Kain Tenun Unik Dipamerkan di Sopo Partukkoan, Tarutung
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
TARUTUNG, KOMPAS-Mulai tanggal 13 hingga 17 Oktober 2018, Pameran Tenun Nusantara digelar di Sopo Partukkoan, Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Di ruang pameran yang didominasi oleh dekorasi berbahan bamboo, masyarakat bisa menyaksikan lebih dari 100 kain tenun dari penjuru Nusantara di mana 65 di antaranya adalah Ulos, Hiou, Uis dan Abit khas Batak.
Kain-kain tenun yang dipamerkan adalah koleksi dari Vilidius Siburian, Bimanto Suwastoyo dan Perkumpulan Wastra Indonesia. Pameran ini unik karena pengunjung bisa menyaksikan aneka macam tenun dengan berbagai maca motif dan narasi di baliknya.
Begitu memasuki gedung Sopo Partukkoan yang didesain dengan konsep rumah adat Batak, pengunjung langsung disambut dengan deretan lembaran-lembaran kain-kain tenun. Kain-kain tersebut dipasang berjajar jdi sepanjang koridor ruangan yang disusun dengan potongan-potongan bambu.
Beberapa jenis kain tenun atau ulos yang dipamerkan salah satunya Ulos Mangiring dari Toba. Ulos ini disebut Mangiring karena motif panahnya beriringan. Dalam upacara adat, ulos ini identik dengan kesuburan dan simbol anak-anak. Karena itulah, ulos ini seringkali diberikan pada saat ritual kandungan tujuh bulanan dengan harapan agar segera lahir keturunan selanjutnya atau mangiring anak/baru.
Ada pula Uis Julu dari Karo. Uis Julu adalah kain sarung bagi pria dan wanita. Sarung ini seringkali diberikan oleh orang tua pada saat anak perempuannya melahirkan dengan harapan sang ibu dan bayi akan terlindungi.
“Saya sudah 46 tahun menjadi penenun. Sampai sekarang, permintaan kain tenun tetap tinggi. Kami biasa menjual ke toke (pengepul) dan juga ke pemesan langsung. Permintaan tertinggi memang untuk kebutuhan ritual adat, baik pernikahan, upacara kehamilan, atau orang meninggal dunia,” ujar Nursianita Boru Panggabean (69) salah satu penenun asal Tarutung, Tapanuli Utara.
Tokoh masyarakat Batak, Ratna Panggabean mengatakan, budaya tenun pada suku Batak masih bertahan karena upacara adat masih tetap dilaksanakan di mana tiap upacara adat selalu mewajibkan masyarakat untuk memakai Ulos.
"Pada dasar nya, ada tiga prinsip yang harus dimiliki oleh kain tenun agar bisa dikatakan sebagai Ulos yaitu : sisi kain, badan kain dan sirat. Ini berhubungan juga dengan Dalihan Natolu, filosofi hidup suku Batak" ujar Ratna.
Saat ini sudah dikembangkan aplikasi khusus yang bisa memotret motif pada Ulos kemudian hasilnya bisa dicetak dan dapat dimanfaatkan sebagai gambar kerja bagi petenun dalam membuat Ulos. “Ini bukan bermaksud untuk menghilangkan kesakralan pada Ulos, melainkan untuk membantu Petenun agar bisa bertenun dengan motif lama dan berinovasi dalam motif baru untuk kain tenun yang diperuntukkan untuk keperluan fashion. Aplikasi ini sudah dipraktekkan kepada kelompok Petenun di daerah Humbang Hasundutan,” paparnya.
Fashion Show
Acara Pameran Tenun Nusantara merupakan bagian dari Festival Tenun Nusantara. Selain pameran, digelar pula Simposium Nasional Tenun Nusantara yang dilaksanakan tanggal 15 Oktober 2018 bertempat di Sopo Partukkoan, Tarutung. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dimana mayoritas peserta nya adalah petenun di Tarutung, Siatas Barita dan Sipoholon.
Penutupan Festival Tenun Nusantara digelar 17 Oktober 2018 malam yang diisi dengan fashion show menampilkan karya Edward Hutabarat yang juga merupakan putra daerah Tapanuli Utara. Fashion Show ini mengangkat tema Ulos Batak in Innovation. Dari fashion show ini, Edward berharap bisa mengenalkan kekayaan motif pada Ulos.