Membawa Kehidupan Malam ke Museum
Kegiatan menginap di museum membuka pikiran peserta bahwa museum bukan "gudang" artefak. Museum juga menjadi tempat belajar sekaligus berwisata yang menyenangkan.
Langkah kaki para pengunjung berderap di lantai kayu gedung A Museum Bahari, Jakarta. Pada Minggu (29/12/2019) dini hari, berbekal senter di telepon genggam masing-masing, mereka memasuki ruangan pameran yang gelap gulita.
Pemandu museum mengingatkan agar 20 orang yang mengikutinya itu berhati-hati melangkah. Jangan sampai tersandung benda-benda yang dipamerkan. Sesekali ia berhenti untuk menjelaskan patung-patung yang dipamerkan di ruangan itu.
Ada patung berbusana tradisional Timur Tengah untuk menyimbolkan kedatangan para pedagang dari jazirah Arab ke Nusantara. Ada pula patung biksu Buddha Fa Xian yang diperkirakan tiba di Pulau Jawa pada kisaran 399-412 dalam perjalanannya menuju China dari Sri Langka. Di pojok kanan lorong yang gulita terdapat patung pelaut Inggris, James Lancaster. Namun tidak ada keterangan tahun maupun lokasi serta alasan ketibaan ia di Nusantara.
Salah satu patung yang cukup menarik adalah patung penjelajah Portugis. Di kaki patung itu tertulis namanya adalah De Alfin, tetapi di buku teks yang menyertai patung itu tertulis De Alvin. Tidak ada keterangan mengenai identitas pelaut dari Portugal ini, apalagi penjelasan andil dia dalam membuka perdagangan jalur rempah Nusantara ke Eropa. Buku teks hanya memberi penjelasan sumir mengenai kedatangan penjelajah Portugis ke Nusantara. Itu pun disimpulkan dari beberapa paragraf yang masih bisa terbaca karena bagian bawah buku itu sudah sobek-sobek.
Baca juga Lini Narasi Baru Museum
"Buruknya pengelolaan museum merupakan alasan masyarakat malas mengunjunginya. Meski begitu, bukan berarti museum harus ditinggalkan. Justru, animo masyarakat mau mengunjungi museum di tengah malam hendaknya menjadi masukan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki tata kelola dan program museum," kata pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali.
Budaya bahari
Para pengunjung itu tidak sekadar melakukan tur malam di Museum Bahari, mereka menginap di bangunan yang dulunya merupakan gudang rempah milik perusahaan dagang Hindia-Belanda (VOC). Kompleks ini dibangun pada rentang 1652-1774 dengan luas 11.000 meter persegi.
Peserta acara yang diselenggarakan KHI dan Museum Kebaharian Jakarta ini berjumlah 50 orang. Dengan membawa kantong tidur dan mengenakan piyama bermotif ramai, mereka mendengarkan pemaparan Asep mengenai sejarah maritim Nusantara. Selanjutnya, mereka menjalani tur museum hingga dini hari.
Kegiatan tersebut menyenangkan sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat bahwa sejarah menyatukan dunia. Sejarah memberi identitas kepada suatu bangsa, sekaligus menegaskan posisinya sebagai mata rantai hubungan global dan keragaman yang telah terbangun sejak ribuan tahun lalu.
"Museum Bahari sengaja dipilih KHI guna mengingatkan peserta mengenai Indonesia sejak awal merupakan masyarakat maritim. Kita termakan propaganda Indonesia adalah negara agrikultur sehingga melupakan bahwa identitas bahari adalah sejatinya masyarakat Nusantara," papar Asep.
Identitas bahari merupakan identitas yang egaliter. Budayawan Radhar Panca Dahana dalam seminar Asosiasi Negara-Negara Pesisir Samudra Hindia pada tahun 2016 menjelaskan bahwa betapa cairnya budaya bahari sehingga tidak memiliki hierarki maupun kasta. Perbedaan diterima dengan lapang dada dan menambah kekayaan budaya itu sendiri sehingga masyarakat bahari tidak takut akan perubahan dan kemajuan.
Menginap di museum
Kegiatan menginap di museum sudah dilakukan KHI sejak tahun 2009. Selain Museum Bahari, peserta pernah dibawa menginap antara lain di makam Belanda di Pulau Onrust dan Museum Proklamasi. Tujuannya adalah membuka pikiran peserta bahwa museum bukan "gudang" artefak, melainkan tempat belajar sekaligus berwisata yang menyenangkan.
Asep mengakui, untuk Indonesia konsep itu masih menemui banyak hambatan. Di Perancis, Museum Louvre pada bulan April 2019, bekerja sama dengan aplikasi penginapan Airbnb, mengadakan kontes menginap di museum. Pemenangnya mendapatkan tur privat museum yang merupakan rumah dari lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci ini dan akan dijamu dengan makan malam ala Kaisar Napoleon.
Di Inggris, British Museum rutin mengadakan acara menginap di museum untuk siswa sekolah. Mereka bahkan bisa tidur bersebelahan dengan mumi dari zaman Mesir Kuno. Program ini membuktikan museum tidak hanya dapat dinikmati pada pukul 09.00-17.00. Museum memiliki rentang fungsi yang sangat luas selama program kegiatannya dirancang secara saksama.
"Rencananya di tahun 2020 kegiatan menginap di museum dilakukan setiap bulan. Selain mendatangkan wisatawan, juga untuk menantang museum membuat berbagai gebrakan kegiatan," tutur Asep.
Rencananya di tahun 2020 kegiatan menginap di museum dilakukan setiap bulan. Selain mendatangkan wisatawan, juga untuk menantang museum membuat berbagai gebrakan kegiatan.
Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta Bambang Ismadi mengungkapkan, Museum Bahari diresmikan pada bulan Juli 1977. Koleksinya mencakup meriam asli zaman pendudukan VOC dan berbagai kapal sumbangan dari wilayah-wilayah maritim di Nusantara.
Setiap hari kerja jumlah rata-rata pengunjung adalah 100 orang dan di akhir pekan naik menjadi 200-300 orang. Adanya kegiatan menginap di museum ini diharapkan bisa menambah jumlah pengunjung. Apalagi, lanjut Bambang, di tahun 2020 gedung C yang di awal 2019 terbakar akan selesai di renovasi.
Rencananya gedung itu akan dipakai untuk memorabilia TNI Angkatan Laut.
Bagi para peserta, suasana museumnya sendiri tidak terlalu berkesan. Ismoyo Sumoatmodjo misalnya, mengutarakan penyusunan artefak tidak menarik perhatian demikian pula dengan minimnya keterangan yang memberi penjelasan kepada pengunjung tentang sejarah gedung remoah VOC maupun kehidupan di zaman itu. "Justru yang menarik adalah paket kegiatan menginap di museum, apalagi pemaparan dari KHI," ujarnya.