalam memberikan dukungan psikososial kepada umatnya masing-masing. “Kita berharap bisa membangun kerjasama atau sinergi antara tokoh agama dan lembaga keagamaan dengan Unit PPPA dan lembaga masyarakat di daerah,” kata Indra.